Fimela.com, Jakarta Pelecehan seksual di Indonesia, khususnya pada perempuan dan anak memang seperti fenomena gunung es. Masih banyak korban yang enggan melapor apa yang dialaminya.
Aktris sekaligus penyanyi Cinta Laura mengungkapkan, kebiasaan menyalahkan korban (victim blaming) pelecehan seksual menjadi salah satu penyebabnya. Sering ditemui victim blaming di tengah masyarakat yang berimbas banyak korban yang tidak hanya dihantui trauma seumur hidup, tetapi juga enggan melapor.
“Kita masih victim blaming, menyalahkan korban. Padahal banyak statistik yang valid menunjukkan kekerasan dan pelecehan faktornya bukan terjadi karena pakaian seseorang. Tidak selalu terjadi di malam hari,” ungkap Cinta Laura penuh kekecewaan dalam acara kampanye L'Oréal Paris Stand Up Melawan Pelecehan Seksual di Transportasi Umum, di Stasiun BNI City, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Advertisement
Hal ini dibuktikan dari hasil survei yang dilakukan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan INFID tahun 2020, yang melaporkan masyarakat cenderung memiliki pandangan bahwa kekerasan seksual dapat terjadi akibat perilaku maupun pilihan hidup korban.
Advertisement
Mengapa Orang Melakukan Victim Blaming?
Berdasarkan studi tahun 1966, ditemukan bahwa alasan seseorang melakukan victim blaming ialah sebagai kamuflase agar mereka merasa lebih baik dengan dirinya sendiri.
Dengan menyalahkan korban, mereka akan merasa lebih aman dan merasa bisa memproteksi diri sendiri seperti. Mereka berusaha memproteksi diri dan berusaha meyakinkan diri bahwa mereka tidak akan mengalami hal yang sama, seperti yang dikutip dari Very Well Mind.
Padahal, sikap victim blaming bisa berakibat fatal yang memicu gangguan kesehatan mental korban di mana ia akan selalu merasa bersalah pada hidupnya, mengalami depresi, hingga Post-traumatic stress disorder (PTSD).
Untuk menghentikannya, Cinta Laura yang juga menjadi duta anti kekerasan perempuan dan anak ini berpendapat bahwa isu kekerasan seksual ini harus dipupuk bersama, karena kekerasan seksual dapat terjadi kepada siapapun, tak pandang gender.
“Perubahannya mulai dari edukasi. Bukan hanya anak-anak di sekolah, tetapi kita semua baik yang punya posisi. Semua orang harus di-training mengenai isu ini,” tegas dia.
Korban kekerasan seksual tidak salah, justru menurut Cinta setiap individu harus mengendalikan perilakunya sendiri. Sebab, seseorang bisa menjadi pelaku karena tidak bisa mengendalikan dirinya.
“Kita tidak bisa mengontrol perilaku orang lain. Satu-satu hal yang bisa kita kontrol adalah bagaimana kita berperilaku. Keputusan apa yang diambil saat beraksi. Jadi di mana masalahnya? Di kita semua,” lanjut Cinta.
Metode Intervensi 5D
Seiring dengan perayaan Hari Perempuan Internasional di bulan Maret, L'Oréal Paris bersama PT JakLingko Indonesia, PT KAI (Persero), PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), PT LRT Jakarta, PT MRT Jakarta, dan PT Transjakarta menggelar kampanye bersama Stand Up Melawan Pelecehan Seksual di Transportasi Umum.
Kampanye ini bertujuan untuk memberikan pembekalan efektif dalam melawan pelecehan seksual di ruang publik, menggunakan Metodologi Intervensi 5D L'Oréal Paris yang dikembangkan bersama dengan para pelatih profesional.
Metode Intervensi 5D (Dialihkan, Dilaporkan, Dokumentasikan, Ditegur, dan Ditenangkan) telah diakui oleh sejumlah ahli sebagai pilihan yang aman, mudah diaplikasikan, praktis, dan efektif untuk digunakan baik bagi saksi maupun korban pelecehan seksual sebagai solusi yang dapat membantu saksi untuk berani mengambil tindakan
Sebagai brand ambassador L'Oréal Paris dan Stand Up Advocate, Cinta Laura berkesempatan untuk berbincang dengan para komuter dan petugas transportasi umum, serta menggali lebih dalam mengenai fenomena ‘bystander effect’ untuk memahami mengapa sebagian dari para komuter yang menyaksikan pelecehan mungkin ada yang enggan melakukan intervensi pada saat kejadian.
“Bystander effect” atau “efek pengamat/saksi” adalah teori psikologi sosial yang menunjukkan reaksi psikologis ketika seseorang membutuhkan pertolongan tapi orang-orang disekitarnya tidak ada yang membantu karena sama-sama beranggapan bahwa akan ada orang lain yang akan menolong korban, sehingga pada akhirnya tidak ada orang yang menolong sama sekali.
Melalui kampanye ini, Cinta Laura berharap semakin banyak orang yang aware tentang isu pelecehan seksual, khususnya di area publik. Tidak hanya korban, saksi pelecehan seksual juga harus berani bersuara.
“Saya berharap dengan banyaknya orang yang melapor, aksi-aksi tersebut tidak akan dinormalisasi lagi dalam masyarakat kita,” tandas Cinta Laura.