Fimela.com, Jakarta Permainan tradisional latto-latto belakangan kian populer. Tidak hanya anak-anak, permainan ini juga cukup tinggi peminatnya di kalangan orang dewasa.
Bahkan permainan ini juga sempat dicoba oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat berkunjung ke Subang. Momen Jokowi bermain latto-latto atau yang disebut juga sebagai nok-nok ini diunggah di akun Instagram Ridwan Kamil, Selasa (27/12/2022).
“Main nok-nok bareng teman (tanda silang). Main nok-nok bareng Presiden dan Gubernur (tanda centang),” tulis Ridwan Kamil dalam keterangan akun Instagramnya @ridwankamil.
Advertisement
Latto-latto merupakan permainan yang terdiri dari dua bola pemberat yang sama. Kedua bola tersebut terikat dalam seutas tali dengan cincin yang terdapat di atasnya.
Cara memainkan permainan ini sangat mudah. Cukup diayunkan ke atas dan ke bawah supaya bola bergerak berlawanan dan terbentur di tengah, sehingga mengeluarkan bunyi.
Meski terlihat sederhana, latto-latto diketahui memiliki manfaat positif untuk anak. Salah satunya untuk melatih konsentrasi dan fokus. Hal ini dikarenakan diperlukan konsentrasi dan fokus tinggi untuk membuat kedua bola tetap beradu. Selain itu, permainan ini juga bisa menjadi sarana belajar anak untuk mengontrol gerak tangan.
Advertisement
Sempat Dilarang di Sejumlah Negara
Melansir dari Groovy History, latto-latto sebenarnya sudah ada sejak tahun 1960-an dan populer di masanya. Di Amerika, mainan ini dikenal dengan nama clackers, click-clacks, knockers, ker-banks, hingga clankers.
Dahulu, latto-latto dianggap berbahaya, bahkan dilarang dimainkan di sejumlah negara. Sebab, latto-latto zaman dahulu terbuat dari kaca. Sehingga sangat berisiko pecah dan serpihannya mengenai pemain atau orang di sekitarnya.
Latto-latto yang terbuat dari kaca ini menyebabkan empat anak di Amerika cedera di bagian mata. Akibatnya, di tahun 1966 FDA melarang permainan tersebut beredar. Sementara di Mesir, permainan itu sempat dilarang pada 2017 karena dianggap melecehkan Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi.