Vemale.com- Pro dan kontra seputar aman-tidaknya metode ini memang sempat membingungkan masyarakat. Ingin tahu lebih jelasnya? Mari kita kupas bersama metode satu ini.
Asal mula munculnya WB
Bermula dari uji coba yang dilakukan para peneliti asal Soviet tahun 1960, ide ini kemudian dikembangkan lebih lagi oleh dokter kandungan Frederick Leboyer asal Perancis. Tak seperti Leboyer yang hanya bertujuan mempermudah jalan keluar bayi, Michel Odent yang seprofesi dan setanah air dengan Leboyer justru mengenalkan metode WB sebagai trik melahirkan tanpa rasa sakit. Tentu saja iming-iming ini menarik perhatian para calon ibu.
Advertisement
Namun pada praktiknya, beberapa wanita justru mengalami kesusahan keluar dari air menjelang nongolnya sang bayi. Melihat indikasi tersebut Odent pun kembali memutar otak dan mencoba meneliti keuntungan apa yang mungkin didapat sang bayi jika ia dilahirkan dalam rendaman air.
Setelah terbukti menguntungkan bagi ibu dan anak, maka tahun 1990an, ribuan calon ibu menetapkan hati untuk menjalani persalinan dengan metode WB di klinik bersalin Odent di Pithiviers, Perancis. Bak jangkitan wabah virus yang mudah menyebar, metode ini pun kemudian semakin dikenal di berbagai negara Eropa, Amerika, hingga sampai ke Indonesia.
Cara persalinan ala metode ini
Hanya berbeda media dari persalinan normal yang biasanya menggunakan tempat tidur, metode WB menggunakan media air dalam kolam air. Biasanya setelah pembukaan ke-6, calon ibu akan dimasukkan ke dalam kolam berisi air hangat dengan suhu tidak lebih dari 100 Fahrenheit (sekitar 37 derajat Celcius, sesuai dengan suhu air ketuban dalam rahim).
Pada tahap ini, kulit vagina biasanya lebih tipis dan elastis sehingga lebih mudah untuk meregang, jadi persalinan metode ini juga menjaga agar proses keluarnya bayi tak sampai merobek bibir vagina. Untuk peran suami bisa membantu proses persalinan dengan memberikan pijatan nyaman bagi calon ibu agar bisa lebih santai.
Lama proses persalinan
Persalinan metode WB (setelah pembukaan ke-6) biasanya memakan waktu lebih kurang 1-2 jam, berbeda dengan persalinan normal yang butuh waktu hingga 8 jam.
Peralatan
Kolam plastik berdiameter 2 meter dengan dasar kolam dibuat berlekuk-lekuk agar calon ibu tidak tergelincir saat melahirkan. Untuk ketinggian air harus di atas pusar ibu, disesuaikan dengan posisi ibu saat duduk, jongkok, atau tiduran.
Harganya?
Yang pasti, tarif melahirkan dengan metode ini jauh lebih mahal daripada persalinan normal, sebab biayanya tergantung dari RS, tarif dokter, peralatan yang dipakai, dan sebagainya.[break]
Keuntungan metode ini
Keuntungan untuk sang bayi jika lahir dalam air tak jauh kaitannya dengan peran air ketuban. Saat seorang bayi lahir ke dunia, ada banyak perubahan yang harus ia hadapi, mulai dari hilangnya kehangatan, adanya suara berisik orang-orang atau peralatan di sekitarnya, hingga pancaran cahaya yang tergolong ekstrim bagi mereka. Melalui metode WB, air kolam hangat yang ada seolah mampu menyediakan 'air ketuban kedua' bagi bayi. Bayi takkan terlalu kagetsaat datang ke dunia.
Selain untuk bayi, metode WB jelas menguntungkan para ibu sebab ibu bisa melahirkan tanpa rasa sakit. Hal ini mungkin terjadi sebab kondisi kulit ibu pada saat itu cenderung lebih elastis sehingga mampu memberikan kemudahan bayi meluncur keluar dengan mudah. Selain itu, saat tubuh rileks, hormon endorfin dikeluarkan, menyebabkan rasa sakit berkurang. Akibatnya banyak juga ibu yang terhindar dari trauma melahirkan lewat metode ini. Dengan demikian melahirkan bukan lagi momok yang menakutkan bagi para wanita. Keuntungan lainnya adalah media air bisa mengurangi risiko pendarahan berlebih pada ibu sebab air mampu menurunkan tekanan darah dan stres.
Adakah sisi buruknya?
Meski menguntungkan bagi ibu dan anak, namun hal ini tak berarti metode WB aman-aman saja. Beberapa penelitian mendapati bahwa bayi yang lahir dalam air berisiko menghisap air masuk ke dalam paru-parunya bila terlambat (melebihi 10 detik) diangkat dari dalam air, apalagi bila tali pusar sebagai alat pernafasan sampai terkompresi karena air.
Tak hanya itu, media air juga bisa menularkan bakteri (Pseudomonas dan E.coli misalnya) dari ibu ke anak (atau sebaliknya) dengan mudah sehingga risiko bayi terinfeksi lebih besar. Oleh sebab itu, penting sekali untuk selalu menjaga kebersihan kolam bersalin agar hal ini tak sampai terjadi.
Kontra lainnya adalah bahwa media air bisa membuat proses persalinan berjalan lambat sebab saat berada di dalam air, ibu cenderung santai dan hal ini sering diasosiasikan dengan menurunnya intensitas kontraksi. Meski kemungkinan ini berbeda-beda pada tiap calon ibu, namun hal ini membuat beberapa RS menerapkan aturan '5 cm', di mana ibu baru boleh masuk ke dalam air saat serviksnya sudah membuka hingga 5 cm (berdasarkan data Harper 2000).
Pantangan lainnya
Metode ini tidak diperbolehkan untuk ibu dengan postur panggul kecil, posisi bayi yang sungsang, prematur, dan kembar, ibu yang mengalami darah tinggi dan sakit herpes, HIV AIDS, Hepatitis (virus yang ada dapat menular ke bayi dengan mudah lewat media air), dan ibu dalam perawatan medis lainnya.
Lepas dari segala pro dan kontra yang terjadi dari berbagai pihak, metode WB kini sudah diterapkan di berbagai RS di Amerika, Australia, Selandia Baru, Jerman, dan juga Indonesia. Tahun 2006 sendiri, Waterbirth International mendata lebih dari 300 RS di Inggris telah menerapkan metode tersebut. Bahkan beberapa aktris ternama, seperti Dewi Lestari, Rara Wiritanaya (istri Oka Antara), dan Irene Librawatipernah melahirkan dengan metode ini.
Menimbang tentang dampak baik-buruknya, hal ini tentunya adalah pilihan masing-masing calon ibu. Apakah sang ibu yakin untuk menjalani persalinan dengan metode ini? Dan jangan lupa untuk selalu berkonsultasi dengan dokter kandungan mengenai metode ini agar proses persalinan Anda bisa berjalan sebaik mungkin. Happy Waterbirth!
(vem/meg)