Fimela.com, Jakarta Istilah perempuan dukung perempuan, atau women support women semakin sering digaungkan di lingkungan sosial kita. Akan tetapi tak semua orang tahu bagaimana cara mengaplikasikannya di kehidupan nyata. Padahal dukungan itu bisa dilakukan dari hal sehari-hari, atau sesuatu yang dekat dengan kita.
Sebuah cerita datang dari Aliya Amitra terkait caranya dalam mendukung perempuan. Ia adalah Co-Founder platform jual beli barang preloved, Tinkerlust, dan salah satu penggagas Stellar Women yang merupakan komunitas pebisnis untuk para perempuan.
Sebelum terjun ke dunia bisnis di tahun 2015, Aliya dulunya bercita-cita sebagai pekerja kantoran. Ia pun sempat lama berkarier di bidang perbankan. Namun ada sesuatu dalam inovasi dan komunikasi dengan pelanggan yang membuatnya tertarik merintis bisnis sendiri.
Advertisement
"Dari dulu mikirnya bakal kerja di kantoran terus pensiun di kantor. Aku kerja di corporate banking sekitar 10 tahun, nggak pernah kepikiran sama sekali mau buka bisnis sendiri. Tapi memang yang aku inginkan itu bekerja di tempat yang consumer based, jadi dari dulu aku selalu tertariknya kalau ada response langsung dari consumer-nya aku bisa memperbaiki atau aku bisa memberikan solusi," ujar Aliya Amitra dalam sesi wawancara khusus dengan FIMELA.
BACA JUGA
Dari situlah keinginannya berjodoh dengan Samira Shihab, teman sekaligus partner bisnis dalam menggagas Tinkerlust. Mereka punya dua tujuan utama dalam bisnis jual beli barang preloved ini, yakni terkait sustainability barang dan memudahkan perempuan untuk menemukan barang impiannya.
"Perempuan itu suka membeli barang yang lucu, jadi barangnya banyak. Waktu Tinkerlust muncul 2015-2016, sebenarnya sudah ada website-website atau marketplace yang berjualan preloved, tapi tidak ada yang khusus untuk perempuan. Jadi kita create Tinkerlust itu ya kita benar-benar menjadi rumah untuk para perempuan itu belanja," jelas Aliya.
Seiring perjalanan dan pengalaman bisnisnya, Aliya dan Samira juga membentuk wadah bagi para perempuan untuk mentoring bisnis. Di platform itu mereka bisa berbagi ilmu hingga tips dan trik dalam melakoni bisnis.
"it's so very overwhelming banget dari seluruh Indonesia yang ternyata ya itu banyak banget perempuan-perempuan yang memiliki bisnis atau ingin memulai bisnis tapi banyak stigmanya atau engga tahu cara membesarkannya gimana, nggak punya support sistem, nggak tahu mesti belajar marketing di mana. Dengan adanya itu kita bener-bener punya visi misi meng-empower para pebisnis perempuan di seluruh Indonesia," paparnya.
Aliya Amitra mengungkap berbagai cerita perjalanannya sebagai perempuan untuk terus berkembang dan memberi pengaruh bagi perempuan lain. Simak kutipan wawancara lengkap Aliya di rubrik FIMELA Lady Boss berikut ini.
Advertisement
Misi dan Mimpi di Balik Tinkerlust
Apa yang meyakinkan Anda dan Samira untuk memulai Tinkerlust?
Kita memulai Tinkerlust itu di sekitar tahun 2015-an, karena kita melihat landscape untuk berjualan preloved itu tuh nggak banyak di Indonesia. Jadinya, sebenarnya konsep berjualan preloved itu udah ada, tapi untuk yang memudahkan para perempuan untuk berjualan secara online itu tuh kurang banyak. Jadi kalau dari aku point-nya itu adalah setiap tahun aku selalu ikut acara bazar-bazar, selalu berjualan barang-barang aku. Kalau aku bisa bilang bersihin lemari, declutter itu tuh aku lakukan secara offline. Tapi itu lumayan painful, karena aku harus jaga boothnya dan lain-lain.
Nah yang kedua, kalau Samira itu lama grow up di luar negeri dari Amerika, di mana dia merasa kok nyari barang-barang preloved tuh di sini nggak sebanyak ketika dia tinggal di luar. Jadi dengan ide seperti itu, kita melihat bagaimana kalau kita membuat platform yang memudahkan perempuan untuk berjualan barang-barang preloved dan juga mendapatkan barang-barang preloved secara mudah. Dan kita juga tahu banget perempuan-perempuan di Indonesia itu banyak banget pasti memiliki barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi dan bagaimana kita bisa menjembatani itu juga. Jadi perempuan itu suka membeli barang yang lucu, jadi barangnya banyak. Waktu Tinkerlust muncul 2015-2016, sebenarnya sudah ada website-website atau marketplace yang berjualan preloved, tapi tidak ada yang khusus untuk perempuan. Sedangkan kalau perempuan itu sukanya kan shopping ya, bukan cuma belanja, nyari apa terus mau belanja. Jadi sukanya pasti apa yang dimanjakan, diberikan ide-ide juga kalau berbelanja seperti apa. Jadinya ketika kita create Tinkerlust itu ya kita benar-benar menjadi rumah untuk para perempuan itu belanja.
Terkait nama Tinkerlust sendiri, ada filosofinya?
Samira sebenernya yang punya ide nama itu. Tinker itu kayak "tinkering", seperti main gitu, kaya aksesoris gitu ya. Lust itu ya "lusting" over a bag atau clothes gitu. Jadi itu menurut kita ngeliat ini pas banget nih campuran antara tinker dan lusting over something.
Apakah bisa dibilang bisnis ini berdasarkan pengalaman pribadi?
Dari sendiri. Lebih mudah sih kalau misalnya solusi yang ingin diberikan itu dari isu yang kita punya sendiri. Itu juga lebih memudahkan ketika kita create a business model jadi kita tau point yang kita miliki dan gimana kita memberikan solusinya. Dan aku merasa ketika kita ngobrol sama temen-temen lingkungan kita juga. Sebenarnya isunya itu banyak banget, mereka nggak tau ketika mau menjual barang-barangnya mau dijual di mana.
Saat itu bagaimana orang melihat preloved branded fashion dan apakah pandangan itu masih sama dengan sekarang?
Ketika kita baru launch waktu itu sebenernya sangat susah meyakinkan perempuan di Indonesia itu untuk bangga belanja preloved. Aku inget banget ketika kita baru live waktu belum pake website malah, masih di social media dulu sambil kita lagi build website-nya. Ketika ada orang berbelanja, kan kita kepengennya, "oh belanja di Tinkerlust", "OOTD dong", gitu mendapatkan good deals di Tinkerlust. Itu mereka sangat nggak mau gitu karena mereka merasa malu berbelanja barang-barang bekas gitu.
Kata-kata “bekas” itu mungkin konotasinya kurang. Sama juga dengan orang-orang yang ingin berjualan di Tinkerlust. Jadi ketika berjualan, mereka juga tidak ingin namanya itu di-publish. Karena merasa, "ini kayaknya saya sampai harus berjualan barang-barang bekas tuh dan ingin mendapatkan uang dari situ kok kayaknya BU banget yah". Itu tuh yang akhirnya yang kita lakukan selama mungkin 3 tahun di awal adalah edukasi masyarakat kalau berjualan preloved, membeli barang-barang preloved itu sebenarnya bisa dibilang keren gitu. Kenapa kerennya? Karena I think you don't have to pay full price untuk berbelanja barang-barang fashion yang perputarannya juga cukup cepat dan untuk orang-orang yang ingin berjualan itu sebenarnya juga mengajak kayak, “ini barang kalian yang sudah tidak dipakai lagi, sebenarnya masih ada value-nya”, dari barang tersebut. Kebetulan setelah berapa tahun jalan itu, terus keluar juga tuh Marie Kondo waktu itu. Jadi bagaimana cara decluttering, simple living and all of those. Makin lama that kind of issue tuh udah mulai naik jadinya edukasinya juga dibantu oleh what's trending saat itu.
Untuk barang-barang preloved yang dijual di sini, kurasinya seperti apa?
Kurasinya itu number one adalah ngeliat authenticity barang itu tersendiri. Apalagi ketika Tinkerlust itu kan juga menerima barang-barang yang very high-end luxury ya. Jadi kita itu ambilnya dari yang fast fashion yang ada di mall itu sampai yang bener-bener very high-end luxury. Semuanya itu harus di authenticate. Kalau misalnya yang very high-end luxury itu biasanya point-pointnya udah cukup jelas lah kebutuhnya apa aja untuk di-authenticate. Tapi yang fast fashion pun kita juga ada tim yang harus meng-authenticate bagaimana caranya kita bisa mendetect dari labelnya, jahitannya, dan lain-lain itu kita punya tim yang sudah very highly trained untuk melihat authenticity setiap barang, setiap brand. Kedua itu adalah kelayakan barang itu tersebut gitu. Jadi dari awal, karena barang-barang kita itu preloved atau ya kasarnya barang bekas, pasti ada kekhawatiran dari pembeli kita tuh apalagi untuk first timer ke Tinkerlust itu, "aduh nanti barangnya bekas jelek nih, barangnya lusuh, barangnya kotor". Nah, itu yang kita benar-benar lihat yang diterima di Tinkerlust itu benar-benar kondisinya itu masih sangat bagus.
Jadi kita tuh ada beberapa tier lah, jadi ada yang brand new, un-used, terus abis itu ada yang very good sama good lah gitu. Jadi kita tuh kita kasih tiering perbedaan dari kondisi barang-barang tersebut gitu. Dari situ juga sebenarnya kita memberi edukasi juga ke seller-seller kita kalau barangnya kondisinya itu bagus, pasti yang didapatkan hasil penjualannya juga akan lebih tinggi gitu. Yang ketiga itu brand listnya sendiri gitu. Jadi kita tuh terima namanya brand ada ratusan, mungkin ada ribuan brand yang bisa brand lokal, brand dari US, Eropa, Australia even yang Asia kan juga banyak banget. Jadi kita benar-benar tim merchandising kita tuh mengkurasi brand-brand apa aja sih yang sebenarnya dicari sama orang-orang. Jadi banyak juga barang yang ada brand-nya tapi kita tidak bisa terima karena kita udah punya data points kalau misalnya barang itu dijual value-nya itu tidak ada. Jadinya, kita bener-bener ngeliat brand list-nya itu apa sih yang layak dijual di Tinkerlust.
Menurut anda potensi market preloved fashion brand saat ini dari masa depan bagaimana?
Kalau menurut aku it's growing banget. Mungkin waktu Tinkerlust muncul itu, player-nya nggak segitu banyaknya. Ada mungkin, a very small, offline-offline store yang kecil-kecil yang udah cukup lama berdiri, tapi perkembangannya ya gitu-gitu aja gitu, nggak begitu banyak. Ketika Tinkerlust itu masuk, mulai makin banyak yang berjualan di social media secara online. Tapi kalau lihat sekarang ini, even player-player dari luar negeri pun mulai masuk untuk membeli barang-barang luxury di sini atau juga dia akhirnya berjualan juga di Indonesia. Terus kedua juga nggak cuma ngomongin luxury tapi fast fashion. Oke kalau brand-brand fast fashion itu juga mulai banyak karena konsep thrifting sekarang. Jadi thrifting itu kayaknya untuk anak-anak muda generasi yang lebih muda sekarang ini, thrifting itu sesuatu yang bukan cuman trend tapi udah menjadi lifestyle-nya gitu. Jadi aku melihat ini market yang beli preloved, baik itu modelnya yang luxury-nya preloved itu maupun yang thrifting yang untuk fast fashion itu tuh menurut aku sih akan berkembang terus ya dengan konsepnya berbeda-beda lah gitu, ada yang secara online, secara offline, secara pop up market, secara ada yang juga yang thrifting sekarang kiloan. Jadi kayaknya modelnya akan terus berkembang terus.
Barang branded terkadang tidak hanya untuk digunakan semata, tapi jadi investasi. Bagaimana pendapat Anda?
Kalau kita lihat emang sekarang ini luxury brand itu udah bisa menjadi produk investasi gitu. Karena kita lihat sendiri, I think 5 tahun kebelakangan, gak perlu lihat jauh-jauh, beberapa brand mungkin aku sebutin kayak Hermes, Channel, Louis, itu bener-bener harganya itu bisa naiknya 300-500 persen gitu. Dan kenaikannya itu bukan tiap tahun ya, bisa dibilang tiap quarter or even beberapa ada juga yang setahun tuh tiga kali dia naikin gitu harganya. Itu yang jadi makin membuat tuh orang, "oke beberapa brand ini memang bener-bener worth it untuk investasi" gitu. Ini yang juga perlu diedukasi juga ke masyarakat sekarang. Beli barang-barang luxury ini sekarang udah bukan cuma untuk gaya-gayaan, tapi if you keep it dan dijaga dengan baik juga. Terus abis itu tau brand-brand apa yang memiliki result value-nya itu tinggi sama kayak mobil lah gitu loh. Mungkin ada beberapa mobil yang kayak Toyota, Honda itu kayaknya value-nya lebih masih gede dibanding mungkin mobil-mobil Eropa yang bisa dibilang yang result value-nya itu turun. Sama, barang luxury pun juga gitu. If you understand brand apa yang emang value-nya itu naik dari tahun ke tahun, it's very worth it sih untuk investasi ya. Makanya aku bilang beli preloved itu juga sangat menguntungkan. Let's say beli Hermes yang sekarang harganya 100 juta, kamu keep it aja selama 3 tahun aja lagi itu mungkin kamu bisa jual lagi harganya let's say 180 juta, jadi gak bakal turun gitu harganya. So I think, iya sekarang seru sih fashion itu bisa jadi investasi.
Apa sih core value yang menjaga Tinkerlust tetap berada di track-nya?
Core value kita I think it's being innovative all the time. I think as a startup you need to have innovation atau you need to be creative in order to reach your goals tuh nggak bukan cuma setiap tahun ya, tapi setiap kuartal, setiap bulan. That's why aku selalu ngajak itu tim-tim Tinkerlust tuh apalagi kan banyak yang masih muda, I need to see their point of view juga. Karena gak mungkin Tinkerlust itu bisa berkembang kalau misalnya views-nya itu hanya dari founders-nya aja. Kita selalu appreciate masukan, criticism, solusi lah yang diberikan oleh tim-tim kita juga. Kedua itu, speed gitu loh. Kita ide bisa banyak, being creative.
Upgrade Kualitas dan Dukung Sesama Perempuan
Proses bertumbuh dan belajar tentu dilakukan seiringnya waktu berjalan. Bagaimana cara anda meng-upgrade diri kualitas sendiri?
Bertemu orang-orang baru akan membuat kita belajar hal yang baru juga. I think as an entrepreneur, apalagi masuk ke landscape yang aku juga backgroundnya itu bukan teknologi, aku juga bukan di fashion gitu, dengan ketemu banyak orang, reading what's going on juga di market terus mem-benchmark diri dengan kompetisi dengan yang ada di luar negeri. Let's say di Indonesia belum ada, I think benchmark-nya tuh banyak gitu. So if you wanna upgrade, benar-benar sekarang tuh channel udah banyak banget sekarang. Apalagi semenjak pandemi banyak banget online classes, online universities. Tapi kalau dari sisi aku sih mungkin aku agak sulit kalau mau ambil sekolah lagi. Apalagi dengan kesibukan aku udah punya anak, punya kerjaan, mungkin agak susah waktunya. So for me, meeting new people sih gitu, kolaborasi dengan tim orang lain, partnership dengan brand lain, itu you can upgrade yourself dari situ.
Bagaimana cara Anda menjaga eksistensi bisnis di tengah persaingan yang semakin ketat? Apakah kurasi termasuk salah satu aspek penting?
Itu persaingan kayaknya dari awal selalu aja ada persaingan. Aku inget banget baru muncul terus tiba-tiba “loh kok ini ada lagi yang mirip juga”. Ada juga yang ngecopy, konsepnya. Jadinya persaingan akan ada terus secara kecil-kecilan atau pun secara gede masuk dari brand dari luar yang melakukan mau sama dengan Tinkerlust juga bisa dan ada aja. Tapi untuk menanggapinya kita kayaknya harus keep going dengan goals kita. Selama kita tau apa yang mau kita achieve, jadi kita bukan konsepnya ikut-ikutan. Karena kan biasanya “yaudah deh mereka melakukan itu, eh yuk kita adopt itu yuk, kita ikutin”, biasanya it won't last long. Karena ya itu gak ada konsistensi dari apa yang dilakukan. Jadi kalau dari kita sih bener-bener value yang kita ambil kan itu juga yaudah harus autentik, service yang diberikan juga, kita kan ada service untuk pick up, atau kayak bener-bener mengkurasi barang-barang itu layak jualnya tuh seperti apa. Itu yang kita bener-bener harus maintain terus. Customer service kita, setiap kita melakukan service baru pun itu bener-bener kita sangat mengutamakan customer kita, baik dari sisi seller atau buyers kita. Tapi kalau ditanya apakah kurasi menjadi salah satu? Iya sih, itu salah satunya banget. Karena kita gak kepengin ketika orang belanja di Tinkerlust tiba-tiba kualitasnya tuh jadi gak bagus gitu, kurasinya jadi kurangnya, barang-barangnya kok ternyata lolos, apa mau palsu kek barangnya gak layak seperti yang di website, ditawarkan di website itu kita juga gak mau terjadi seperti itu, gitu. Jadi bener-bener kita sangat maintain service kita.
Setelah rilis aplikasi mobile tahun lalu, inovasi apalagi yang akan dihadirkan di tahun depan?
I think ketika kita launch si aplikasi mobile ini, it was a dream yang udah cukup lama Tinkerlust tuh ingin ada, tapi baru kesampean sekarang. Karena mungkin kalau dulu, kalau kita asal buat app tapi sebenarnya kebutuhannya itu juga kecil jadi kayaknya nggak akan kepakai banyak. Tapi kalau sekarang dengan adanya app sebenarnya Tinkerlust nggak cuman bisa di titik jual aja, tapi udah bisa sebagai marketplace juga. Jadi dengan ada app itu para seller, mungkin dari all over Indonesia, dari mana dia tinggal bisa foto terus upload masuk ke aplikasi dan whatsapp nya Tinkerlust untuk berjualan. Dan dia bisa keep barangnya. Mungkin ada barang harganya mahal banget nggak mau dikirim ke Tinkerlust, itu juga mereka bisa keep barangnya. Jadi kalau ada penjualan, akan dapat notification untuk mereka mengirimkan. Karena aplikasi ini ya itu yah didevelop nya itu cukup lama juga. Jadi inovasi-inovasi yang akan kita lakukan itu sebenarnya menyempurnakan si aplikasinya itu sendiri. Jadi mempermudah para seller untuk berjualannya itu juga lebih seamless lewat aplikasi kita. Terus untuk belanjanya itu juga makin user friendly terus, si seller-nya bisa punya ada dashboard gitu yang bisa mereka cek barang-barang apa aja sih yang mereka tuh ketika mereka jual tuh, yang udah laku tuh berapa banyak sih, yang belum laku ada berapa. Udah incomenya berapa banyak. Jadi kita akan terus mempertajam si aplikasi ini menjadi jauh lebih fungsional dan lebih baik lagi.
Apakah terjun ke dunia bisnis sudah jadi cita-cita sejak dulu atau Anda punya mimpi lain yang belum diwujudkan?
Nggak deh kayaknya. Dari dulu mikirnya bakal kerja di kantoran terus abis itu pensiun di kantor. Aku kayaknya sejak lulus kuliah itu sebenarnya kerja di banking, corporate banking. So aku kerja di corporate banking sekitar 10 tahun, nggak pernah kepikiran sama sekali mau buka bisnis sendiri, gitu. Tapi memang yang aku inginkan itu bekerja di tempat yang consumer based. Karena dulu waktu aku di corporate banking itu bener-bener klien aku ya corporate. Jadinya produk yang ditawarkan itu untuk corporate, nggak ada hubungannya langsung sama consumers lah. Jadi aku merasa inovasi yang dilakukan itu tuh limited. Karena sangat B2B, gitu. Jadi dari dulu aku selalu tertariknya, apa ya yang bisa langsung kalau ada response langsung dari consumernya aku bisa memperbaiki atau aku bisa memberikan solusi, gitu. Tapi dulu mikirnya kerja di corporate lagi tapi berhubungannya sama B2C.
Tapi, ya akhirnya ketemu sama Samira, ngobrol, terus kita punya ide seperti itu, ya kita liat, kita coba, dan jalanin. Sebenarnya itu agak modal nekat juga ya. Untuk start something yang ya bisa dibilang dari scratch banget ya Alhamdulillah ya. this is where we are. Kalau untuk mimpi ke depannya, kalau sekarang sih mimpi aku ngegedein Tinkerlust mungkin menjadi nama yang pertama terlintas untuk berjualan barang-barang preloved. Jadi orang kalau misalnya mau belanja preloved atau mau berjualan prelove ya aku pengennya top of mindnya di Indonesia itu adalah Tinkerlust. Karena sekarang ini kita juga udah punya hub-hub di luar Jakarta. Ada di Surabaya, di Medan, di Bandung gitu. Cuma aku pengen menjalar tuh lebih gede lagi. Hopefully mungkin bisa menjadi gede di Asia Tenggara juga.
Terkadang ada perempuan yang kurang percaya diri dengan apa yang dilakukannya. Menurut Anda apa yang seharusnya dilakukan?
Itu normal banget, untuk perempuan lebih hati-hati atau lebih mempertanyakan diri sendiri, capable atau enggak. Nggak usah jauh-jauh, aku setiap hari pun seperti itu. Ini bisa nggak sih kaya gini jalanin. Tapi memang ketika aku memulai bisnis ini sedikit banget player atau founder perempuan di dunia startup ini. It’s a male dominant world banget, gitu. Makanya setelah berapa tahun itu aku sama Samira create community perempuan namanya Steller Woman gitu, itu bener-bener karena kita merasa “gila ini support system untuk perempuan tuh nggak ada”. Dan kita kalau fundraising biasanya investor tuh laki-laki juga. Ya itu kalau acara teknologi atau apapun biasanya male dominated juga dan kadang even buat aku, even sampai sekarang it’s very uncomfortable untuk perempuan tuh membanggakan sesuatu, “eh saya punya ini loh,” memuji diri sendiri, menjual diri sendiri atau menjual barang itu tuh agak ada malunya atau ada insecure nya gitu. That’s why ketika kita create Stellar Women itu tuh bener-bener community untuk perempuan entrepreneur dan juga sebenarnya active women yang bekerja untuk saling support. Jadinya ketika kita punya meet up atau kita bener-bener ada kelas-kelas untuk empowerment itu sesuai dengan apa yang dihadapi oleh perempuan. Bagaimana bisa dia mengungkapkan diri lah, biasanya challenge nya juga kalau menjadi udah ibu, gimana sih manage nya gitu loh sama suami lah sama anak, atau misalnya stigma dengan orang tua, dengan bekerja nanti anaknya nggak ada yang ngurusin. Hal-hal seperti itu tuh di community benar-benar ngebantu untuk saling support.
Jadi kalau ditanya gimana sih agar tidak meragukan diri atau bisa lebih pede lagi gitu I think surround yourself with women who support you juga, who really understand what you’re going through. Dan banyak banget pas build Steller itu I was so amazed di Indonesia itu banyak banget pebisnis perempuan, baik itu skalanya UMKM kecil banget sampai yang midsize bisnis itu challengenyaitu basically sama dengan kolaborasi, dengan saling support itu tuh sangat ngebantu. “Oke, ini normal kok. You’re not alone.” Support system itu penting banget, alhamdulillah mungkin support system aku ada suami dari kenal aku ya tau gitu ya aku kerja. Jadi mengerti. Orang tua aku juga tau, aku gak bisa diem, jadi mengerti. Anak-anak dari belum punya anak juga tau ibunya bekerja, jadi mengerti lah. Terus aku juga alhamdulillah punya support system di rumah juga untuk bisa bantu jagain anak-anak ketika aku lagi nggak bisa. Suami juga lumayan fleksibel untuk “aku nggak bisa terima rapot nih, aku lagi meeting nih,” nah itu lah suami masih bisa support. Tapi gak semua memiliki that kind of privilege. Tapi ya itu ketika tidak didapatkan I think women harus bisa saling support other women itu.
Apakah tantangan yang pernah Anda alami sebagai woman leader dan apakah sempat menerima stigma-stigma terhadap perempuan?
Kalau tantangan as a woman leader itu ada aja setiap hari. I think the hardest yang aku pertama kali dari awal rasakan dan menurut aku it’s up and down itu adalah how to motivate your team all the time. How to show strength dan positivity all the time. Karena ya as a human ya nggak mungkin positif terus. Misalnya kondisi lagi tidak memungkinkan banget, atau even I have a personal problem yang mungkin aku harus hadapin juga di luar kerjaan. Tapi as a leader kan nggak bisa dateng ke kantor dengan bad mood, susah yah. Kan harus tetep motivate tim kita semua untuk menghadapi any kind of challenges. Itu kayaknya untuk bisa ngeregroup diri aku sendiri, untuk bisa menyemangati diri sendiri itu sampai sekarang masih jadi challenge. Mungkin sudah lebih bisa menanganinya, tapi tetep being leader itu susahnya itu. Mungkin kalau misalnya memberikan direction dan strategi timnya, memberikan mentorship itu bisa dilakukan. Tapi itu memotivasi diri untuk positif setiap hari itu yang susah.
Selain aktif di dunia bisnis Anda juga aktif di Stellar Women. Boleh diceritakan ga si apa itu Stellar Women dan bisnis sebagai misi perempuan tuh seperti apa?
Stellar Women itu berdiri di tahun 2019. awalnya itu karena balik lagi ke stress-nya aku sama Samira menjalankan bisnis ini kok kayanya ga ada sih perempuan-perempuan lain kaya kita karena mungkin kalau aku banyak ketemu interstate home moms gitu ya jadi isunya kadang-kadang berbeda gitu jadi kalau aku yang haduh ini susah banget ya starting bisnis dengan challengenya masing-masing ya. Jadi kita waktu itu 2019 ngumpulin temen-temen aja lewat social media. Samira waktu itu yang ngepost di social media “ada yang mau nggak nih kita meet up perempuan yang punya bisnis yang pengen ketemu saling support aja” ternyata yang daftar tuh lumayan banyak ada sekitar 20-30 orang yang mau. We have the same challenges, kaya pengen dong ketemu other women to do that. So we did that for a year, 2019 januari sampai akhir 2019 Desember itu kita ketemu tiap bulan tapi selalu ada topik yang harus dibahas jadi di awal tuh kita set goals terus di akhir tahun tuh kita liat lagi goalsnya apa yang tercapai, challengenya tuh apa aja jadi dimana saling kita apa ya setiap bulan itu tuh dibahas ada challenge ga untuk mengejar goals itu, nggak cuma kumpul ngobrol arisan kaya gitu jadi kaya bener bener ada silabusnya lah yang kita harus go over.
Kita lihat ada perbedaan banget ternyata kita bisa achieve banyak banget dengan support yang kecil seperti itu sangat impactful. Jadi 2019 menurut aku bener bener merasakan support dari perempuan sekeliling kita. Makanya di 2020 launch sebenarnya skala dibuka untuk umum gitu tapi waktu itu kena pandemi gitu loh jadi baru jalan 3 bulan maret pandemi kita nggak bisa melakukan banyak offline event. Akhirnya kita lakukan kita buat kelas diawal 2021 yaitu pembelajaran untuk kita buat silabusnya, kita buat kurikulumnya kelas untuk perempuan yang ingin memulai bisnis atau ingin membesarkan bisnisnya itu kita nggak expect, ngiranya kaya mungkin 100 lah yang daftar itu yang daftar 1000 langsung partisipan. it's so very overwhelming banget dari seluruh Indonesia yang ternyata ya itu banyak banget perempuan-perempuan yang memiliki bisnis atau ingin memulai bisnis tapi banyak stigmanya atau nggak tahu cara membesarkannya gimana, nggak punya support system, nggak tahu mesti belajar marketing di mana. Dengan adanya itu kita bener-bener punya misi sama visi itu yaudah meng-empower these women entreprenur all over Indonesia.
Punya bisnis dan komunitas yang berhubungan dengan perempuan. Hal apa yang bisa membuatmu bahagia?
Kalau di sisi Tinkerlust, of course setiap ada yang kalau aku ngomong sama orang “ih aku pake loh Tinkerlust”, “aku jualan loh di Tinkerlust”, “aduh gampang banget deh” itu udah happiness, kayak punya anak terus anaknya dipuji. Tapi kalau dari sisi Stellar community itu balik lagi kaya gitu kaya sisterhood, para member ini tuh ketika mereka bener bener support satu sama lain, terjadi banyak kolaborasi. Misalnya jual FNB terus abis itu yang satunya jualan waktu itu baju anak, terus mereka membuat kolaborasi itu benar-benar membanggakan dan membahagiakan ya. Mungkin kecil kelihatannya begitu tapi it changes people's lives. Makanya aku pengin yang consumer related itu karena aku bisa denger langsung dari consumernya kayak “ what works and what doesn't work”.
Apa aja cara nyata yang bisa dilakukan perempuan untuk mendukung perempuan lain di lingkungan professional ?
Yang pertama, don't judge. Everyone is going through something that you don't know. Susah banget apa lagi dengan adanya sosial media dan lain-lain. Kedua kita perlu aware dengan sekeliling kita, seperti “how can you help” “what going on” atau “how are you”. Yang ketiga ya celebrate other women sucsess karena ya biasanya kalau ada yang sukses malah kompetitif. Jadi ya itu, don't judge, don't compare yourself, go on your journey aja.
Apa saran yang bisa anda berikan terhadap perempuan agar jadi seorang leader yang baik?
I think I'm still learning juga ya jadi leader yang baik, Am I a good leader? I think being a leader itu almost like being a parent, setiap orangjuga punya leadership style yang berbeda-beda. Tapi kalau sekarang ya aku lihat as a leader dengan timnya mungkin makin banyak yang muda. Ketika awal aku bekerja kan anak lama banget ya, ngikutin aja bos mesti bagaimana, diturutin aja handbook-nya pokoknya lu turutin gitu loh. Tapi kalau sekarang nggak bisa kaya gitu sih, as a leader harus bisa mendengar timnya. Makanya aku seneng banget kayak denger masukan dari mereka. They need to be able to speak up, they need to be able to give solutions juga, jangan cuma nungguin dari leadernya aja. As a leader you need to listen, you need to give ownership untuk timnya juga. Aku sangat tidak percaya micromanage soalnya, tapi aku pengen liat hasil yang diberikan oleh tim sesuai dengan arahan atau bisa dengan motivasi yang diberikan as a leader.