Fimela.com, Jakarta Isu sampah plastik laut menjadi salah satu isu yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data diketahui bahwa sebanyak 80 persen pencemaran laut berasal dari sampah platik dengan 8 hingga 14 juta metrik ton plastik yang berakhir di laut setiap tahunnya.
Diketahui juga terdapat 50-75 triliun keping plastik dan mikroplastik di lautan, serta diperkirakan pada 2050 jumlah sampah plastik akan melebihi jumlah ikan di laut. Masalah ini berdampak serius, tidak hanya bagi kehidupan ekosistem laut, tetapi juga pada ketahanan pangan dan kesehatan manusia.
Melihat besarnya dampak negatif yang dihadirkan dari sampah plastik laut, negara Australia, India dan Singapura menyelenggarakan East Asia Summit (EAS) Hackathon dengan tema “Combating Marine Plastic”. Acara ini merupakan lanjutan dari acara EAS Marine Plastic Debris Workshop yang sebelumnya telah dilaksanakan.
Advertisement
Dalam acara ini, para peserta dari negara-negara anggota EAS berkompetisi dalam menciptakan inovasi berupa aplikasi digital yang akan membantu memonitor sampah laut secara lebih akurat serta mendorong pelaku bisnis untuk meminimalisir penggunaan plastik dan melakukan daur ulang.
Advertisement
Kembangkan aplikasi
Masalah plastik laut merupakan masalah yang sering terjadi setiap tahunnya, berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya dengan memberlakukan larangan penggunaan plastik sekali pakai, mendirikan bank pengelola sampah, serta mendorong upaya daur ulang sampah plastik. Dalam acara ini para peserta Hackathon mengembangkan sebuah aplikasi yang diharapkan dapat melengkapi berbagai upaya untuk mengatasi tantangan masalah sampah plastik.
Saat memberi sambutan, Duta Besar Will Nankervis mengatakan bahwa masalah marine plastic tidak dapat terpecahkan tanpa adanya partisipasi berkelanjutan dari generasi muda. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dan partisipasi dari berbagai sektor.
“Untuk memerangi isu ini, kesadaran dan partisipasi yang sebesar-besarnya dari pemerintah, sektor swasta dan masyarakat adalah hal yang krusial,” kata Duta Besar Jayant Khobragade dalam siaran pers yang diterima oleh Fimela.com.
Di sisi lain, Kuasa Usaha Borg Tsien Tham juga turut menegaskan bahwa Hackathon yang diselenggarakan ini dapat memberikan ruang yang aman dan menyenangkan untuk memotivasi generasi muda dalam menghasilkan ide-ide baru dan kreatif.”
EAS Hackathon diikuti oleh 13 tim dari negara-negara anggota EAS, di antaranya: Australia, Brunei Darussalam, Kamboja, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Republik Korea, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Dibimbing mentor berpengalaman
Selama Hackathon, para peserta dibimbing oleh tim mentor yang merupakan pakar dalam bidang-bidang terkait. Melalui proses penilaian oleh panel juri yang terdiri dari pakar teknologi, marine plastic, dan pelaku usaha.
Dalam acara ini tim perwakilan dari Kamboja, Chanrithisak Phok dan Bunnet Phoung terpilih sebagai pemenang pertama EAS Hackathon. Tim ini berhasil menciptakan aplikasi berbasis customer loyalty yang memungkinkan konsumen untuk mengurangi penggunaan plastik.
Aplikasi ini terhubung dengan berbagai merchant, mulai dari kuliner hingga kebutuhan sehari-hari. Konsumen yang melakukan pembelian tanpa pemakaian plastik pada merchant tersebut dapat memindai kode QR yang disediakan untuk mendapatkan reward melalui aplikasi.
Sementara penghargaan kedua diraih oleh perwakilan dari Korea Selatan, Gu Hong Min dan To Hong Min, dan penghargaan ketiga diraih oleh perwakilan dari Malaysia Hoh Jia Da dan Oscar Ling Fang Jack.
“Semoga program inkubator CSIRO dan jaringan yang telah kami bangun (selama Hackathon) dapat membantu mengembangkan aplikasi kami, dan pada akhirnya dapat memberikan dampak bagi masyarakat dan lingkungan,” kata Chanrithisak Phok dan Bunnet Phoung, tim pemenang EAS Hackathon 2022 dari Kamboja.
Lebih lanjut Phoc menambahkan bahwa ide mereka terinspirasi dari data yang mereka temukan, salah satunya bahwa bisnis makanan dan minuman menyumbang sebesar 31 persen pencemaran sampah plastik di laut.
“Kami percaya pada kekuatan kaum muda untuk menjadi bagian dari solusi. Melihat ide-ide yang masuk, saya menemukan adanya terobosan dan inovasi yang berpotensi besar untuk mengatasi masalah ini. Kami berharap Hackathon ini akan membuka jalan bagi penelitian dan inovasi, serta semakin membuka kesadaran publik, terutama di kalangan anak muda.” ujar Dr. Yang Mee Eng, Direktur Eksekutif ASEAN Foundation.
Penulis: Angela Marici.
#Women for Women