Sukses

Lifestyle

Sering Dianggap Tidak Mampu, Ini 5 Mitos Seputar Perempuan di Dunia Pendidikan

Fimela.com, Jakarta Berbagai mitos berkeliaran di tengah masyarakat, salah satunya tentang hadirnya perempuan di dunia pendidikan. Mitos-mitos tersebut hadir karena kurangnya edukasi dan paham patriarki yang mengakar kuat di masyarakat. Pandangan bahwa perempuan adalah makhluk lemah yang tidak bisa melakukan apapun dan hanya mampu bekerja di dalam rumah menjadi tantangan tersendiri untuk diperangi perempuan di dunia ini.

Mitos-mitos yang beredar tentang perempuan dan pendidikan memiliki dampak yang begitu besar, seperti isu-isu berbasis gender yang merugikan perempuan serta mematikan potensi-potensi besar yang dimiliki oleh perempuan. Oleh karena itu, dibutuhkan banyak lapisan masyarakat untuk membantu mendobrak mitos-mitos seputar perempuan di dunia pendidikan agar semua individu mendapatkan akses pendidikan yang sama dan berkualitas. Dilansir dari saggfoundation.org, berikut adalah 5 mitos perempuan dan pendidikan yang cukup relevan di masa kini.

 

Mitos 1: Laki-laki lebih pandai memahami teknologi dibandingkan perempuan

Teknologi adalah bagian dari kehidupan sehari-hari dan teknologi juga merupakan salah satu aspek penting di masa depan. Kemampuan untuk memahami sebuah teknologi bisa didapatkan oleh laki-laki maupun perempuan, tidak terbatas hanya ke satu jenis kelamin saja. Faktanya, bukan perempuan tidak pandai menggunakan teknologi, tetapi di banyak bagian dunia, perempuan tidak memiliki akses yang sama besarnya dengan laki-laki untuk mengakses teknologi. 

Mitos 2: Laki-laki memiliki performa lebih baik daripada perempuan di sekolah

Faktanya, baik itu laki-laki maupun perempuan, keduanya akan memiliki performa yang sama baiknya ketika mereka tidak dihadapkan dengan hambatan-hambatan terhadap akses pendidikan layak. Hambatan-hambatan tersebut muncul ketika perempuan hendak bergerak dan sayangnya hal tersebut sudah menjadi hal umum di tengah masyarakat. Hambatan tersebut termasuk tingginya kekerasan berbasis gender, kurangnya dana yang mendukung pendidikan perempuan, hingga pernikahan dini.

Mitos 3: Tidak ada bias gender dari tenaga pengajar

Faktanya, terdapat bias yang dilakukan oleh tenaga pengajar ketika sedang mengajar IPA dan matematika, yaitu mereka lebih sering berinteraksi dengan murid laki-laki daripada perempuan. Contohnya, seorang guru sering menjelaskan bagaimana untuk melakukan sebuah eksperimen kepada siswa laki-laki, tetapi hanya menjelaskan hal yang sama kepada siswa perempuan ketika ia membutuhkan asistensi. 

 

Mitos 4: Ranah sains dan teknologi bukan untuk perempuan

Saat berbicara seputar ranah sains dan teknologi, banyak orang menganggap kehadiran perempuan sebagai beban. Negara-negara yang memiliki kesenjangan gender besar juga memiliki kesenjangan yang besar dalam perfoma matematis jika dibandingkan dengan negara-negara yang tidak ada kesenjangan di dalamnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa permasalahan tersebut terkait dengan sistem yang ada di tengah masyarakat.

Mitos 5: Pendidikan menjadi sia-sia saat perempuan memutuskan untuk menikah

Pendidikan dipercaya akan menjadi sebuah hal yang sia-sia ketika seorang perempuan memutuskan untuk menikah. Perempuan dianggap hanya akan berakhir di sekitar dapur ketika sudah menikah. Padahal faktanya, perempuan tetap bernilai terlepas dari status pernikahannya. Ketika seorang perempuan memiliki pendidikan yang baik, ia akan memiliki kendali yang baik atas hidupnya dan dapat menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya. Selain itu, perempuan akan lebih rendah risikonya untuk terkena kekerasan rumah tangga ketika ia berlatar belakang pendidikan yang baik.

Penulis: FIMELA Karina Alya

#Unlocking The Limitless

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading