Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti pernah merasakan perasaan tak nyaman seperti rendah diri, sedih, kecewa, gelisah, dan tidak tenang dalam hidup. Kehilangan rasa percaya diri hingga kehilangan harapan hidup memang sangat menyakitkan. Meskipun begitu, selalu ada cara untuk kembali kuat menjalani hidup dan lebih menyayangi diri sendiri dengan utuh. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Bye Insecurities Berbagi Cerita untuk Lebih Mencintai dan Menerima Diri Sendiri ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Marantina
Setiap mama melihatku menulis atau mengetik, dia akan mengeluh. Menurut mama, ada banyak hal lebih baik yang bisa aku lakukan selain menulis. Menurut mama, menulis tidak akan membuatku sukses. Menurut mama, penulis tidak akan bisa kaya.
Itulah mamaku. Hidupnya memang berat dan orangtuanya pun mendidik mama dengan sangat keras. Abang dan adik mamaku merupakan pekerja kantoran, terutama PNS, termasuk mamaku. Entah bagaimana ceritanya, menurut keluarga mamaku, pekerjaan yang bagus itu adalah pekerjaan yang dilakukan di kantor dengan status pegawai tetap.
Sejak kecil, mama juga selalu mendorong aku dan kakak-kakakku untuk bekerja kantoran. Kalau bisa jadi PNS akan sangat bagus, kata mama. Tapi jujur saja, tidak ada niatku untuk jadi pegawai sipil.
Tekanan itu semakin besar ketika kakak pertamaku diterima menjadi PNS. Otomatis, dia menjadi anak favorit mama karena berhasil mewujudkan impian mama: punya anak yang juga bekerja sebagai pegawai sipil sepertinya.
Sebagai anak, tentu saja aku ingin membahagiakan orangtuaku. Aku menyayangi mereka karena mereka sudah jadi orangtua yang baik. Namun di sisi lain, aku terus merasa bersalah karena apa yang mama cita-citakan untukku bukanlah apa yang aku mau.
Advertisement
Menemukan Bakat Meningkatkan Kepercayaan Diri
Ingatanku tentang masa SMA adalah kegalauan dan ketidakpercayaan diri. Bagaimana mungkin aku percaya pada diriku jika aku harus terus merasa bersalah karena tidak menginginkan apa yang mama inginkan? Aku kerap merasa insecure.
Mama selalu memaksaku untuk ikuti jejaknya dan kakak menjadi PNS. Ketika aku bilang tidak mau, mama menanyakan apa cita-citaku. Saat itu aku pun belum tahu pasti apa yang aku mau. Aku ingin bereksplorasi. Aku ingin mencoba banyak hal lebih dahulu untuk tahu apa yang aku suka dan ingin aku kerjakan dalam hidupku. Namun, proses pencarian ini menjadi berat karena tekanan dari mama.
Hingga akhirnya aku ikut kelas training menulis yang diadakan alumni sekolahku. Waktu itu aku hanya iseng. Tapi memang sejak SD aku sudah menulis jurnal atau diary. Mata pelajaran kesukaanku pun bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Aku tak menyangka bahwa kelas yang berlangsung selama empat bulan itu mengubah hidupku.
Di kelas tersebut, aku punya mentor, yaitu alumnus yang setelah lulus kuliah menjadi penulis skrip. Selain itu, beliau juga pernah bekerja sebagai copywriter dan jurnalis. Dari dia, aku melihat bahwa menulis ternyata bisa jadi mata pencaharian. Tidak lama setelah mengenalnya dan mengikuti kelas menulis, aku memutuskan aku juga ingin menjadi penulis.
Memilih Jalan Hidup Sendiri
Pada awalnya, keikutsertaanku di kelas menulis ditentang oleh mama. Menurut mama, aku hanya membuang waktu. Seharusnya aku les mata pelajaran lain, khususnya eksakta seperti Matematika. Tapi aku bersikeras ingin belajar menulis. Aku suka sekali menulis dan melihat masa depan yang cerah dari menulis karena melihat mentorku.
Saat ikut training menulis, aku kerap mendapat tugas menulis berbagai topik dengan berbagai gaya penulisan. Mentorku sering sekali memujiku. Pujian dan semangat darinya menjadi bensin yang membuatku semakin berapi-api dalam mengejar impianku menjadi penulis.
Aku yang tadinya galau dan tidak percaya diri akan masa depanku, berubah total. Akhirnya aku tahu apa yang aku suka dan aku punya cita-cita yang jelas. Aku juga jadi punya argumen ketika lagi dan lagi, mama menyuruhku jadi PNS. Insecurity tidak lagi kurasakan.
Ketika aku kuliah dan mengambil jurusan Ilmu Komunikasi, mama memperlihatkan kekecewaannya. Namun aku sangat menghargai karena mama tetap bertanggung jawab membayar uang kuliahku. Perlahan-lahan sikap mama berubah. Paksaan jadi PNS mulai memudar.
Beberapa kali aku mendapat penghargaan dan bayaran dari karya tulisanku selama kuliah. Itu semakin mengubah sikap mama terhadap kesukaanku terhadap dunia tulis menulis. Hingga akhirnya aku bekerja menjadi wartawan dan menjadikan tulisan sebagai sumber penghasilanku.
Orangtua pasti ingin yang anak-anaknya bahagia. Namun, orangtua kerap lupa bahwa cara menuju kebahagiaan tidak selalu seperti apa yang mereka pikirkan. Untuk itu, tidak perlu insecure jika kita tidak bisa memenuhi harapan orangtua. Kejarlah cita-cita kita sambil menunjukkan prestasi sehingga orangtua yakin pada kita dan tidak ada lagi insecurity di antara kita.
#WomenforWomen