Sukses

Lifestyle

Mandi Wajib bagi Perempuan, 5 Situasi Penting yang Harus Diketahui

Fimela.com, Jakarta Dalam menjalankan ibadah, kebersihan dan kesucian merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh setiap umat Muslim. Salah satu bentuk kesucian yang harus dijaga adalah terbebasnya seseorang dari hadas, baik hadas kecil maupun hadas besar. Untuk membersihkan diri dari hadas kecil, umat Muslim diwajibkan untuk berwudhu. Namun, ketika berhadapan dengan hadas besar, mandi wajib atau mandi junub menjadi keharusan.

Mandi wajib ini adalah proses penyucian yang lebih menyeluruh dan mendalam, yang memungkinkan seseorang untuk kembali melaksanakan ibadah dengan keadaan suci. Bagi perempuan, ada beberapa situasi spesifik yang mengharuskan mereka untuk melakukan mandi wajib. Pemahaman tentang situasi-situasi ini sangat penting agar ibadah yang dilakukan sah dan diterima.

Perintah untuk melakukan mandi wajib ini tidak hanya didasarkan pada tradisi, tetapi juga memiliki landasan yang kuat dalam Al-Qur'an, seperti yang tercantum dalam surah Al-Maidah ayat 6. Dengan mengetahui dan memahami kondisi-kondisi yang mewajibkan mandi wajib, perempuan dapat lebih berhati-hati dan teliti dalam menjaga kesucian diri, sehingga dapat melaksanakan ibadah dengan tenang dan khusyuk, dilansir Fimela.com dari berbagai sumber Senin(25/11).

1. Kewajiban Mandi Setelah Keluarnya Sperma

Keluarnya sperma, atau yang dikenal dengan istilah mani, merupakan kondisi yang mengharuskan baik pria maupun wanita untuk mandi. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri RA, "Air itu karena air (wajibnya mandi karena keluarnya air mani)" (HR. Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa keluarnya mani mewajibkan mandi dalam segala situasi, baik dalam keadaan terjaga atau tidur, disengaja atau tidak, serta dengan atau tanpa dorongan syahwat. Intinya, yang menjadi fokus utama adalah keluarnya mani itu sendiri.

Perbedaan Antara Mani, Madzi, dan Wadi

Penting untuk memahami perbedaan antara mani, madzi, dan wadi. Madzi adalah cairan putih yang lengket yang keluar saat seseorang merasakan hasrat seksual yang tidak terlalu kuat. Sementara itu, wadi adalah cairan putih keruh yang biasanya keluar setelah buang air kecil atau saat mengangkat beban berat. Keduanya dianggap najis dan tidak mengharuskan mandi, tetapi dapat membatalkan wudhu.

Di sisi lain, mani memiliki tiga ciri khas: keluarnya disertai rasa nikmat (syahwat), keluar dengan tersendat-sendat (tadaffuq), atau memiliki aroma mirip adonan roti saat basah dan seperti putih telur saat kering. Jika salah satu dari ciri ini ada pada cairan yang keluar, maka itu dianggap mani secara hukum, meskipun tidak berwarna putih atau tidak disertai syahwat. Mani dianggap suci dan mewajibkan mandi.

 

2. Kewajiban Mandi Setelah Hubungan Seksual

Hubungan seksual, yang didefinisikan sebagai masuknya hasyafah (kepala penis) ke dalam farji (lubang kemaluan), juga mengharuskan mandi, baik dengan menggunakan kondom atau tidak, meskipun tidak terjadi keluarnya sperma. Rasulullah SAW bersabda, "Bila seorang lelaki duduk di antara empat potongan tubuh wanita (dua tangan dan dua kaki) dan tempat khitan (laki-laki) bertemu dengan tempat khitan (wanita), maka sungguh wajib mandi meskipun ia tidak mengeluarkan mani" (HR. Muslim).

Pandangan Madzhab Mengenai Kewajiban Mandi

Sebagian besar madzhab empat sepakat bahwa mandi wajib dilakukan setelah masuknya hasyafah ke dalam farji, baik melalui jalan depan (vagina) atau belakang (anus), pada pria atau wanita, yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Keduanya dianggap dalam keadaan junub dan diwajibkan untuk mandi, kecuali bagi mayat yang tidak perlu dimandikan kembali. Selain itu, menyetubuhi hewan juga mengharuskan mandi menurut madzhab empat, kecuali bagi Hanafiyah yang tidak mewajibkan mandi dalam kasus menyetubuhi mayat.

3. Terhenti Keluarnya Darah Haid

Haid, atau menstruasi, merupakan proses alami yang dialami oleh wanita, ditandai dengan keluarnya darah dari kemaluan. Durasi haid bervariasi, dengan minimal satu hari (24 jam) dan maksimal hingga lima belas hari. Rata-rata, siklus haid berlangsung sekitar tujuh hingga delapan hari.

Dasar Hukum Mandi Setelah Haid

Dalam agama Islam, terdapat ketentuan mengenai kewajiban mandi bagi wanita yang sedang mengalami haid. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah ayat 222: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: 'Haid itu adalah suatu kotoran'. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu."

Dalam tafsir ayat tersebut, suci yang dimaksud adalah setelah melakukan mandi. Seorang sahabat, Fathimah binti Abi Jaisy RA, pernah bertanya mengenai darah yang keluar, dan Rasulullah SAW menjelaskan bahwa wanita wajib mandi setelah darah haid berhenti, dengan syarat darah tersebut telah keluar selama 24 jam, baik secara terus-menerus maupun terputus-putus. Jika darah keluar kurang dari 24 jam, wanita tersebut cukup membersihkan diri dan berwudhu, sehingga masih diperbolehkan untuk melaksanakan shalat.

 

5. Melahirkan

Setelah melahirkan, baik secara normal maupun melalui bedah caesar, terdapat aturan kebersihan yang harus dipatuhi, termasuk kewajiban mandi, meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kewajiban ini untuk persalinan caesar. Kewajiban mandi juga berlaku pada orang yang meninggal, kecuali bagi mereka yang wafat dalam keadaan syahid.

Bayi yang meninggal akibat keguguran perlu dimandikan jika sudah menunjukkan bentuk manusia seperti tangan atau kepala, menandakan penghormatan terhadap kehidupan. Memahami aturan ini penting untuk menjalankan praktik keagamaan yang sesuai dan menghormati proses kehidupan dan kematian.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading