Fimela.com, Jakarta Sulitnya berdamai dengan ketidaksempurnaan sering kali berakar dari tekanan sosial dan ekspektasi yang tidak realistis. Sejak kecil, kita diajarkan untuk mengejar prestasi, menghindari kesalahan, dan menampilkan diri sebaik mungkin di mata orang lain. Akibatnya, ketidaksempurnaan dianggap sebagai kelemahan yang harus disembunyikan. Media sosial memperburuk ini dengan menampilkan kehidupan yang tampak sempurna, sehingga kita merasa gagal jika tidak memenuhi standar tersebut.
Ketidaksempurnaan juga sering memicu rasa takut akan penilaian dan penolakan. Kita khawatir jika menunjukkan kelemahan, orang lain akan menganggap kita kurang layak atau tidak kompeten. Ketakutan ini membuat banyak orang berusaha keras menjadi sempurna, meskipun itu hanya ilusi yang melelahkan.
Padahal, ketidaksempurnaan adalah bagian alami dari menjadi manusia. Menghindarinya hanya menciptakan tekanan tambahan yang menghambat kebahagiaan. Buku Tak Apa-Apa Tak Sempurna ini pun bisa menjadi salah satu referensi menarik yang membantu kita untuk berdamai dengan ketidaksempurnaan sekaligus membangun kualitas hidup yang lebih baik lagi.
Advertisement
Advertisement
Buku Tak Apa-Apa Tak Sempurna
Judul: Tak Apa-Apa Tak Sempurna
Penulis: Brené Brown, Ph.D., L.M.S.W.
Alih bahasa: Susi Purwoko
Desain sampul: Suprianto
Layout: Sukoco
Cetakan kesebelas, Juni 2023
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Di dalam buku terlaris menurut New York Times yang mengguncang ini, Dr. Brené Brown, mengajak kita untuk belajar tidak terlalu mencemaskan “apa yang orang lain pikirkan” tentang diri kita dan lebih mencintai diri sendiri.
Dia mengajak kita untuk menjalani hidup dengan sepenuh hati, dengan merangkul kerapuhan dan kerentanan kita, serta menumbuhkan keberanian, belas kasih, dan keterhubungan.
Dengan menjalani sepuluh tiang petunjuk kekuatan hidup yang dijalani dengan Sepenuh Hati—sebuah cara untuk terlibat dengan dunia dari posisi kepantasan-diri—akan membuka hidup kita menjadi lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih bersyukur.
Sebagai pembuka, Dr. Brene Brown menyebutkan bahwa menjadi tidak sempurna sebenarnya bukanlah suatu hal yang buruk. Kita tidak perlu mencemaskan apa yang dipikirkan oleh orang tentang diri kita. Untuk dapat menerima ketidaksempurnaan dan menjalani kehidupan dengan sepenuh hati, semuanya harus dimulai dari diri sendiri.
Menjalankan kehidupan dengan sepenuh hati sebenarnya bukan sebuah pilihan yang bisa kamu lakukan dalam satu waktu, karena dibutuhkan sebuah proses dan perjalanan yang cukup panjang. Dalam perjalanan itu, ada banyak hal yang perlu kita lakukan seperti menumbuhkan keber
***
Buku Tak Apa-Apa Tak Sempurna (The Gifts of Imperfection) karya Brené Brown adalah panduan inspiratif untuk menerima diri apa adanya dan menjalani hidup yang autentik. Brown mengajak pembaca untuk berdamai dengan ketidaksempurnaan sebagai bagian alami dari kehidupan manusia. Dengan menerima ketidaksempurnaan, kita bisa menjalani hidup dengan lebih tulus dan membangun hubungan yang lebih bermakna.
Salah satu inti dari buku ini adalah keberanian untuk menjadi autentik. Brown menekankan pentingnya berani menunjukkan siapa diri kita sebenarnya, termasuk menerima kerentanan dan rasa malu. Alih-alih melihat kerentanan sebagai kelemahan, ia justru menganggapnya sebagai pintu menuju koneksi yang mendalam dengan orang lain.
Brown juga mengajarkan pentingnya rasa cukup (worthiness), yaitu keyakinan bahwa kita layak dicintai dan diterima terlepas dari kekurangan kita. Dengan rasa cukup ini, kita bisa mengatasi perfeksionisme dan fokus pada hal-hal yang benar-benar membawa kebahagiaan. Ia juga mendorong latihan syukur dan kebahagiaan sebagai kunci untuk menjalani hidup yang lebih bermakna.
Konsep wholehearted living atau hidup sepenuh hati menjadi inti besar dari buku ini. Hidup sepenuh hati berarti menjalani kehidupan dengan keberanian, kasih sayang, dan koneksi yang tulus. Untuk mencapainya, kita perlu menjaga batas diri, berkata "tidak" saat perlu, dan melepaskan ekspektasi yang tidak realistis terhadap diri sendiri.
Brown mengingatkan bahwa perjalanan menuju penerimaan diri adalah proses berkelanjutan. Tidak ada tujuan akhir, melainkan langkah kecil setiap hari untuk hidup lebih autentik dan bermakna. Pesan ini relevan bagi siapa saja yang ingin menjalani hidup yang lebih penuh dengan keberanian dan kedamaian.
Topik tentang rasa malu juga dibahas dengan sudut pandang yang menarik. Rasa malu sering kali menghalangi kita untuk hidup sepenuhnya. Ketika kita merasa malu, kita cenderung menutup diri, menghindari menunjukkan siapa kita sebenarnya, dan takut dianggap kurang. Padahal, rasa malu ini justru bisa menjadi penghalang untuk membangun hubungan yang tulus dan mendalam dengan orang lain. Jika terus dibiarkan, rasa malu bisa membuat kita terjebak dalam ketakutan dan keraguan, jauh dari kehidupan yang autentik.
Namun, Brené Brown mengajarkan kita untuk tidak lari dari rasa malu, tetapi malah menghadapinya dengan berani. Ia mengajak kita untuk menerima kerentanannya dan menganggapnya sebagai kekuatan, bukan kelemahan. Dengan berani menjadi rentan, kita bisa membuka diri untuk koneksi yang lebih kuat dan lebih nyata dengan orang lain. Inilah cara untuk menjalani hidup dengan keberanian, menerima ketidaksempurnaan, dan menemukan kedamaian dalam keberagaman diri.
Sahabat Fimela, melalui membaca buku Tak Apa Apa Tak Sempurna, kita diajak untuk berhenti mengejar standar-standar yang tidak realistis dan mulai menerima dirimu apa adanya. Buku ini mengajak kita untuk lebih sadar akan pentingnya hidup dengan keaslian dan tidak terperangkap dalam harapan yang terlalu tinggi. Di dalamnya, kita menemukan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana hidup dengan lebih tulus dan tanpa beban.
Dengan wawasan yang disajikan, buku ini menawarkan berbagai praktik sederhana yang bisa membantu kita menjalani hidup yang lebih bermakna. Buku ini memberikan panduan bagi setiap pembaca untuk menjadi lebih autentik, menerima ketidaksempurnaan, dan menjalani kehidupan yang penuh dengan keberanian serta kebahagiaan.