Fimela.com, Jakarta Kematian bisa menjadi topik yang cukup sering kita hindari. Ada rasa takut dan cemas yang kadang menghampiri saat kita membayangkan soal kematian. Hanya saja kematian adalah sebuah keniscayaan yang pasti akan terjadi pada semua yang hidup.
Setiap manusia pasti akan sampai pada sebuah titik akhir. Namun, ada juga manusia yang memilih untuk membuat sendiri titik akhir perjalanannya tanpa menunggu waktu menghamparkan hari-hari baru untuknya. Tiap manusia yang tiada juga akan meninggalkan sesuatu, atau malah tidak meninggalkan apa-apa? Things Left Behind, buku ini mengungkap sejumlah kisah nyata di balik kematian yang diceritakan oleh seorang pengurus barang-barang orang yang sudah meninggal. Melalui pengalaman dan perenungannya soal kehidupan serta kematian, buku ini menyajikan makna-makna yang indah sekaligus menyentuh tentang hal-hal penting dalam hidup kita.
Advertisement
Things Left Behind
Judul: Things Left Behind: Hal-Hal yang Kita Pelajari dari Mereka yang Telah Tiada
Penulis: Kim Sae Byoul, Jeon Ae Won
Alih Bahasa: Anna Lee
Desain Sampul: Martin Dima
Setting: Fajarianto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Apakah yang akan terjadi setelah kita mati? Bagaimanakah kisah sesungguhnya di balik kematian seseorang?Sungguhkah kesepian bisa membuat orang kehilangan semangat hidup?Mengapa ada orang yang memutuskan untuk bunuh diri?
Buku ini mengungkap beragam kisah nyata di balik kematian yang diceritakan oleh seorang pengurus barang-barang peninggalan orang yang sudah meninggal, baik yang meninggal karena sebab natural maupun tidak—misalnya pembunuhan atau bunuh diri. Saat diminta membersihkan barang milik orang yang telah meninggal, terkadang ditemui kasus-kasus mengejutkan, seperti orang tua yang meninggal tanpa diketahui orang lain dan jenazahnya baru ditemukan berminggu-minggu kemudian.
Ditulis dengan jernih dan menyentuh, buku yang mengilhami K-drama Move to Heaven ini menggabungkan pengalaman pribadi dan renungan personal dengan bahasa yang mengalir dan enak dibaca.
Inilah buku menarik yang akan membuat pembaca menangis terharu, sekaligus menyadarkan kita akan hal-hal penting yang selama ini luput dari perhatian, antara lain betapa berharganya kehidupan, keluarga, kasih sayang, dan persahabatan.
***
"Aku berharap kita juga dapat mensyukuri hidup kita dan hidup orang-orang yang kita kasihi, serta menyadari bahwa sekadar hidup begitu saja dan hidup dengan penuh syukur itu sangat berbeda." (hlm. xviii)
"Kematian hanyalah sepenggal bagian dari alam semesta." (hlm. 16)
"Tetai, hati manusia tidak bisa diisi dengan barang. Dia sangat menderita karena kesepian dan akhirnya mengakhiri hidupnya sendiri." (hlm. 37)
Dari barang-barang yang tersisa atau ditinggalkan orang yang sudah meninggal, kita bisa melihat gambaran kehidupan yang pernah dijalaninya. Apakah dia bahagia? Apakah dia merana? Apakah dia menyayangi hidupnya? Atau malah dia merasa hidupnya tak berharga?
Penulis memoar ini adalah pengurus barang-barang orang yang sudah meninggal. Jasa yang ditawarkan tak terbatas hanya pada mengumpulkan barang-barang yang ditinggalkan mendiang. Lebih dari itu, ia juga harus memastikan pekerjaannya tidak mengganggu orang-orang yang masih hidup atau klien yang menggunakan jasanya. Menyandang profesi yang tak biasa, ia juga harus selalu menguatkan diri dan mentalnya menghadapi ragam cibiran atau pandangan negatif orang lain.
"Penderitaan adalah seperti uang sewa yang kita bayarkan setiap bulan kepada kehidupan. Tetapi, jauh lebih banyak kebahagiaan yang datang kepada kita daripada penderitaan. Kita tak sadar karena kita menganggap hal itu wajar."
"Meskipun penderitaan yang melebih kekuatan kita menimpa kita, kita harus bangkit lagi dan melanjutkan kehidupan. Karena itulah hidup."
"Hidup adalah berkat dan mukjizat. Keberadaan kita adalah peristiwa yang paling istimewa sejak alam semesta ini diciptakan. Kita lahir ke dunia berarti kita telah dipilih oleh Yang Mahakuasa."
Ditulis dalam empat bagian: Seandainya Mereka Lebih Saling Mengasihi; Seperti Apa pun Hidup Kita, Kta Berharga; Harapan yang Muncul di Titik Terendah; dan Yang Tersisa dalam Hidup Pada Akhirnya, kumpulan esai dalam buku ini juga disisipi dengan renungan-renungan personal penulis. Ada kalanya setelah menyudahi membaca sebuah cerita, kita perlu waktu untuk merenung hingga menenangkan diri lebih dulu sebelum berlanjut membaca cerita berikutnya.
Kematian dalam kesepian menjadi topik yang cukup banyak disinggung dalam buku ini. Kita lahir dan hadir ke dunia ini tanpa bisa meminta takdir yang ingin kita jalani. Berbagai persoalan, tekanan, dan masalah hidup bisa datang silih berganti. Membuat semangat hidup yang tadinya ada perlahan meredup hingga kemudian hilang tertiup embusan angin. Sampai ada yang memilih untuk mengakhiri hidup dan menyambut kematian tanpa bisa menunggu sedikit lebih lama lagi.
"Dunia sudah berubah. Kita tidak bisa sendirian menetap di masa lalu. Apakah dunia mau menyesuaikan dirinya dengan diri kita? Kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan dunia."
"Jika kamu mempunyai keberanian untuk mengakhiri hidupmu sendiri, jalanilah hidupmu dengan keberanian itu."
"Pada hakikatnya, hidup atau pun mati adalah hal yang terjadi dalam kesepian, tetapi kita menjalani hidup kita sampai akhir tanpa menyerah karena kita mendapat kekuatan dalam hubungan dengan orang-orang terdekat."
"Kematian seorang diri dalam kesepian tanpa ada yang mendampingi bukan menunjukkan bahwa dia mati dalam kesepian, melainkan menunjukkan bahwa dia hidup dalam kesepian."
"Salam singkat kita yang menanyakan kabar, atau sepatah kata hangat dari kita, bisa membuat orang-orang yang berharga bagi kita tidak memilih kematian, tetapi memilih hidup. Yang tersisa bagi kita hanyalah satu hal, yaitu kita mengasihi seseorang dengan segenap hati dan dikasihi oleh seseorang."
Begitu banyak kisah yang menghadirkan pilu sekaligus haru yang diceritakan di buku ini. Kasus bunuh diri hingga pembunuhan menjadi topik yang terasa menyeramkan tapi ketika diceritakan dari sudut pandang seorang pengurus barang-barang orang meninggal, ada begitu banyak celah yang menjadi bahan perenungan soal kehidupan itu sendiri. Bertahan menjalani hidup yang berat bukan perkara mudah. Bertahan untuk tetap kuat menghadapi berbagai tekanan juga bisa membuat kita berada di titik terendah dalam hidup.
Perenungan-perenungan di buku ini juga jadi pengingat bagi kita untuk bisa lebih peka dengan orang-orang di sekitar kita. Ada banyak kasus orang meninggal dunia di Korea Selatan yang kematiannya atau jasadnya baru ditemukan berminggu-minggu kemudian. Ada seseorang merasa menyesal karena merasa kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan nyawa sahabatnya sendiri. Ada hewan peliharaan yang menunggui jasad majikannya yang tak ditemukan dalam waktu lama sampai ia sendiri tak bisa bertahan hidup. Ada yang memutuskan untuk tak memberitahu putrinya bahwa dirinya sakit parah sampai akhirnya meninggal di kamarnya sendiri. Juga ada nenek yang kematiannya baru diketahui beberapa hari kemudian oleh anggota keluarga yang serumah dengannya. Mungkinkah kematian seseorang bisa dicegah atau diantisipasi dengan lebih baik andai kita bisa lebih sedikit peka dan memberi perhatian padanya?
Membersihkan ruangan yang sempat didiami jasad jelas bukan tugas yang mudah, tapi dari satu demi satu benda yang dikumpulkan akan terlihat rangkaian kisah dan cerita kehidupan mendiang yang pernah menghuni ruangan tersebut. Membaca kisah demi kisah dari orang yang sudah meninggal tidak membuat kita makin ngeri saat teringat kematian. Melainkan menumbuhkan kembali harapan dan semangat hidup yang lebih baik. Things Left Behind, buku yang menghangatkan hati dan mengingatkan kembali bahwa hidup ini sesulit apa pun perjalanannya tetap layak diperjuangkan.
#WomenforWomen