Fimela.com, Jakarta Setelah mengetahui perjalanan jurnalis Uighur Amerika Guclhera Hoja yang ditulis pada artikel sebelumnya berjudul ' Keberanian Jurnalis Perempuan Uighur Amerika Gulchehra Hoja yang jadi Pahlawan Kemanusiaan ' , kabar terbarunya adalah, ia merilis sebuah buku. Buku tersebut diberi judul ‘A Stone Is Most Precious Where It Belongs’.
Gulchehra pun menunjukkan batu yang dimaksudnya saat diwawancara Fimela secara daring dari Amerika belum lama ini. Ia mengambil sebuah batu yang disimpan di rak buku dan menunjukkannya pada Fimela.
“Batu benar-benar benda yang diambil secara acak. Batu ini menjadi paket pertama dari keluarga saya yang dikirim dari Uighur ke Amerika. Batu ini punya nilai tinggi bagi saya dan memilihnya sebagai judul buku saya, sekaligus menandakan akan kerinduan pada tanah air dan keluarga,” cerita Gulchehra Hoja.
Advertisement
Batu tersebut seperti menjadi penguat dan memiliki energi positif bagi jurnalis yang bekerja lebih dari 20 tahun di Radio Free Asia Amerika. Ia pun selalu mengingat kata-kata sang ayah, tentang pengabdian, kasih sayang, murah hati, bahkan hal itu bisa dipelajari dan diwakili oleh sebuah batu dari tanah Uighur.
“Semuanya diterpkan dalam segala lini kehidupan. Termasuk individu-individu Uighur yang terpisah dari tanah air dan keluarganya. Itu salah satu hal yang menghilhami saya untuk menulis buku ini,” terang Gul, sapaan Gulchehra.
Advertisement
Hidup dalam Ketakutan Sepanjang Hayatnya
Gul juga menggambarkan kengerian hidup dalam bayang-bayang ketakutan, yang sampai sekarang masih dirasakannya. Meski secara fisik dan mental, ia memiliki kebebasan dan perlindungan sejak pindah ke Amerika, namun ia selalu memikirkan nasib keluarganya di Xinjiang, China.
“Secara mental, saya terus memikirkan keluarga saya. Karena Partai Komunis China menargetkan mereka, dan itu benar-benar ketakutan dalam hidup saya. Tapi, saya juga tetap harus membahas situasi mereka di sana yang terus bisa membahayakan keluarga saya,” lanjut Gul.
Profesi Gul yang memperjuangkan hak asasi manusia dan kemanusiaan jelas bukan pekerjaan biasa. Perjuangan sampai titik darah penghabisan tersebudtdiabadikan dalam bukunya yang dirilis dalam versi UK dan US.
“Kita harus melesatarikan budaya dan bahasa dari target genosida pemerintah China untuk menghentikan otoritas dan segala kebijakan. Semuanya saya persembahkan secara pribadi dalam buku tersebut,” kata Gul lagi.
Gul juga memberikan desain istimewa yang didedikasikan untuk mewakili para perempuan berani pada bukunya. Yaitu dengan memberikan setiap bagian dan halaman bukunya dengan bunga Snow Lily.
“Dalam buku tersebut, kita bisa melihat bunga Snow Lily. Bunga yang hanya hidup di pegunungan tinggi dan mekar di salju yang mewakili perempuan pemberani,” jelasnya.
Berpisah dengan Keluarga
Gulchehra Hoja memang memiliki kendali atas dirinya sendiri, namun hal itu harus dibayar dengan harga mahal. Di mana ia harus berpisah dengan orangtua, saudara laki-laki, dan saudara serta kerabatnya di Uighur.
Bahkan, konsekuensi lain yang harus ditanggungnya adalah, keluarga Gul ditangkap pemerintah China karena tindakan beraninya sebagai jurnalis Uighur yang bersuara keras di Amerika. Namun, ia tak punya pilihan selain menjadi lebih kuat untuk bertahan hidup, untuk dirinya dan orang-orang di Uighur.
“Tentu saja, saya bukannya mua jadi pahlawan. Kita sebagai perempuan, hanya ingin jadi seorang putri kesayangan ayah, atau ratu untuk suami, kita ingin dicintai dan merasa aman. Tapi terkadang, hidup mendorong kita ke posisi yang membuat jadi semakin kuat dan berani. Dan saya punya mimpi dan harapan, bisa kembali ke rumah saya dan tanah air saya saat mereka mendapat kebebasan suatu hari nanti,” cerita Gul.
Dalam proses menjadi berani, Gul mengatakan, bukannya harus menjadi yang paling atau sok kuat. Ia membiarkan dirinya merasakan emosi dan merilisnya, memvalidasi kesedihan, tangisan, dan ketakutan.
“Saya tidak fokus pada kehidupan masa lalu. Saya berpikir untuk selalu menyiapkan diri sambil menikmati apa yang saya miliki. Jangan lupa untuk melakukan hal yang kita sukai,” jelas Gul.
Gul menekankan dan mengingatkan kembali, jika untuk menjadi kuat dan berani, kita hanya harus menjadi manusia. Yang memiliki banyak rasa dan merasakannya secara normal seperti orang kebanyakan.
“Tapi jangan sampai hilang harapan dan lupa bersyukur. Kamu harus terus berharap dan bersyukur, yang secara alami membuat kita bahagia dan siap untuk menghadapi apa pun di depan nanti,” tegasnya.
#BreakingBoundaries