Fimela.com, Jakarta Natasha Tontey adalah seorang seniman asal Minahasa yang berbasis di Jakarta dan Yogyakarta. Karya-karyanya terkenal karena mengeksplorasi tema-tema ketakutan buatan dan mitos, serta bagaimana perasaan tersebut dibangun dalam masyarakat.
Dalam pameran tunggal perdananya di Museum MACAN, Jakarta, Tontey menampilkan karya monumental bertajuk Primate Visions: Macaque Macabre. Karya ini tidak hanya menjadi pameran tunggal terbesar dalam karirnya, tetapi juga menandai kolaborasi pertama Natasha dengan Audemars Piguet Contemporary.
Sebagai seniman, Natasha Tontey kerap terinspirasi oleh interaksi antara manusia dan alam, terutama dalam konteks budaya leluhur. Seperti karyanya yang dipamerkan di Museum Macan lewat Karya Primate Visions: Macaque Macabre menggambarkan hubungan rumit antara masyarakat Minahasa Selatan dan monyet jambul hitam Sulawesi atau Yaki. Melalui eksplorasi ini, Natasha bertujuan untuk mengungkap dinamika sosial dan ekologis yang sering kali bertentangan namun menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut.
Advertisement
Dalam Primate Visions: Macaque Macabre, Tontey menggabungkan berbagai elemen artistik seperti estetika video game, video musik, dan fiksi fantasi untuk menciptakan dunia yang unik.
Karya ini menawarkan perspektif baru tentang bagaimana kebudayaan adat bisa bertemu dengan teknologi dan budaya modern. Hasilnya adalah sebuah instalasi yang tidak hanya imersif tetapi juga memicu pemikiran tentang hubungan antara manusia, hewan, dan lingkungan dalam konteks budaya kontemporer.
Advertisement
Primate Visions: Antara Fiksi dan Realitas
Karya Primate Visions: Macaque Macabre adalah proyek terbesar Natasha Tontey hingga saat ini, yang berhasil menggabungkan berbagai bentuk seni dalam satu instalasi. Dalam pameran ini, Natasha menghadirkan proyeksi multi-layar yang menampilkan berbagai elemen video game, video musik, dan fiksi fantasi. Pendekatan ini memberikan pengalaman imersif bagi para pengunjung, yang seakan-akan diajak masuk ke dalam dunia fiksi spekulatif yang diciptakan oleh Natasha.
Natasha menggunakan karyanya untuk menjembatani dua dunia yang tampaknya berbeda: budaya mistik masyarakat adat dan budaya anak muda yang futuristik. Dengan memanfaatkan estetika kontemporer, Natasha berhasil mengangkat isu-isu ekologi dan sosial yang dihadapi masyarakat Minahasa Selatan. Karya ini juga mengeksplorasi hubungan kekuasaan antara manusia dan hewan, yang dilihat dari perspektif budaya Minahasa.
Selain menyajikan visual yang memukau, Primate Visions: Macaque Macabre juga mengajak pengunjung untuk merenungkan bagaimana hubungan antara manusia dan alam bisa dipahami dari berbagai sudut pandang. Natasha ingin menunjukkan bahwa seni bisa menjadi medium yang efektif untuk mengkomunikasikan isu-isu lingkungan dan sosial, sambil tetap mempertahankan elemen estetis dan naratif yang kuat.
Kolaborasi Seni dengan Audemars Piguet Contemporary
Pameran Primate Visions: Macaque Macabre merupakan hasil kolaborasi antara Natasha Tontey dan Audemars Piguet Contemporary, sebuah program yang mendukung seniman dalam menciptakan karya seni kontemporer. Audemars Piguet Contemporary dikenal dengan program-programnya yang memungkinkan seniman untuk bereksplorasi dengan berbagai media dan skala, dan Natasha adalah salah satu seniman yang dipilih untuk berpartisipasi dalam program ini.
Kolaborasi ini tidak hanya memberikan kesempatan kepada Natasha untuk memperluas karyanya, tetapi juga mempertemukan berbagai pemikiran dan perspektif dari kurator serta institusi seni. Pameran ini, yang berlangsung di Museum MACAN dari 16 November 2024 hingga 6 April 2025, menjadi momen penting dalam perjalanan karir Natasha Tontey sebagai seniman kontemporer. Dukungan dari Audemars Piguet Contemporary memungkinkan Natasha untuk mewujudkan visi kreatifnya dalam skala yang lebih besar dan kompleks.
Melalui kolaborasi ini, Audemars Piguet Contemporary berharap dapat memperluas pemahaman masyarakat tentang hubungan antara seni, budaya, dan lingkungan. Natasha Tontey, dengan pendekatan artistiknya yang unik, berhasil menyajikan karya yang tidak hanya menarik secara visual tetapi juga penuh makna dan relevansi. Pameran ini menjadi bukti bahwa seni bisa menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, serta menjadi medium untuk membahas isu-isu penting dalam masyarakat kita
Penulis: Azura Puan Khalisa