Fimela.com, Jakarta Serangan Rusia membuat sejumlah besar keluarga di Ukraina harus meninggalkan tanah airnya untuk menyelamatkan diri. Seperti keluarga asal Mariupol, Yevgen Tishchenko (37) dan Tetiana Komisarova (40), yang memboyong keluarganya keluar dari wilayah Ukraina.
Pasangan suami istri ini membawa keempat anaknya meninggalkan Mariupol yang habis dihantam bom Rusia. Namun keluarga ini memilih untuk tidak menggunakan kereta api atau kendaraan lain untuk keluar dari Mariupol. Mereka justru memilih berjalan kaki karena dirasa paling memungkinkan untuk dilakukan.
Advertisement
BACA JUGA
Mengutip dari Liputan6.com, keluarga ini menempuh perjalanan sejauh 125 kilometer dengan berjalan kaki menuju tempat yang aman.
Setelah berminggu-minggu pasca dibomnya Mariupol, Tishchenko dan Komisarova mempersiapkan anak-anak mereka untuk melakoni perjalanan yang terbilang bahaya. Tidak hanya melakukan persiapan logistik seadanya, pasangan inipun mempersiapkan mental anak-anaknya dengan menjelaskan apa yang terjadi selama mereka berada di ruang bawah tanah.
Advertisement
Persiapan perjalanan jauh
Minggu lalu, pasangan ini akhirnnya memutuskan memboyong keempat anaknya keluar dari ruang bawah tanah menuju tempat yang aman di luar Mariupol. Mereka pun gugup membawa anak-anak keluar gedung karena ini menjadi pertama mereka semua pergi setelah serangan pertama Rusia pada 24 Februari.
Saat keluar dari ruang bawah tanah yang mereka lihat hanyalah kehancuran kota di mana-mana.
"Ketika anak-anak melihat itu, mereka berjalan dalam diam. Saya tidak tahu apa yang ada di kepala mereka. Mungkin mereka juga tidak percaya bahwa kota kita sudah tidak ada lagi," kata Yevgen.
Yevgen dan sang istri sebenarnya sudah tidak asing dengan pemandangan hancurnya kota. Mereka masih suka keluar dari ruang bawah tanah untuk mengambil makanan dan air dari gerai yang dibom. Bahkan sudah tidak asing lagi jika mereka menemukan mayat berserakan di jalan.
Tinggal di bawah tanah
Yevgen dan keluarganya terpaksa melanjutkan hidup dari ruang bawah tanah setelah bom rusia menghantam atap blok apartemen mereka. Mereka pun berkemas dengan membawa buku-buku ke ruang bawah tanah. Dengan cahaya yang sangat redup, anak-anak mereka membaca buku untuk mengisi waktu luang.
Setelah beberapa minggu, akhirnya keluarga ini memberanikan untuk meninggalkan ruang bawah tanah ke tempat yang lebih aman. Mereka pun membawa semua orang yang dikemas dalam tas-tas besar dan itu berat.
Menggendong tas berat menjadi beban di hari-hari pertama melarikan diri. Sampai akhirnya Yevgen menemukan "kereta emas" untuk membantu membawa barang-barang mereka.
Adalah troli dengan tiga roda yang sudah berkarat dan berderit membuat perjalanan mereka sedikit lebih mudah.
"Istri saya mendorong gadis bungsu kami dengan sepeda roda tiganya. Dan saya mendorong kereta, seringkali dengan salah satu anak duduk di atas tas," kata Yevgen. "Dua lainnya berjalan di sampingku."
Advertisement
Tidur di rumah penduduk
Setelah berjalan lima hari empat malam, keluarga itu melewati banyak pos pemeriksanaan Rusia. Mereka berhasil lolos dari pos pemeriksaan setelah memberi tahu prajurit mereka sedang menuju ke kerabat mereka.
"Mereka tidak memperlakukan kami sebagai musuh, mereka mencoba membantu," kata Yevgen.
"Tetapi setiap kali mereka bertanya kepada kami: 'Dari mana Anda berasal? Dari Mariupol? Tapi mengapa Anda pergi ke arah ini, mengapa Anda tidak pergi ke Rusia?'.”
Meski melakukan perjalanan yang jauh dan berat, ada saja orang baik yang menolong keluarga ini. Banyak penduduk setempat yang membukakan pintu bagi keluarga ini untuk tidur di malam hari. Bahkan mereka memberi makan dengan baik.
Dibantu pengemudi pengantar sayur
Perjalanan panjang keluarga ini akhirnya selesai berkat bantuan Dmytro Zhirnikov, yang sedang mengemudi melalui Polohy, sebuah kota yang diduduki Rusia yang terletak sekitar 100 km dari Zaporizhzhia.
"Saya melihat keluarga ini mendorong gerobak di pinggir jalan," kata Zhirnikov, yang memang sering pergi ke Zaporizhzhia untuk menjual sayuran yang diproduksi keluarganya.
Zhirnikov pun meminta keluarga ini meletakkan barang-barang mereka di trailer. Perjalanan pun dilanjutkan dengan mobil vannya yang rusak.
Zhirnikov ingat kegembiraan yang mereka rasakan ketika mereka muncul dari wilayah yang dikuasai Rusia dan melihat tentara Ukraina.
Advertisement
Berencana mulai hidup baru
"Ketika kami melewati pos pemeriksaan pertama, semua orang mulai menangis," katanya.
"Kami hanya memiliki satu tujuan: Agar anak-anak kami dapat tinggal di Ukraina. Mereka adalah orang Ukraina, kami tidak dapat membayangkan bahwa mereka dapat tinggal di negara lain," kata Tetiana.
Keluarga ini berencana membuka lembaran baru dengan menaiki kota yang penuh sesak menuju kota barat Lviv. Mereka kemudian berencana untuk pindah ke Ivano-Frankivsk, kota besar lain di Ukraina barat, untuk mencoba membangun kembali kehidupan normal. Di mana Yevgen mencari pekerjaan dan istrinya mengurus anak-anak sembari mencarikan sekolah baru.