Fimela.com, Jakarta Penumpukan sampah merupakan isu serius yang dihadapi oleh banyak orang, terutama sampah rumah tangga. Sampah yang terus-menerus menumpuk akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, kesehatan manusia, dan tampilan wilayah tersebut. Sampah rumah tangga yang menumpuk biasanya adalah jenis sampah yang dihasilkan oleh kegiatan sehari-hari dirumah, seperti sisa makanan, kemasan plastik, botol minuman, dan kertas karton. Ini akan bermasalah jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu cara untuk menangani tumpukan sampah tersebut adalah dengan memanfaatkannya melalui proses daur ulang.
Daur ulang merupakan proses merubah bahan bekas pakai menjadi produk baru yang bisa digunakan dan bermanfaat kembali. Dengan memanfaatkan barang daur ulang kita bisa membantu mengurangi limbah yang dikirim langsung TPA atau tempat pembuangan akhir dan meminimalisir tumpukan limbah sampah yang merusak lingkungan. Sebagai warga negara yang peduli lingkungan, kita berkewajiban untuk menjaga lingkungan sebaik mungkin. Diawali dengan beralih dari pemakaian barang plastik ke barang-barang yang lebih ramah lingkungan, seperti produk yang dihasilkan Popsiklus.
Seluruh produk yang dihasilkan Popsiklus terbuat dari bahan kemasan bekas pakai yang diubah menjadi suatu barang fungsional yang bisa digunakan layaknya barang baru beli. Sebagian besar bahan-bahan bekas yang digunakan Popsiklus adalah berbahan karton minuman bekas pakai yang didistribusikan dari rumah-rumah, kedai kopi lokal, dan pabrik. Siapa sangka sebuah kemasan botol karton yang telah melewati proses daur ulang bisa diubah menjadi sebuah tas yang unik?
Advertisement
Advertisement
Perbedaan Upcycling dan Recycling
Semua berawal dari tahun 2009 ketika Nia selaku founder dari Popsiklus memiliki tumpukan sampah rumah tangga di rumahnya karena petugas sampah tidak datang setiap hari dan tak menentu. Tumpukan sampah terkadang bisa sangat mengganggu indra penciuman karena aroma makanan dan minuman yang membusuk serta memberikan pemandangan yang kurang menyenangkan. Bahkan Nia sendiri sudah berupaya mencuci semua sampah anorganik seperti sampah karton susu agar bersih dan tidak mengeluarkan aroma tak sedap. Namun tetap tidak digubris oleh petugas sampah karena merasa bahwa kertas anorganik tidak bisa memberikan keuntungan.
“Hingga lahirlah ide untuk memberi jiwa dan fungsi baru, menghidupkan kembali (upcycling) karton susu bekas pakai siap buang menjadi barang fungsional yang artistik” ucap Nia, Owner dari Popsiklus.
Memanfaatkan sampah karton susu yang sudah tak terpakai, dicuci bersih, lalu dirombak kembali menjadi barang fungsional yang artistik. Popsiklus menggunakan dua metode pengolahan, yaitu upcycling dan recycling. Perbedaan keduanya, jika upcycling adalah proses daur ulang tanpa merusak atau merubah bentuk asli suatu barang, maka recycling adalah proses daur ulang dengan menghancurkan barang aslinya kemudian diubah menjadi produk baru.
“Metode yang paling banyak digunakan adalah sebagian besar upcycling, meskipun ada juga yang recycling. Tentu saja proses upcycling ini paling ramah energi karena tidak menggunakan terlalu banyak energi listrik dalam proses nya” lanjut Nia.
Produk hasil daur ulang Popsiklus
Awalnya Nia mendirikan bisnis ini dengan nama ‘Bikinbikincraft’ yang kemudian mendapatkan respons baik dari masyarakat sehingga memulaikan niat untuk mengikuti berbagai bazar-bazar. Setelah berbagai pertimbangan, branding ‘Bikinbikincraft’ diubah menjadi Popsiklus dengan mengusung tagline “Reimagining Waste”, dengan tujuan ingin memperkenalkan proses daur ulang limbah sampah demi melindungi lingkungan.
“Saya secara personal ingin menyebarkan semangat mempopulerkan siklus daur ulang limbah agar tidak langsung berakhir di TPA” cerita Nia kepada Fimela.
Produk pertamanya pun sebuah notebook cover yang dibuat langsung dari kertas kemasan susu yang telah dibersihkan dan dikeringkan melalui proses upcycling. Kini sudah merambah ke barang-barang lainnya, seperti tas, dompet, card holder, hingga laptop cover. Harga dimulai dari Rp150.000 sampai Rp550.000 tergantung pada tingkat kerumitan dan detail dari desainnya serta membutuhkan sekitar 3-5 hari untuk membuat satu buah tas.
Perihal ketahanan, pada dasarnya kertas karton sangatlah berbeda dengan bahan kulit yang kerap digunakan untuk membuat tas. Keduanya tidak bisa disamakan karena masing-masing memiliki perawatan khusus dan daya ketahanan yang berbeda. Terlepas dari itu semua, jika sebuah barang dipakai dan dirawat dengan baik, maka ketahanan pun akan awet hingga bertahun-tahun. Jangan khawatir, Popsiklus juga menyediakan jasa untuk reparasi jika terjadi kerusakan.
“Popsiklus meyakini bahwa segala sesuatu memiliki potensi untuk didayagunakan kembali, salah satunya karton susu bekas pakai. Meski tampak seperti kertas, karton susu mengandung lapisan plastik yang tentunya membuatnya tidak mudah terurai. Dengan lapisan plastik tersebut, bahan karton dapat digunakan kembali dan diperpanjang usia masa pakai nya yang umum disebut upcycling.” tutup Nia, founder Popsiklus
*Penulis: Balqis Dhia.
#Breaking Boundaries