Kisah ini dikirim oleh Indy Paula dan menjadi salah satu pemenang dalam Lomba Kisah Aku dan Ayah. Semoga bisa memberi inspirasi bagi Anda semua :)
***
Tanggal 12 November 2014, hari ini adalah Hari Ayah. Saya jarang sekali mengucapkan kalimat "I love you, pak!". Kalimat itu sering tidak bisa keluar langsung dari mulut saya. Walaupun bibir tak pernah berucap, sebagai anak perempuan satu-satunya yang selalu engkau jaga, saya bangga memiliki ayah sepertimu.
Advertisement
Saya menjadi pribadi seperti ini karena bapak. Kelak saat saya memiliki suami, saya ingin ada salah satu sifat baik yang sama dengan bapak. Entah itu bijaksanamu, entah itu humorismu, entah itu penyayangmu, entah itu penjagaanmu terhadapku, semua hal yang baik darimu ingin sekali saya dapatkan dalam sosok suami kelak.
Sebagai anak terakhir, bisa dibilang saya adalah anak yang paling bandel, anak yang paling menyusahkanmu bahkan sampai detik ini. Di usia yang sudah matang, saya belum bisa memenuhi keinginanmu, yaitu menikah.
Saya ingat saat merayakan ulang tahun ke-26 tahun ini, apa yang bapak tanyakan adalah sebuah perenungan yang sangat saya pikirkan. Bapak menanyakan, "Nduk, kapan kamu bawa lelaki yang bisa menjagamu seumur hidupmu?". Hanya jawaban maaf yang bisa saya berikan padamu, pak. Sekali lagi maaf.
Pak, tidak ada kata selain maaf dan terima kasih atas segalanya. Segala sesuatu yang telah engkau perbuat untukku tak terbayang betapa besarnya.
Saat kelas 3 SD, saya pernah kecelakaan ketika berboncengan dengan ibu. Pada saat itu bapak sangat ketakutan. Yang saya rasakan bukan sakit karena luka di bagian kaki yang sedang dijahit dokter, saya menangis karena sedih melihat Bapak menangis sambil memeluk saya. Beliau mengatakan sangat khawatir melihat kondisi saya. Bapak memeluk saya sambil berkata, "Nduk, jangan menyerah ya! Kalau kamu sembuh, bapak akan mengajakmu ke Taman Safari. Bapak janji!"
Sebelum saya kecelakaan, saya memang pernah meminta kepada bapak untuk jalan-jalan ke Taman Safari. Sayangnya, ketika itu bapak sibuk dengan pekerjaannya, sehingga belum sempat mengantarkan saya ke sana. Saat saya pulih dan sudah sehat kembali, bapak memenuhi janjinya mengajak kami sekeluarga berlibur ke Taman Safari.
Bapak selalu menjadi pria yang paling khawatir ketika saya kenapa-kenapa. Sampai saya sebesar ini, bapak masih setia memberikan kabar setiap hari lewat ponselnya. Terima kasih juga karena bapak telah mendampingi wanita yang telah menjadi malaikat sampai sekarang, yaitu ibu. Terima kasih telah menjadi “My Hero” dalam hidup saya dan hidup mas-mas saya. Terima kasih telah menjadi kakek penyayang untuk Sasha dan Carrol. Terima kasih, pak.
Rambutmu yang sudah beruban, perutmu yang makin buncit, tanganmu yang keriput, dan tenagamu yang berangsur lemah adalah tanda bahwa bapak telah memerangi kehidupan yang sangat panjang. Walau sangat berat, bapak tidak pernah mengeluh sampai hari ini. Tangan keriputmu dan sisa tenaga bapak masih dipergunakan dengan baik untuk selalu membuat kami bangga.
Pak, jaga kesehatan ya.. Tunggu sampai anak perempuanmu ini berdiri di pelaminan bersama pria pilihan, yang sebaik dirimu. Tunggu sampai aku memiliki bayi mungil, tunggu sampai anakku besar, tunggu aku sampai kau merasa mampu.
Dalam setiap doaku, engkau adalah laki-laki yang tidak pernah lupa kusebut.
Maaf pak, aku belum bisa memenuhi keinginanmu.
Mohonkan doakan aku dan restukan aku untuk bisa segera menemukan pria
yang engkau anggap bisa menjagaku seumur hidup.
Terima kasih banyak Bapak.
Semoga bahagia selalu.
Sayang, cinta, peluk untukmu
sekarang dan selamanya.
------
Nama penulis: Paula Cyndia Pramaning Tyas
Twitter: @cyndia_paula
Facebook: Paula Cyndia Pramaning Tyas
------
(vem/yel)