Kisah ini ditulis oleh Lilis Sugiarti dan menjadi salah satu pemenang tambahan dalam Lomba Kisah Aku Dan Ayah. Semoga bisa menjadi inspirasi untuk Anda.
***
Bapak adalah salah satu sosok terhebat dalam keluarga saya. Saya sangat bersyukur Allah SWT memberikan seorang bapak yang luar biasa. Meskipun galak, hatinya lembut terhadap anak-anaknya.
Advertisement
Saya Ugi, salah satu reporter magang di Koran Sindo Batam. Saat ini saya jauh dari kedua orangtua, mereka tinggal di Desa Titi Akar, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, bisa dibilang pelosok.
Sejak lahir hingga sekolah dasar (SD) saya tinggal di Desa Titi Akar, saat itu kedekatan antara saya dan bapak tidak seperti sekarang. Sewaktu saya kecil, bapak adalah sosok yang menakutkan, terlebih lagi jika sedang marah. Walau begitu, tidak semua kesalahan saya membuat bapak marah. Dulu sewaktu saya belajar bersepeda dan selalu jatuh, bapak sama sekali tidak marah. Bapak justru menyuruh saya terus mencoba mengayuh sepeda. Tak berselang lama akhirnya saya bisa bersepeda.
Saat saya melanjutkan Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Dumai, saya tinggal bersama kakak sulung yang baru menikah. Saya kembali jarang komunikasi dengan bapak, saat itu saya merasa bapak sangat tidak peduli terhadap saya. Bapak terlihat lebih sayang dan peduli terhadap kakak sulung saya, semua keluh kesah saya seolah tidak digubrisnya.
Saya tetap di Dumai saat melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) atas permintaan kedua orangtua, karena mereka khawatir terjadi apa-apa terhadap saya. Saya ikuti kemauan mereka meskipun hati saya menolak. Tibalah saatnya Ujian Nasional (UN), waktu itu saya merengek ke bapak agar sepeda motor di kampung dikirim ke Dumai. Saya ingin menggunakan sepeda motor ke sekolah tanpa harus menggunakan angkot. Bapak tidak ingin saya gagal dalam ujian hanya karena sepeda motor, akhirnya permintaan saya dituruti.
Setelah lulus SMA, saya kuliah di UIN SUSKA Pekanbaru, Riau. Saya mengambil jurusan Ilmu Komunikasi, saat itu saya tidak pernah minta pendapat bapak tentang jurusan yang saya ambil. Saya sempat pulang ke rumah karena perkuliahan belum dimulai, hampir sebulan di rumah.
Di rumah, bapak tidak pernah absen nonton berita. Waktu itu entah mengapa saya ikut nonton berita. Saat jeda iklan, bapak bertanya kepada saya, “Jadi kalau seperti itu harus kuliah di luar negeri ya?” Yang dimaksud bapak adalah menjadi presenter berita. Saya mengiyakan, saat itu saya belum mengetahui bahwa jurusan yang saya ambil termasuk dalam jurnalistik.
Setelah sebulan, saya kembali ke Pekanbaru untuk kuliah. Dari sanalah saya dan bapak mulai dekat, kami sering teleponan, curhat tentang kuliah, tentang kegiatan sehari-hari, hingga organisasi yang saya ikuti. Tanpa diminta pendapat pun, bapak sering memberi nasehat. Memang sejak kecil saya dan kedua kakak perempuan dididik keras, harus mandiri, tidak boleh jadi perempuan cengeng, harus tegar, tidak boleh patah semangat, tanamkan dalam hati untuk terus berjuang.
Salah satu nasehat bapak yang membekas di hati,
Bapak tidak bergelimang harta, kita bukan orang kaya. Jadi bapak tidak bisa mewariskan materi, hanya nasehat dan pengalaman hidup bapak yang bapak wariskan. Semoga hidup kamu tidak seperti bapak, semoga kehidupan kamu lebih baik dari orangtua.
Tahun 2010, saya, bapak dan saudara bapak melakukan perjalanan ke Kebumen, Jawa Tengah menggunakan bus. Itu adalah hasil rengekan saya selama beberapa tahun yang akhirnya dituruti. Saat itu, seakan langit penuh pelangi.
Selama perjalanan saya baik-baik aja. Namun selang beberapa hari di kampung kelahiran bapak, saya demam tinggi. Setelah pulang dari ziarah makam eyang putri dan eyang kakung, kami mampir ke rumah salah satu keponakan bapak, saat itu hujan lebat. Bapak melihat saya mondar-mandir, dan setelah mengetahui bahwa badan saya panas tinggi, bapak langsung panik. Bapak sampai memaksa keponakannya memanggil dokter yang bertugas di sana.
Karena hari sudah sore, tidak ada lagi dokter yang buka praktek. Lalu saya dibawa ke rumah pribadi dokter walaupun masih hujan. Itu pertama kalinya saya melihat bapak panik dan khawatir dengan keadaan saya. Sepulang dari rumah dokter, bapak memaksa saya untuk makan banyak, minum air putih yang banyak, tidak boleh makan asam dan pedas.
Sejak itu hingga sekarang, saya sangat dekat dengan bapak. Bapak selalu mengkhawatirkan keadaan saya. Apalagi jika saya sedang sakit atau belum makan, bapak bisa marah tapi marahnya dibalut dengan rasa sayang yang sangat besar.
Tahun 2013 sebelum skripsi saya selesai, saya harus menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL). Alhamdulillah saya bisa PKL di Trans7 Jakarta selama dua bulan bersama dua rekan kuliah. Hampir setiap hari bapak menelepon saya hanya untuk bertanya kabar dan memastikan apakah saya sudah makan atau belum. Bapak terus memberi semangat dan terdengar bahagia saat saya menceritakan hal-hal menarik selama berada di studio maupun di kantor Trans7.
Seminggu sebelum saya kembali ke Pekanbaru, saya sakit karena kelelahan. Sebenarnya saya tidak berniat untuk menceritakannya ke orangtua, tetapi waktu itu tiba-tiba Mak menelepon dan tahu saya sakit. Bapak yang sedang mengiris daging ayam dan mendengar saya sakit langsung teriris jari tangannya. Saya sedih waktu itu, karena saya membuat jari bapak luka karena kaget.
Sejak kecil bapak tidak pernah mengekang saya, saya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan saya sendiri. Tetapi saya pergunakan kesempatan itu sebaik mungkin, saya tidak ingin mengecewakan orangtua.
Bapak...
Terima kasih untuk segalanya,
nasehat serta didikan keras bapak tidak sia-sia,
saya bisa merasakannya sekarang.
Bapak adalah My Hero :)
Aku sangat merindukan bapak, walaupun kita berjauhan tapi rasa sayang ini tidak pernah pudar. Doa untuk bapak terus mengalir, doa bapak untuk saya pun tidak akan berhenti.
Selamat Hari Ayah, selalu jadi hero-ku ya pak,
I miss you.
(vem/yel)