Fimela.com, Jakarta Dalam era di mana tuntutan waktu dan informasi semakin meningkat, praktik multitasking menjadi semakin umum untuk dilakukan. Namun, di balik kepraktisan tersebut, muncul pertanyaan kritis mengenai dampaknya terhadap kinerja kognitif dan bahkan potensi pengurangan tingkat kecerdasan seseorang.
Multitasking adalah kemampuan atau kegiatan di mana seseorang akan melakukan lebih dari satu tugas Ra bersamaan atau bergantian dari satu periode ke periode waktu tertentu. Dalam konteks Komputasi, multitasking merujuk pada kemampuan sistem untuk menjalankan beberapa tugas atau program secara bersamaan. Meskipun, multitasking bisa dikatakan sebagai sarana Yang meningkatkan produktivitas, tetapi beberapa penelitian mengungkapkan bahwa bekerja dengan cepat dapat menurunkan efisiensi dan kualitas pekerjaan.
Disisi lain ada halnya orang orang bertanya perihal apakah multitasking dapat menurunkan IQ seseorang. Menambahkan banyak sekali orang yang berkata multitasking dapat menghambat setidaknya 40% dari produktivitas bisnis sekalian. Hal ini karena multitasking dapat meningkatkan stres sehingga dapat mengurangi pencapaian dan kebermaknaan suatu pekerjaan. Disisi lain ini juga berbahaya untuk otak karena dapat merusak kemampuan kognitif.
Advertisement
Advertisement
Jawaban dari Pertanyaan Terbesar
Meskipun banyak sekali pekerjaan yang menuntut karyawan nya untuk bisa multitasking. Namun, banyak sekali penelitian aku perdebatan perihal apakah multitasking dapat menurunkan IQ (Intelligence Quotient).
Dikutip dari Medium.com, membuktikan bahwa multitasking dapat menurunkan setidaknya 15 poin. Menambahkan berdasarkan penelitian yang mengutip dari Forbes.com mengungkapkan bahwa satu peserta yang multitasking selama tugas-tugas mengalami penurunan skor IQ sangat mirip dengan mereka yang begadang semalaman atau yang suka merokok ganja.
Berdasarkan penelitian yang mengutip dari Stanford University menemukan bahwa orang yang multitasking terbukti kurang produk dibandingkan dengan orang yang melakukan satu tugas satu per satu. Hasil penelitian juga mencatat bahwa individu yang sering kali terpapar oleh banyak aliran informasi elektronik mengalami kesulitan dalam menjaga fokus, mengingat informasi, dan beralih antara berbagai tugas, tidak seefisien mereka yang menyelesaikan satu tugas pada satu waktu.
Sejak lama, diyakini bahwa dampak gangguan kognitif akibat multitasking hanya bersifat sementara. Namun, penelitian terbaru dari University of Sussex di Inggris mengungkapkan hasil sebaliknya. Para peneliti membandingkan jumlah waktu yang dihabiskan oleh individu menggunakan beberapa perangkat (contohnya, mengirim pesan teks sambil menonton TV) dengan hasil pemindaian MRI otak mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang terlibat dalam banyak tugas menunjukkan kepadatan otak yang lebih rendah di anterior cingulate cortex, suatu wilayah yang mengendalikan aspek empati, kontrol kognitif, dan respons emosional.
Multitasking Menjadi Tuntutan Pekerjaan
Meskipun terbukti dapat mengurangi kinerja dan kualitas pekerjaan, tapi masih banyak perusahaan yang mencari karyawan yang bisa dan memiliki kemampuan multitasking.
Keinginan untuk menangani banyak tugas di lingkungan kerja pada awalnya dipicu oleh melimpahnya data yang mulai merembes ke dalam kehidupan pekerjaan sehari-hari kita. Awalnya, ini adalah usaha yang dilakukan secara putus asa untuk mengikuti ratusan email, pesan teks, saluran obrolan bisnis, dan laporan apa pun yang diinginkan oleh atasan kita dalam waktu 20 menit.
Karyawan akan terus berjuang dengan merespons setiap permintaan secara instan, sehingga struktur kerja harian sekarang terlihat seperti sepiring spageti yang rumit. Ada sesuatu atau seseorang yang terus-menerus mengganggu alur pemikiran, menghambat pencapaian setiap tujuan yang telah kita tetapkan untuk hari itu.
Dikutip dari Forbes.com, meskipun terbukti dapat menurunkan kualitas pekerjaan seseorang, tetapi tetap dipercaya siklus multitasking tidak akan berhenti.
Penulis: FIMELA Sherly Julia Halim