Setiap hari Rabu pagi, seorang ibu selalu menangis. Apa yang sebenarnya terjadi? Simak kisahnya yang dilansir dari blogher.comberikut ini.
"Aku bangun di hari Rabu dengan sebuah lubang di perutku. Aku mendengar alarm jam berhenti berdering dan aku langsung merasa ketakutan. Aku benci hari Rabu. Rabu adalah hari di mana anak-anakku pergi ke rumah ayahnya hingga hari Jumat (yang dengan berat hati kuterima) atau hingga hari Senin (yang rasanya sudah kelewatan). Setelah bercerai, tak ada jadwal yang paling tepat untuk semuanya, dan keputusan ini adalah hasil dari pertimbangan dan kesepakatan yang panjang. Aku tahu keputusan yang terbaik untuk anak-anakku."
Setiap hari Rabu pagi, Lauren Napolitano, menyiapkan panekuk dan roti jagung untuk sarapan sambil menangis di dapur. Ia berusaha untuk menahan air matanya ketika membangunkan putri-putrinya dan menyiapkan mereka berangkat ke sekolah dengan naik bus sekolah. Ketika bus sekolah datang pada pukul 06:43, Lauren memberikan sebuah senyuman dan melambaikan tangannya ke putri-putrinya yang berangkat ke sekolah. Ketika ia masuk ke dalam mobil, ia pun menangis sesenggukan. Ia merasa ada potongan hatinya yang hilang ketika ia melepaskan anaknya meski hanya untuk beberapa hari saja.
Advertisement
"Setelah menangis selama lima menit, aku mencoba untuk pulih kembali. Aku ingat bahwa putri-putriku baik-baik saja, ponsel dan iPad juga selalu membuat kami selalu terhubung. Aku ingat ada berapa pertemuan dan kegiatan yang telah kujadwalkan untuk diriku sendiri selama mereka pergi. Perlahan-lahan aku mulai merasa diriku kembali ke keadaan yang lebih stabil dan seimbang." Untuk mengatasi rasa sedihnya itu, Lauren menghibur dirinya dengan pergi ke tempat fitnes dan melakukan olahraga yang cukup menguras tenaga. Saat berolahraga itulah, ia sedang berusaha untuk menghilangkan rasa sedih dari dalam dadanya.
"Suara musik yang kencang, endorfin, latihan olahraga dan mental, semuanya membantuku untuk mengingatkanku tentang siapa diriku sebagai seorang individu." Perceraian telah membuat kehidupan Lauren terasa lebih berat. Apalagi ketika ia harus membagi waktu agar anak-anaknya bisa menghabiskan waktu bersama dengan ayahnya. "Terkadang aku merasa
andai aku membuat keputusan yang berbeda, aku mungkin tak perlu merasa merana di hari Rabu pagi."
Meskipun ia masih terus merasa sedih dan menangis setiap hari Rabu pagi, ia berharap bahwa hari-hari yang akan dilalui nantinya bisa jauh lebih baik. "Grief comes in many forms, and you can't rush the process," kata Lauren.
- Kisah 5 Wanita Luar Biasa yang Mendonorkan Ginjalnya
- Tua Bukan Halangan Wujudkan Impian 'Kuterbitkan Buku Pada Usia 55 Tahun'
- Nangkring di Atas Pohon, Ia Menawarkan Sebuah Jasa Unik
- Kisah Perjuangan Seorang Ibu yang Menjadi Satu-Satunya Penggali Sumur Wanita di Negaranya
- 5 Hal Yang Perlu Direnungi Tentang Kasih Sayang Orang Tua
- Kisah Tentang Roti Goreng Dan Cinta Ayah: Terimakasih Ayah Atas Perjuanganmu Untukku