Fimela.com, Jakarta Baru-baru ini gempar berita tentang hampir 15 ribu anak mengajukan dispensasi nikah di Jawa Timur. Tentu angka ini memprihatinkan, karena pernikahan anak tak hanya mempengaruhi psikis anak tapi juga kesehatannya.
Menurut data Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag), terdapat 50.673 dispensasi perkawinan yang diputus pada 2022. Jumlah tersebut lebih rendah 17,54% dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 61.449 kasus. Namun tren pengajuan dispensasi nikah ini semakin meningkat sejak pandemi Covid-19.
Dispensasi pernikahan meningkat drastis di tahun 2020. Tahun 2019 tercatat 23.145 dispensasi nikah yang diputus, dan pada tahun 2020 meningkat drastis menjadi 63.852. Angka tersebut terus tinggi selama 3 tahun pandemi.
Advertisement
Advertisement
Pandemi Covid-19 dan Angka Pernikahan Anak
Masalah ekonomi dianggap menjadi alasan pernikahan anak di usia dini. Masih adanya anggapan pernikahan dapat menyelesaikan ekonomi menjadi latar belakang pernikahan dini ini. Tak hanya itu, masa pagebluk selama pandemi membuat perekonomian masyarakat Indonesia semakin terpuruk.
Mirisnya tak hanya masalah ekonomi saja yang membuat anak akhirnya mengajukan dispensasi nikah, tapi karena pemohon sudah hamil. Data tahun 2022 menyebutkan jika 80% dari 15 ribu pemohon dispensasi nikah di Jawa Timur alasannya adalah pemohon sudah hamil.
Cara Meminimalisir Pernikahan Dini
Tak bisa dipungkiri, dukungan dari orangtua dan orang terdekat dapat membantu mengurangi pernikahan dini. Lalu apa saja cara yang bisa dilakukan untuk meminimalkan pernikahan dini? Cek penjelasannya di bawah ini.
1. Pendidikan untuk Perempuan
Tahukah Sahabat Fimela, jika pendidikan memainkan peran penting dalam menjaga anak aman dari pernikahan anak. Faktanya, semakin lama seorang perempuan bersekolah, semakin kecil kemungkinan dia menikah sebelum usia 18 tahun dan memiliki anak selama masa remajanya.
Selain itu, pendidikan memastikan anak perempuan memperoleh keterampilan dan pengetahuan untuk mencari pekerjaan dan sarana untuk menghidupi keluarga mereka. Hal ini dapat membantu memutus lingkaran kemiskinan dan mencegah pernikahan anak yang terjadi sebagai akibat dari kemiskinan.
2. Pendidikan Seks
Pendidikan seks adalah bukan hal tabu. Memberikan edukasi sejak dini tentang seks dapat membantu anak untuk lebih mengenal risiko seks bebas. Jadi dia akan lebih berhati-hati. Pemahaman tentang kesehatan reproduksi membantu anak untuk terhindar dari risiko ‘pacaran yang berisiko’.
3. Meningkatkan Pendidikan Formal
Akses pendidikan yang merata dan memadai akan membantu mengurangi risiko pernikahan anak. Setidaknya jika anak mendapatkan akses pendidikan minimal menyelesaikan studinya sampai tingkat SMA, maka pernikahan anak akan sedikit berkurang.
Pendidikan yang baik akan membantu membuka akses pekerjaan yang memadai. Sehingga anak akan lebih mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik.
Tak hanya tiga hal di atas. Peran pemerintah pun sangat penting. Komitmen pemerintah untuk menerapkan UU Pernikahan terbaru serta memeratakan akses informasi yang jelas kepada seluruh lapisan masyarakat perlu dijaga.