Fimela.com, Jakarta Self Reward mungkin menjadi istilah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Semakin akrab terdengar di masa pandemi, self reward dilakukan banyak orang sebagai bentuk apresiasi terhadap diri sendiri yang sudah bekerja keras.
Ada banyak cara yang dilakukan masyarakat Indonesia untuk self reward. Mulai dari belanja yang diinginkan, makan makanan mewah, hingga jalan-jalan ke destinasi yang sudah lama ingin dituju. Bentuk self reward tersebut tentu akan memakan biaya tertentu.
Melakukan self reward sebenarnya menjadi bagian dari cara kita menghargai dan mencintai diri sendiri. Namun apakah kamu yakin self reward yang kamu lakukan benar-benar untuk mengapresiasi diri? Apa jangan-jangan kamu sedan diam-diam impulsif namun berkedok self reward?
Advertisement
Advertisement
Sadari sebagai pelarian diri
Mindfullness Practioner Adjie Santosoputro menjelaskan tidak ada kata salah atau benar dalam melakukan self reward. Lakukan self reward secukupnya saja.
"Secukupnya saja. Tapi perlu menyadari bahwa impuls by emotionallly eating, misalnya itu jadi pelarian dari kenyataan," kata Adjie dalam sebuah acara.
Adjie mengingatkan saat melakukan self reward penting untuk menyadari hal tersebut sebagai pelarian. Sehingga kita lebih mawas diri dalam melakukan pengeluaran.
Ada upaya pemulihan
Ketika seseorang tidak menyadari self reward yang dilakukan adalah bagian dari pelarian, cenderung mengeluarkan biaya yang lebih besar. Pada kondisi ini kita akan cenderung lebih loyal dalam mengeluarkan uang untuk self reward. Akhirnya bikin kantong kebobolan.
Menurut Adjie, menjadikan self reward sebagai sebuah pelarian dari masalah itu manusiawi. Namun harus dibarengi dengan kesadaran bahwa kamu sedang melarikan diri dan harus dibarengi dengan upaya pemulihan kondisi mental agar tidak selalu melarikan diri dalam self reward.