Fimela.com, Jakarta Pernahkah menjumpai seseorang yang tampak terlihat baik-baik saja, tetapi ternyata sebenarnya hatinya sedang tidak tenang karena harus berjuang menyelesaikan tekanan atau masalah yang dihadapinya? Kondisi tersebut ternyata ada istilahnya. Namanya adalah duck syndrome. Duck syndrome adalah kondisi psikologis di mana seseorang tampak tenang dan bahagia di permukaan atau luarnya, tetapi sebenarnya sedang berjuang dengan banyak tekanan dan masalah di dalam diri mereka.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan di Stanford University untuk menggambarkan pengalaman mahasiswa yang merasa harus memenuhi ekspektasi tinggi, baik dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Duck syndrome sering kali dialami oleh remaja dan orang dewasa muda, terutama di lingkungan yang kompetitif seperti universitas maupun tempat kerja.
Memahami ciri-ciri, penyebab, dampak hingga cara mengatasinya menjadi hal penting agar orang dengan duck syndrome dan orang-orang di sekitarnya dapat memberikan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi tekanan yang dihadapi.
Advertisement
Advertisement
Ciri-Ciri Duck Syndrome
Tampilan Tenang dan Bahagia
Orang yang mengalami duck syndrome sering kali terlihat sangat tenang dan bahagia di depan orang lain. Mereka mungkin tersenyum, berinteraksi dengan baik, dan menunjukkan sikap positif, meskipun di dalam hati mereka sedang berjuang dengan perasaan cemas atau tertekan.
Menutupi Masalah
Orang dengan duck syndrome cenderung menyembunyikan masalah yang dihadapi dari orang lain. Meskipun mengalami stres, mereka berusaha untuk tidak menunjukkan tanda-tanda kesulitan, sehingga orang lain tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
Tekanan untuk Berprestasi
Banyak orang dengan duck syndrome merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi tinggi, baik dari diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar, seperti keluarga, teman, atau institusi pendidikan. Mereka merasa harus selalu tampil baik dan sukses, yang sering kali menjadi beban berat.
Kecemasan dan Stres yang Tersembunyi
Meskipun tampak baik-baik saja, mereka sering kali mengalami kecemasan yang mendalam dan stres yang tidak terlihat. Ini bisa berkaitan dengan tuntutan akademik, pekerjaan, atau kehidupan sosial yang membuat mereka merasa tertekan.
Kesulitan dalam Mengelola Emosi
Orang dengan duck syndrome mungkin mengalami kesulitan dalam mengelola emosinya. Mereka bisa merasa terjebak antara keinginan untuk menunjukkan kekuatan dan kenyataan bahwa mereka merasa lemah atau tidak mampu.
Perasaan Terasing
Meskipun dikelilingi oleh orang-orang, mereka sering merasa terasing karena tidak dapat berbagi perasaan dan masalah yang sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan rasa kesepian dan isolasi.
Kesehatan Mental yang Terpengaruh
Jika tidak ditangani, duck syndrome dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang lebih serius, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Tekanan yang terus-menerus untuk tampil baik dapat menguras energi mental dan emosional.
Penyebab Duck Syndrome
Ekspektasi Tinggi dari Lingkungan
Banyak orang yang mengalami duck syndrome merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi tinggi dari orang tua, teman, atau institusi pendidikan. Tuntutan untuk mendapatkan nilai yang baik, mencapai prestasi akademik, atau tampil sempurna dalam berbagai aspek kehidupan dapat menciptakan tekanan yang besar. Hal ini sering kali membuat merasa harus menyembunyikan kesulitan yang dihadapi agar tidak mengecewakan orang lain.
Pola Asuh yang Terlalu Protektif
Pola asuh helikopter, di mana orang tua selalu mengawasi dan mengontrol setiap aspek kehidupan anak, dapat berkontribusi pada perkembangan duck syndrome. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan seperti ini sering kali merasa takut untuk gagal dan merasa bahwa mereka harus selalu tampil baik untuk mendapatkan pengakuan dan kasih sayang.
Persepsi Diri yang Rendah
Orang dengan duck syndrome sering kali memiliki self-esteem yang rendah. Mereka mungkin merasa tidak cukup baik dan berusaha keras untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh orang lain. Ketidakmampuan untuk menerima kekurangan atau kegagalan dapat membuat mereka merasa terjebak dalam siklus berpura-pura bahagia.
Pengaruh Media Sosial
Di era digital saat ini, media sosial memainkan peran besar dalam membentuk persepsi diri. Melihat kehidupan orang lain yang tampak sempurna di platform media sosial dapat membuat individu merasa tidak puas dengan diri mereka sendiri. Mereka mungkin merasa perlu untuk menunjukkan citra yang ideal, meskipun di balik layar mereka mengalami kesulitan.
Peristiwa Traumatik
Pengalaman traumatik, baik di masa lalu maupun saat ini, dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Orang yang mengalami trauma mungkin merasa perlu untuk menyembunyikan rasa sakit dan kesedihan mereka, sehingga mereka berusaha untuk tampil baik di depan orang lain.
Kecenderungan untuk Perfeksionisme
Sifat perfeksionis dapat menjadi penyebab utama duck syndrome. Orang yang memiliki kecenderungan ini sering kali menetapkan standar yang sangat tinggi untuk diri mereka sendiri dan merasa tidak puas jika tidak dapat mencapainya. Hal ini dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang mendalam.
Ketidakmampuan untuk Mengelola Emosi
Banyak orang dengan duck syndrome kesulitan dalam mengelola emosi mereka. Mereka mungkin merasa terjebak antara keinginan untuk menunjukkan kekuatan dan kenyataan bahwa mereka merasa lemah. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan perasaan ini dapat menyebabkan akumulasi stres dan tekanan.
Advertisement
Cara Mengatasi Duck Syndrome
Mencari Bantuan Profesional
Salah satu langkah paling efektif adalah berkonsultasi dengan psikolog atau terapis. Psikoterapi atau terapi bicara dapat membantu orang dengan duck syndrome memahami dan mengatasi emosi mereka. Terapis dapat memberikan dukungan dan strategi untuk mengelola stres serta kecemasan yang mungkin dialami.
Mengubah Pola Pikir
Penting untuk mengubah cara berpikir yang mungkin berkontribusi pada duck syndrome. Ini termasuk mengurangi ekspektasi yang tidak realistis terhadap diri sendiri dan belajar untuk menerima bahwa tidak ada yang sempurna. Menerima kekurangan dan kegagalan sebagai bagian dari kehidupan dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan.
Mencari Dukungan
Menciptakan hubungan yang kuat dengan teman dan keluarga dapat memberikan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan. Berbagi perasaan dan pengalaman dengan orang-orang terdekat dapat membantu mengurangi rasa terasing dan memberikan perspektif yang lebih positif.
Menerapkan Mindfulness dan Relaksasi
Teknik mindfulness, seperti meditasi dan pernapasan dalam, dapat membantu orang dengan duck syndrome menjadi lebih sadar akan perasaan mereka dan mengurangi stres. Meluangkan waktu untuk relaksasi dan refleksi diri juga penting untuk menjaga keseimbangan emosional.
Menetapkan Tujuan yang Realistis
Mengatur tujuan yang realistis dan dapat dicapai dapat membantu mengurangi tekanan. Menggunakan pendekatan SMART (Spesifik, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) dalam menetapkan tujuan dapat membantu orang dengan duck syndrome merasa lebih terarah dan mengurangi rasa gagal.
Hindari Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Menghindari membandingkan diri dengan orang lain, terutama di media sosial, dapat membantu mengurangi perasaan tidak cukup baik. Setiap orang memiliki perjalanan dan tantangan masing-masing, dan penting untuk fokus pada kemajuan pribadi.
Menerapkan Gaya Hidup Sehat
Menjaga kesehatan fisik melalui pola makan yang baik, olahraga teratur, dan tidur yang cukup dapat berkontribusi pada kesehatan mental yang lebih baik. Kesehatan fisik dan mental saling terkait, sehingga menjaga tubuh tetap sehat dapat membantu mengatasi stres dan kecemasan.
Mendokumentasikan Perasaan
Menulis jurnal tentang perasaan dan pengalaman sehari-hari dapat membantu orang dengan duck syndrome memproses emosi mereka. Ini juga dapat menjadi cara untuk mengidentifikasi pola pikir negatif dan menggantinya dengan yang lebih positif.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, orang yang mengalami duck syndrome dapat mulai mengatasi tekanan yang mereka hadapi dan meningkatkan kesehatan mental serta emosional mereka.