Fimela.com, Jakarta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi salah satu pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, agar UMKM dapat eksis dan berkelanjutan, sejumlah pihak pun melakukan pembinaan untuk para pelaku usaha.
Produsen serat viscose, Asia Pacific Rayon (APR) dan Jakarta Fashion Hub (JFH) misalnya yang berkolaborasi dalam kegiatan pembinaan UMKM yang diinisiasi oleh Bank Central Asia (BCA), yaitu BCA Bangga Lokal: Fashioning the Future.
Program yang menggandeng sejumlah UMKM fesyen ini bertujuan mengembangkan bisnis dan memasarkan produk yang berdaya saing sesuai dengan tuntutan pasar saat ini. BCA Bangga Lokal memberikan pelatihan, mentoring dan fasilitas yang dibutuhkan oleh para UMKM fesyen yang diharapkan dapat mendorong lebih banyak UMKM untuk naik kelas dan go global.
Advertisement
Dalam kolaborasi ini, APR dan JFH membantu akses sourcing bahan viscose-rayon bagi para UMKM dan bekerja sama dengan BCA dan Clara Indonesia dalam menggagas berbagai kelas pelatihan seperti pengembangan produk, akses mendapatkan bahan baku, hingga strategi marketing.
Beberapa partner APR dan JFH yang malang melintang di dunia fesyen, turut serta memberikan pelatihan di program BCA Bangga Lokal kali ini, seperti Nonita Respati (Purana), Shari Semesta (Imaji Studio), Restu Anggraini dan Raja Siregar.
Head of Marketing Communication Asia Pacific Rayon, Sheila Rahmat mengatakan bahwa APR memiliki misi yang sama dengan BCA, yaitu ingin memajukan UMKM di Indonesia dengan memberikan hasil produk yang berkualitas dan dapat dijual hingga ke mancanegara.
“Kami menyambut baik inisiatif BCA untuk memfasilitasi mitra dari UMKM untuk mendorong UMKM fesyen naik kelas, selaras dengan visi APR untuk mendukung penggunaan produk yang berasal dan dibuat dari dalam negeri yakni Everything Indonesia,” ujar Sheila Rahmat, dalam seremonial program BCA Bangga Lokal: Fashioning the Future di Grebe, Puri Indah Mall, Jumat (25/3).
Partisipasi Ratusan UMKM
I Ketut Alam Wangasawijaya, Executive Vice President Transaction Banking BCA menyampaikan, BCA berkomitmen membangkitkan dan menumbuhkan UMKM Indonesia yang sehat. Salah satu industri yang tumbuh besar dan berkembang pesat di Indonesia adalah sektor fesyen. Maka dari itu, BCA pun mencermati perkembangan UMKM di industri fesyen yang tak pernah lekang di makan usia.
“Melalui kegiatan Fashioning the Future 2022 menjadi momentum yang tepat bagi rekan-rekan UMKM untuk menampilkan hasil karya kekinian dan memiliki daya jual tinggi. Semoga dengan adanya kegiatan ini memberikan peluang yang baik bagi perekonomian bisnis lokal di Indonesia,” kata I Ketut Alam Wangasawijaya.
Dalam kegiatan Fashioning the Future 2022, sebanyak 115 UMKM berpartisipasi dalam program mentorship yang dibuka sejak tahun lalu. Dari jumlah itu, sebanyak 76 peserta hadir dan 27 di antaranya terdaftar sebagai mitra.
Adapun, dari jumlah itu hanya lima mitra terpilih yang berhak mengikuti keseluruhan program dan produknya dipajang di Grebe selama 25 Maret hingga 25 April 2022. Kelima brand tersebut adalah Attelier (Joenathan Tanumihardja), Hana Aisha (Ayu Ginarani), Maritza (Darin Emira), Nokanik (Diani), dan Privet (Krisnayanti Aditasari).
Challenge Gunakan Bahan Ramah Lingkungan dari APR
Selama program pembinaan berlangsung, para mitra ditantang untuk membuat produk yang menggunakan bahan viscose-rayon APR, yang mereka sourcing langsung dari JFH. Menariknya, lima brand terpilih yang menampilkan koleksi yang menggunakan material berserat viscose-rayon ini tidak seluruhnya menampilkan produk pakaian, melainkan juga ada produk sepatu dan aksesori.
Ayu Ginarani misalnya. Dia mendirikan usaha berlabel Hana Aisha sejak 2016 menghadirkan kerudung bermotif dan busana muslim dengan metode printing. Sebelumnya Ayu mengaku hanya membuat busana tersebut dari bahan campuran rayon dan polyester.
Kemudian selama satu bulan, Ayu ditantang membuat karya sebanyak dua look menggunakan material 100% viscose-rayon dari APR. Ketika menggunakan viscose-rayon, Ayu baru mengetahui bahwa hasil cetakan kain yang terbuat dari material alam itu ternyata memiliki perbedaan hingga 30% dari kain pada umumnya.
“Jadi, untuk mendapatkan warna dari motif print yang diinginkan, saya membuat chart-nya dulu. Meski demikian, ternyata viscose-rayon yang telah dicetak bisa menghasilkan banyak warna dalam satu printing. Jadi bisa untuk berbagai produk. Bahan viscose-rayon pun adem, lembut sekali, dan nyaman dipakai harian. Juga natural dan mudah terurai di alam,” kata Ayu.
Penggunaan viscose-rayon juga diaplikasikan pertama kalinya ke dalam produk alas kali yang dibuat oleh Privet. Krisnayanti Aditasari, pemilik Privet menjelaskan, dia diberikan challenge untuk membuat produk baru bertema Spring.
“Jadi kami mengombinasikan warna colorful dari ungu dan hijau dengan bahan viscose-rayon dari APR. Jujur, ini pertama kalinya Privet menggunakan kain rayon yang ramah lingkungan karena sebelumnya kami memiliki standar ketebalan kain sendiri untuk pembuatan sandal. Tapi ternyata, dari APR kami dapat kesempatan baru dan belajar bahwa ternyata kain viscose-rayon bisa dan cocok untuk produk kami. Hasilnya pun nggak jauh berbeda dengan kain yang lain, tapi ini materialnya lebih ramah lingkungan,” kata Krisnayanti Aditasari.
Sementara Attelier, Joenathan Tanumihardja, ditantang untuk membuat scarf dan bros. Dalam penggunaan viscose-rayon dari APR, Joenathan mengaplikasikan bahan tersebut ke dalam scarf.
“Attelier menggunakan desain dari snowdrop flower yang banyak diceritakan di dongeng dan legenda. Bunga ini melambangkan harapan di kehidupan yang baru,” kata Joenathan.
Terkait pengalamannya menggunakan bahan viscose-rayon yang disediakan APR, Joenathan mengaku bahwa challenge ini menjadi hal yang baru untuknya. Dia juga mendapatkan insight dari APR dan JPH terkait pemilihan bahan yang cocok untuk scarf Attelier.
Kemudian Nokanik yang merupakan usaha keluarga yang dikembangkan secara turun-temurun dan kini dijalankan oleh Diani. Dalam kegiatan ini, Nokanik ditantang memadupadankan batik tulis dengan material 100% viscose-rayon ramah lingkungan.
“Saya coba mengombinasikan warna yang cocok dengan kain dari APR. Detail batik tulis saya buat sederhana. Menurut saya, ketika menggunakan kain dari APR ini, dipastikan sudah terjamin, sustainable murni dari alam yang cocok untuk era saat ini. Pun di APR kainnya sudah bersertifikat jadi konsumen pasti percaya dengan produk yang diciptakan dan pasti senang,” kata Diani.
Sementara Darin Emira, pemilik label busana muslim Maritza juga baru kali pertama menggunakan kain viscose-rayon. Sebelumnya dia menggunakan kain berbahan licin, seperti satin yang dikombinasikan dengan brokat dan tile.
“Dengan kain viscose-rayon pakaian jadi terlihat lebih mewah dan cocok untuk daily wear karena menyerap keringat, dan ramah lingkungan. Harganya pun masih terjangkau,” kata Darin.
Keunggulan viscose-rayon dari APR
Dengan adanya kolaborasi bersama UMKM fesyen, tentunya tak hanya mengembangkan potensi mereka untuk memajukan fesyen Indonesia. Melainkan juga menunjukkan bahwa produk viscose-rayon dapat diaplikasikan ke berbagai produk selain pakaian, yakni untuk membuat sepatu hingga syal dan sejenisnya.
Untuk diketahui, Asia Pacific Rayon merupakan perusahaan penghasil serat viscose-rayon terintegrasi yang terbesar di Indonesia. Produk serat viscose-rayon kerap diaplikasikan untuk mendukung modest fashion, karena sifatnya yang sejuk, nyaman, ringan dan mudah dikombinasikan dengan bahan lainnya.
Tak hanya itu, serat viscose-rayon yang dihasilkan APR bersifat sustainable atau berkelanjutan, sehingga sejalan dengan pendekatan sustainable fashion yang saat ini banyak mulai diterapkan oleh para pengiat fesyen dunia.
Adapun, Jakarta Fashion Hub merupakan ruang kolaboratif yang diinisiasi oleh APR untuk mendukung potensi dan mendorong kreativitas penggiat fesyen dalam negeri serta mengoneksikan sektor fesyen hingga tekstil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sektor kreatif ini.
(*)