Fimela.com, Jakarta Perempuan kerap mendapat stereotip sebagai seorang 'bendahara' atau 'menteri keuangan' di lingkup keluarga, sekolah maupun profesional. Tak selalu dilihat dari sudut pandang negatif, predikat itu bisa disematkan karena kelihaian mereka mengelola finansial. Ada rasa aman dan kepercayaan di sana.
Apalagi di era sekarang, finansial menjadi sebuah sektor yang berkembang secara pesat karena kemajuan teknologi. Di situlah, kemampuan dalam mengelola finansial juga perlu di-update. Perempuan perlu melek finansial, setidaknya hal itu diyakini oleh Rachel Sugeha.
Rachel merupakan salah satu perempuan yang jadi penggawa KoinWorks, aplikasi keuangan super yang melayani pendanaan keuangan berbasis Peer to Peer (P2P) Lending. Ia menjabat sebagai Senior Vice President of Wealth yang telah membawa perubahan signifikan dalam perkembangan perusahaan tersebut.
Advertisement
"Waktu aku pertama kali join usernya sekitar 100 ribu, dan sekarang sudah 1,6 juta. Angka tersebut kepecah jadi dua. 70% sebagai orang yang ingin menumbuhkan asetnya sebagai personal, kemudian 30% sebagai pelaku bisnis yang ingin membesarkan usahanya dengan KoinWorks," tutur Rachel Sugehan dalam sesi wawancara eksklusif untuk FIMELA belum lama ini.
Rachel selama tiga tahun terakhir turut mendorong laju KoinWorks sebagai salah satu solusi pendanaan untuk pengembangan bisnis, baik perusahaan maupun perseorangan. Terbukti ia bisa menjawab kepercayaan CEO, Benedicto Haryono dengan membawa KoinWorks berkembang dalam pace yang relatif cepat.
Saat ini KoinWorks telah memiliki berbagai produk selain P2P Lending. Di awal tahun 2022, mereka melaporkan telah mendapat pendanaan sekitar 1,6 triliun rupiah, dengan jumlah user yang makin bertambah. Pamor mereka makin cemerlang dengan peresmian kantor baru di Singapura yang dilihat sebagai upaya untuk Go Global.
Terkait perannya di dunia fintech, Rachel Sugeha mengatakan jika perempuan dan finansial yang sebenarnya berkaitan erat. Ia merasa perempuan sudah selangkah lebih maju jika ingin terjun mendalami dunia finansial.
"Perempuan itu sebenarnya punya keunggulan secara gender untuk paham soal finansial karena nature-nya perempuan itu detail. Ketika ada pengeluaran, dicatat dan dihitung. Jadi ketika perempuan ingin belajar soal finansial harusnya jauh lebih mudah," kata Rachel.
Perbincangan FIMELA dengan Rachel Sugeha tak sampai di situ saja. Di sesi tersebut Rachel juga membahas perjalanan karier di KoinWorks, tantangan yang ia hadapi hingga miskonsepsi publik terkait P2P Lending. Simak hasil wawancara selengkapnya berikut ini.
Advertisement
Berkontribusi di KoinWorks
Dalam kunjungan kami ke kantor KoinWorks di kawasan Jakarta Selatan, Rachel memberi kesan sebagai perempuan yang kompeten dan sigap. Tak salah jika ia dipercaya mengemban tugas penting di perusahaannya.
Secara sederhana, apa itu KoinWorks?
Secara sederhana KoinWorks adalah Super Financial App. Konsep kita adalah one stop solution untuk produk finansial yang diperlukan customer. Kebutuhan orang kan beda-beda, ada yang untuk personal atau untuk meningkatkan bisnis. Untuk bisnis kita ada dari dia start bisnis sampai scale up-nya, untuk individu lebih fokus ke pengembangan aset.
Apa miskonsepsi yang sering Anda dengar tentang P2P lending?
P2P udah dari jaman dulu banget lah ya, ada orang mau pinjem uang, orang lain kasih pinjaman. Lalu mulai ada regulasi, dan bank yang biasanya memberi pinjaman. Tapi bank sendiri banyak barrier, karena highly regulated dan high cost juga kemudian ada terobosan P2P Lending yang mempertemukan orang yang ingin pinjam dan yang kasih pinjaman.
Dengan akses yang mudah, jadi banyak disalahgunakan untuk keperluan konsumtif misalnya beli makan, pulsa, gadget dan segala macem. Di KoinWorks kita tidak melayani yang seperti itu. Kita hanya melayani P2P produktif, jadi untuk mengembangkan bisnisnya pengguna.
Rachel sendiri sudah berapa lama bergabung, apa saja tugas sebagai Senior VP of Wealth?
Aku udah tiga tahun di KoinWorks. Start-nya bukan langsung jadi Senior VP of Wealth ya. Jadi awalnya dari marketing, terus sekarang diberi mandat untuk fokus nge-lead yang product wealth. Tugas utama yang pasti adalah gimana caranya pengguna yang masuk di KoinWorks untung.Â
Di kita barrier utamanya adalah literasi ya. Banyak orang yang ngerasa investasi udah pasti untung, tidak. Ada yang namanya risiko. Yang pertama adalah untuk mengedukasi mereka bahwa investasi itu tidak 100 persen untung. Yang kedua adalah gimana caranya mereka paham ketika ada risiko apa yang harus mereka lakukan supaya tetap mencapai tujuan awal yaitu growing assets.Â
Apa saja produk yang kini dimiliki KoinWorks?
Produk utama kita adalah P2P Lending di mana pengguna bisa memberi pinjaman ke pebisnis atau UKM yang sudah kita saring.
Kita juga ada KoinRobo, yang udah automate. Pengguna biasanya punya appetite berbeda ya, misalnya mau dengan pebisnis yang jualan baju atau makanan. Supaya lebih praktis, kita bikin yang ada automisasinya. Kalau yang KoinRobo ini udah paket lah istilahnya, periodenya berapa keuntungannya berapa udah kita kasih tau.
Ketiga kita punya KoinGold atau emas digital yang bisa dibeli mulai dari Rp 1000. Kita ingin user bisa diversifikasi, karena bisnis pinjaman kan naik turun, termasuk saat COVID-19 kemarin. Kita lihat emas punya sifat hedging (lindung nilai), makanya kita launching KoinGold ini, supaya saat para peminjam ini keuntungannya sedang slow, bisa dapat keuntungan dari produk lain yaitu emas.
Kita juga ada produk obligasi negara, kita sebutnya KoinBond. Jadi kita ingin user punya pilihan yang 100 persen dijamin negara. Karena kalau investasi lain kita nggak bisa bilang dijamin. Kalau surat hutang negara itu 100 persen dijamin negara.
Kini sudah punya 1,6 juta pengguna, proses yang Anda lewati dan rasakan seperti apa?
Suka dukanya pasti banyak ya. Kalau ditanya apa yang membuat perkembangan user kita cepat, tentunya adalah pengembangan produk. Pas pertama aku join produknya masih satu, yakni P2P Lending. Lalu kita tambahin produknya, sehingga mencakup pengguna yang lebih banyak. Didukung juga oleh tim produk yang melakukan riset, dan tak lepas dari partnership. Jadi sebenarnya kita growing itu nggak sendiri, ada partner-partner kita yang tumbuh bareng-bareng.Â
Apa tantangan yang Anda rasakan dalam mengelola Fintech?
Yang paling utama adalah literasi finansial. Karena orang Indonesia itu sangat FOMO. Saat ada promo, atau dibilang ada untung semua orang langsung ikutan tanpa sadar risikonya seperti apa. Kalau bicara investasi, kan semakin besar demand bakal ngaruh ke harga, jadi orang yang ikut-ikutan dan keluar terakhir nggak dapet apa-apa. Yang kedua tantangannya gimana buat orang mengerti dan absorb produk kita. Makanya kita punya podcast, kanal YouTube. Kita harus gunakan segala channel komunikasi agar orang mau belajar tentang finansial.
Fitur terbaru apa yang saat ini jadi andalan KoinWorks?
Recently kita baru launching produk namanya KoinWorks NEO. Ini berangkatnya dari problem pebisnis, di mana bikin rekening bisnis itu barrier-nya banyak. Jadi KoinWorks Neo menjawab pelaku bisnis dan UMKM yang belum punya underlying hukum seperti jual katering, atau online shopping, jadi ini menjadi jawaban untuk mereka memulai bisnis dengan hal yang benar. Jadi nggak dicampur antara uang bisnis dan pribadi.
Launchingnya dari April 2022, dan fitur unggulannya ada NEO Card yaitu kartu virtual bagi pelaku bisnis agar lebih mudah untuk mengelola keuangan bisnisnya sendiri.
Perempuan dan Serba-Serbi Finansial
Apa yang membuat Anda tertarik untuk terjun ke dunia finance?
Kalau terjun ke finance sebenarnya nggak ada yang terlalu gimana banget. Karena tuntutan pekerjaan mungkin, jadinya mau tidak mau terjun ke situ. Ketika lulus kuliah, kerja dan nabung, lalu mikir ini uangnya ditaruh di mana ya? Daripada duitnya nganggur. Ketika sudah ada aset untuk dikelola, nyari-nyari sendiri gimana cara mengelola asetnya. Lebih banyak dari dorongan pribadi untuk terjun ke dunia finance.
Menurut Anda, sejauh mana perempuan harus melek finansial?
Sudah pasti sangat penting ya. Cewek itu sebetulnya sudah punya keunggulan secara gender untuk bisa paham mengenai finansial karena nature-nya perempuan itu biasanya kan detail, beda sama laki-laki. Secara gender sudah maju satu langkah lebih depan, jadi ketika mau belajar soal finance, justru mereka yang detail, apa-apa dihitung dan dicek, harusnya akan jauh lebih unggul sih.
Seberapa perlu perempuan memiliki pendidikan tinggi dan punya karier sendiri?
Kita harus melihat society seperti apa. Kalau dulu mungkin norma atau adat masih ketat, sudah pasti pria adalah kepala keluarga, dan hidupmu akan lebih bahagia setelah menikah. Kenyataannya sekarang tidak. Ketika kita lihat society sudah berubah, perempuan juga harus upgrade dong. Mereka nggak bisa selalu bergantung pada pasangan untuk hidup. Udah pasti pendidikan itu penting.
Berumah tangga itu kan pilihan ya. Jadi berumah tangga atau karier itu bukan sesuatu yang kontradiktif. Walaupun berumah tangga tetap bisa berkarier. Jadi jawabannya udah pasti penting punya pendidikan tinggi, berkarier, jangan pikir kalau udah rumah tangga akan menghancurkan karier. Harusnya keduanya bisa berjalan beriringan.Â
Â
Pernahkah mengalami diskriminasi sebagai perempuan yang berkarier di dunia kerja?
Kalau aku pribadi sih belum pernah ngalamin ya, karena cewek nggak didengar. Tapi misalnya baca atau melihat dunia secara luas, seperti gaji (perempuan) yang lebih rendah memang ada.
Tapi jangan sampai informasi-informasi itu menghambat kamu untuk berkembang. Walaupun dibilang ada diskriminasi, tapi kita perlu introspeksi diri kita apakah ada dari kita yang perlu diperbaiki, dan kita perlu ada pemikiran bahwa kita itu equal dengan pria. Apapun yang terjadi jangan salahkan gender kamu, misalnya nggak bisa bersaing dengan pria, kita lihat dulu apa yang bisa diperbaiki dari diri kita dulu.
Prinsip apa yang Anda pegang teguh dalam berkarier?
Mau apapun profesinya, pastikan kamu bisa memberi kontribusi dan bisa memberikan value terhadap orang lain.
Apa saran yang bisa Anda berikan untuk perempuan yang ingin mulai berinvestasi?
Pastikan dulu dananya ada. Jangan sampai investasi dengan melakukan hutang, jadi harus ada dana darurat jika terjadi apa-apa nggak ada masalah. Setelah itu terpenuhi baru berpikir investasi. Jangan sampai sakit tapi uangnya di investasi semua, jadi nggak bisa bayar rumah sakit.
Kedua adalah pahami risikonya. Setiap orang punya preferensi risiko yang berbeda. Kalau aku high risk dengan ngejar return yang tinggi. Ada juga yang maunya yang slow-slow aja, nggak mau deg-degan tiap malam. Kamu harus pahami dulu risikomu, jadi waktu pilih produk nggak nyansar.
Apa cita-cita yang ingin Anda raih dalam hidup?
Secara cita-cita mungkin ngga ada keinginan jadi 'something'. Lebih ke apapun posisinya, yang jadi tujuan adalah yang aku lakukan dengan tim adalah sesuatu yang bisa berkontribusi terhadap masyarakat, membuat hidup orang lebih mudah.
Kalau pekerjaan mungkin bisa pindah-pindah ya, tapi kalau aku yang penting aku percaya dan suka dengan produknya, dan balik lagi bisa memberi kontribusi dan memudahkan hidup orang banyak.