Fimela.com, Jakarta Museum MACAN berkolaborasi dengan beberapa organisasi kontemporer dari seluruh Indonesia untuk mengadakan pameran yang diberi tajuk Present Continuous/Sekarang Seterusnya. Pameran ini akan resmi dibuka pada hari Sabtu (15/1/2022) besok, namun telah dirilis sejak bulan September 2021 lalu.
Pameran Present Continuous/Sekarang Seterusnya adalah proyek kolaboratif yang diinisiasi dan diorganisasi oleh Museum MACAN, bekerja sama dengan Biennale Jogja, Indeks, Jatiwangi art Factory, LOKA, dan Makassar Biennale. Proyek ini adalah tanggapan atas pandemi COVID-19 di Indonesia.
Advertisement
BACA JUGA
Museum MACAN juga menjadikan Present Continuous/Sekarang Seterusnya sebagai wadah berbagi informasi dan riset dari komunitas artistik dari seluruh Indonesia. Ada 5 kurator yang ditunjuk oleh Museum MACAN, mereka adalah Anwar Jimpe Rachman, Arie Syarifuddin, Ella Nurvista, Putra Hidayatullah, dan Rizki Lazuardi.
Kelima kurator ini bersama tim kuratorial Museum MACAM memulai proyek ini dengan beberapa program wicara, diskusi, dan program daring yang menghubungkan publik dari berbagai kalangan dalam percakapan penting tentang situasi terkini berkaitan dengan praktik seni kontemporer di Indonesia. Present Continuous/Sekarang Seterusnya membuka berbagai percakapan yang kritis dan menghubungkan perupa dan komunitas dari berbagai penjuru Indonesia dengan membagikan perspektif dan praktik yang beragam.
Pamerannya merupakan puncak dari kolaborasi dan riset bersama rekan institusi yang telah berlangsung selama hampir 1 tahun, melibatkan 4 perupa dan 2 kolektif perubah yang telah dipilih oleh 5 ko-kurator. Mereka adalah Arifa Safura & DJ Rencong dari Banda Aceh, Mira Rizki dari Bandung, Kolektif Udeido dari Jayapura, Muhlis Lugis dari Makassar, dan Unit Pelaksana Terrakota Daerah dari Majalengka.
Pameran ini mengeksplorasi bagaimana perupa melakukan navigasi seputar memori kolektif, sejarah bunyi, dan hubungannya dengan gagasan "lingkungan sekitar," mitologi dan keanekaragaman hayati, dan industri kreatif yang dipimpin perupa, menghasilkan perubahan kebijakan secara nyata melalui pembangunan ekonomi mikro. Arifa Saputra menghadirkan karya Dancing Shadow tentang memori kolektif dan naratif dari 2 perempuan yang mengalami trauma akibat konflik di Aceh.
Seorang perempuan memiliki ketakutan pada pisau, sedangkan yang seorang lainnya takut pada musik dangdut. Dalam proyek ini, Arifa Saputra berkolaborasi dengan DJ Rencong untuk membuat instalasi dan memproduksi musik, sedangkan lukisan dan sketsanya dibuat oleh Arifa sendiri di Museum MACAN.
Â
Advertisement
Present Continuous/Sekarang Seterusnya karya Mira Rizki
Arifa Saputra dan DJ Rencong menggunakan sejumlah elemen yang berkaitan erat dengan masyarakat Aceh dan situasi yang terjadi di masa lalu, termasuk komposisi musik, yang menggabungkan klip-klip yang diambil dari film, rekaman piringan hitam tua, dan rekaman percakapan. Mira Rizki tertarik dengan bunyi karena mengingatkan bahwa dirinya tidak sendirian.
Risetnya mengeksplorasi konsep "komunitas berpagar" di kecamatan Regol, Bandung. Mira mengobservasi sebuah perubahan suasana sonik di area kelas menengah yang berdampak pada pemahaman dan pengalaman masyarakat terhadap ruang. Mira menggunakan tiang listrik sebagai elemen yang selalu dilihat dalam kehidupan sehari-hari dan dipasangi dengan pengeras suara yang memancarkan berbagai bunyi atau suara dari komunitas urban, karena ia ingin publik memiliki pengalaman dan perspektif yang berbeda terhadap karya.
Present Continuous/Sekarang Seterusnya karya Dicky Takndare dari Kolektif Udeido
Dicky Takndare dari Kolektif Udeido bekerja dengan menggali kembali kearifan lokal yang digunakan masyarakat Papua di masa lampau seperti konsep hidup, keyakinan, berbagai pengetahuan tradisional, cerita rakyat, atau nyany-nyanyian, lalu mengelaborasikannya dengan narasi kontemporer di masa kini. Praktik ini dilakukan untuk mencoba memproyeksikan masa depan yang dirasa ideal bagi masyarakat Papua.
Advertisement
Present Continuous/Sekarang Seterusnya karya Muhlis Lugis dari Makassar
Muhlis Lugis membawa cerita rakyat Sangiang Serri dan Meong Mpallo Karallae yang lahir dari pengalaman masa kecil saat hidup dengan nenek. Lewat karya ini, Muhlis ingin publik lebih memahami cerita rakyat tersebut dan nilai-nilainya bagi kehidupan.
Present Continuous/Sekarang Seterusnya karya Unit Pelaksana Terrakota Daerah dari Majalengka
Sedangkan Ade Ahmad Sujal dari Unit Pelaksana Terrakota Daerah membawa karya yang diberi nama Terraditionale. Karya ini adalah bagian dari "Babad Tanah Terrakota" yang dipresentasikan dalam bentuk Hawu atau sebuah tungku yang dibuat untuk membakar keramik, sebagai simbol ibu dari 9 Jabor di Majalengka yang karyanya juga ditampilkan di pameran ini.
Pameran Present Continuous/Sekarang Seterusnya dibuka untuk publik di Museum MACAN hingga tanggal 15 Mei 2022 dengan protokol kesehatan dan keamanan yang ketat. Penasaran, Sahabat FIMELA?