Kita baru akan menyadari betapa berharganya seseorang itu ketika ia meninggalkan kita untuk selamanya. Mungkin Anda sudah mendengar hal ini berulang kali. Klise memang, tapi inilah kenyataannya. Kita baru merasa sesuatu itu sangat berharga ketika kita berada pada titik saat kita tahu bahwa itulah akhir pertemuan kita dengannya. Apalagi jika seseorang itu adalah orang yang paling dekat dan kita sayangi.
Seorang sahabat Vemale, Diona Destri Pramudhani membagikan ceritanya tentang kenangan-kenangan manis yang ia miliki bersama sosok lelaki yang paling ia cintai di dunia. Sebagai anak perempuan, ia merasa sangat dekat dengan Bapaknya. Meskipun pada akhirnya Diona harus berpisah dengan Bapak, semua hal indah kebersamaannya bersama Bapak tak akan pernah terlupakan.
Untuk Anda yang masih bisa memeluk ayah Anda saat ini, peluklah ia seerat mungkin. Katakan betapa Anda mencintainya, sebelum semua terlambat.
Advertisement
Advertisement
Pria Pertama yang Kusayangi
Beliau adalah sosok lelaki yang hebat, berjuang menguras keringat demi membahagiakan orang-orang yang sangat beliau cintai. Saya tidak bisa mendeskripsikan satu per satu betapa besarnya pengorbanan lelaki tersebut untuk keluarga kecil kami. Rasa sayang Bapak terhadap kami tidak bisa digambarkan dengan apapun.
Saya dulu hanyalah gadis kecil yang manja dan setiap permintaan saya hampir selalu dipenuhi Bapak. Beliau selalu membela saya bila ada orang yang menyakiti saya dan membuat saya menangis. Pendiam memang karakter bapak, tetapi kalau saya memang salah, beliau langsung menegur saya dengan tegas. Saya baru menyadari bahwa ketegasan beliau membuat saya menjadi orang yang sadar diri ketika saya berbuat salah dan tidak seketika menyalahkan orang lain.
[startpuisi]Setiap pulang dari luar kota, Bapak selalu membawakan oleh-oleh yang saya pesan. Beliau sering membelikan saya kaset CD lagu anak-anak. Koleksi CD tersebut sampai menumpuk di lemari dan selalu saya putar sampai saya hafal sebagian besar lagu-lagunya.[endpuisi]
Saya ingat Bapak pernah cerita bahwa beliau pernah menangis saat meninggalkan saya untuk pergi ke luar kota waktu saya masih kecil. Betapa sayangnya Bapak dengan saya, sampai membuat seorang lelaki kuat bisa sedih karena harus berpisah dengan gadis kecilnya walaupun itu tidak lama. Cerita itu yang selalu saya ingat sampai saya sebesar ini, kini saya sudah menikah dengan lelaki pilihan saya karena restu beliau juga.
Ia Pria Nomor Satu Meski Aku Sudah Menikah
Setelah saya menikah pun bapak masih menganggap saya sebagai gadis kecilnya yang manja. Setiap saya dan suami berkunjung ke rumah Bapak dan Ibu, begitu saya masuk rumah bapak langsung menyambut sambil mengusap-usap kepala saya yang tertutup kerudung. Hal yang membuat saya semakin terharu adalah ketika beliau berkata kangen pada saya, padahal saya sering mengunjungi rumah beliau.
[startpuisi]Perlakuan kecil itu bagiku adalah wujud rasa sayang yang besar dari Bapak kepada saya. Sederhana, tapi membekas sampai kapanpun.[endpuisi]
Bapak juga selalu siap menjadi teman berbincang-bincang, terutama bila saya ingin bertanya-tanya tentang sejarah Yogyakarta. Menurut saya, Bapak itu berwawasan luas dan pengalaman kerjanya banyak, sehingga saya juga semakin terbantu bila saya membutuhkan masukan saat akan melamar pekerjaan.
Bapak adalah aktivis di desa saya. Bila saya membutuhkan bantuan Bapak dalam mengurus surat-surat penting, beliau selalu siap membantu dan mengantar saya ke manapun sampai semua urusan selesai. Beliau pun tidak pernah berkata "tidak bisa" untuk menjemput saya pulang kerja bila suami sedang lembur dan tidak bisa menjemput.
Saya pernah merasa bersalah dan sedih saat bapak menjemput saya tetapi saya sudah pulang dahulu dengan teman sekantor, padahal kondisi saat itu sedang hujan. Namun, bapak pulang ke rumah tanpa memperlihatkan sedikit pun wajah kecewa. Saya paham bahwa bapak sebenarnya hanya menutupi ekspresi kecewanya agar saya tidak tahu.
Advertisement
Ketika Ia Akhirnya Pergi
Bapak pun termasuk orang tua yang gaul. Beliau mengikuti tren masa kini, yaitu aktif di media sosial seperti Facebook. Beliau seringkali mengirimkan link ke wall FB saya, namun terkadang saya tidak menghiraukannya. Inilah yang membuat saya sedih, saya sering mengabaikan kiriman Bapak karena saya kurang tertarik dengan link yang beliau kirimkan. Saya kangen kiriman link dari Bapak, kangen dengan sambutan manisnya saat saya datang ke rumah, dan kangen dengan cerita-cerita sejarahnya.
[startpuisi]Kini semua hanya bisa dikenang dan saya hanya bisa memendam kangen ini dalam-dalam, karena kebahagiaan saya berubah menjadi kesedihan saat mengetahui bapak terkena serangan jantung dan mengeluh tidak bisa tidur selama dua hari.[endpuisi]
Saat itu saya masih optimis bahwa Bapak akan baik-baik saja, mengingat dahulu beliau berhasil melewati masa sulitnya saat terkena stroke. Di rumah sakit, saya menyuapi makan siang beliau untuk pertama kalinya dan tidak saya sangka ternyata juga menjadi yang terakhir kalinya.
Hati saya hancur saat mendengar Bapak sudah dipanggil Tuhan. Saya hanya bisa memeluk suami dan Ibu saya erat-erat dan membiarkan air mata menetes sampai saya tenang. Saya sangat terpukul kehilangan lelaki hebat yang saya miliki dan Lebaran pun kami rayakan tanpa adanya seorang bapak, karena beliau tiada pada saat bulan Ramadhan.
Walaupun beliau sudah tidak bisa menemani saya bercerita lagi, tetapi beliau selalu ada di dalam hati saya. Dahulu, saat beliau masih hidup, saya tidak pernah mengungkapkan rasa sayang saya secara langsung dan kini sudah tidak bisa bertemu lagi. Namun, ini semua sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa dan beliau sudah tidak merasakan sakit lagi, sudah tenang di sisi-Nya.
Kata yang Tak Sempat Terucap
Saya hanya ingin mengatakan, "Bapak, terima kasih telah menjadi lelaki hebat yang menyayangi Ibu, aku, dan saudara-saudaraku, telah memenuhi tanggung jawabmu sebagai kepala keluarga, telah memberikan kami kebahagiaan yang tak terhingga, telah mendidik kami sampai kami tumbuh menjadi orang yang kuat dan mandiri, telah membiayai kami sehingga kami bisa sekolah sampai ke jenjang yang tinggi, telah mengukir kenangan yang manis, dan telah ... ah, sepertinya tak bisa kutuliskan semuanya untuk belia. Bapak, kami mencintaimu."
Kini yang bisa saya lakukan adalah melanjutkan hidup bersama orang-orang yang saya sayangi.
[startpuisi]Kesedihan tidak seharusnya dibiarkan berlarut-larut, karena hanya akan menghambat datangnya kebahagiaan.[endpuisi]
Saya harus melanjutkan perjuangan untuk mengejar impian saya yang belum terwujud dan meraih kebahagiaan bersama suami tercinta beserta keluarga. Kelak, saya harus bisa menjadi contoh yang baik untuk anak-anak saya nantinya, seperti Bapak yang sudah berhasil menjadi orang tua hebat untuk kami dan suami yang baik untuk Ibu.