Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti pernah merasakan perasaan tak nyaman seperti rendah diri, sedih, kecewa, gelisah, dan tidak tenang dalam hidup. Kehilangan rasa percaya diri hingga kehilangan harapan hidup memang sangat menyakitkan. Meskipun begitu, selalu ada cara untuk kembali kuat menjalani hidup dan lebih menyayangi diri sendiri dengan utuh. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Bye Insecurities Berbagi Cerita untuk Lebih Mencintai dan Menerima Diri Sendiri ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Arunika
Aku sering merasa kurang percaya diri di depan umum, bahkan saat bersama sahabat pun aku masih merasa seperti itu. Dari rasa kurang percaya diri itu aku selalu menghindari kontak mata dengan lawan bicara.
Lain halnya ketika aku berada dalam keluarga yang dapat mengekspesikan diriku dengan bebas, karena aku merasa bahwa keluargaku menerima aku dengan banyak kekurangan ini. Aku berpikir jika orang di luar sana tidak dapat menerima diriku ini, mungkin mereka akan menjauh saat mengetahui diriku lebih buruk dari yang mereka ketahui secara penampilan luar.
Jerawat dan bekasnya, banyak bekas gigitan nyamuk di kaki yang menghitam, badan yang pendek dan berat badan yang tidak ideal. Semua hal itu mempengaruhi tingkah lakuku. Sejak aku SMP kelas 8 masalah karena hormonal dan lain sebagainya mulai menyerang.
Â
Â
Advertisement
Menutup Diri
Sejak itu aku semakin menutup diri dari lingkungan sosial, pertemanan, hingga mengurangi silaturahmi dengan om dan tanteku. Dari menjauhnya diriku dengan mereka, tidak lantas membuatku tenang karena mereka tidak bisa melihat hal buruk ini. Aku menjadi overthinking, sering menanyakan pada diri sendiri, "Mereka pada ngomongin aku nggak ya?"
Aku sudah berjuang untuk menyembuhkan diriku dengan berbagai cara, mulai dari obat apotek, kosmetik, hingga obat herbal. Tetap saja hasilnya nihil. Aku tambah malu jika teman-temanku menatap aku, bahkan mereka sering ngasih saran buatku, tetapi saran itu mereka tunjukkan di tempat keramaian, ya saat itu waktunya istirahat semua murid keluar untuk membeli makanan, temanku menatapku dengan penuh keheranan karena setiap hari kulitku tampak parah. Aku malu banget ketika ucapan dari beberapa temenku ini didengar oleh seluruh murid yang sedang jajan di kantin.
Cermin adalah benda mati yang aku takuti. Secara tidak sengaja waktu aku melewati sebuah cermin di kamar mandi dan kepalaku menengok ke benda tersebut, aku hampir tidak mengenali diriku sendiri.
Muka dengan bekas jerawat, kusam karena minyak, dan jerawat memerah yang sedang meradang. Jika aku sendiri saja takut akan penampilanku, apa yang orang lain rasakan ketika menatapku. Pun dengan badanku yang tidak ideal ini. Aku semakin overthinking.
Semua gangguan itu menyulitkanku untuk dapat berinteraksi dengan sesama. Aku terkadang sampai sulit untuk menjawab pertanyaan saat diajak ngobrol oleh temanku karena otakku terbagi menjadi dua perhatiannya.
Takut dengan Cermin
Perhatian pertama mengenai pendapat orang di depanku tentang fisikku, karena mereka selalu memiliki pandangan yang aneh saat bersamaku, yang kedua perhatian untuk menjawab pertanyaan dari temanku. Terkadang jawaban yang aneh dan waktu yang lama dalam menanggapinya menjadikan temanku sedikit menjauhiku.
Aku pernah mendengar dari kejauhan, bahwa ada beberapa temanku yang sedang menjadikan aku topik utama pada saat itu, apa lagi kalau bukan fisik dan perilaku anehku bahkan ada yang mengira jika aku memiliki keterbelakangan mental.
Usiaku semakin menginjak dewasa, 18 tahun sudah kini rupanya. Memang kondisi wajahku tidak separah dulu, tetapi tetap saja tidak bersih bedanya jerawatku kini tidak memerah, itu saja. Badanku juga masih terlihat seperti anak kelas 6 SD, jika aku melihat tetanggaku yang kelas 1 SMP dua kali lipat besar badannya dari aku.
Advertisement
Perlahan Bangkit untuk Lebih Percaya Diri
Semakin dewasa, semakin matang pola pikirku. Semakin lama aku bisa mengendalikan diriku untuk tidak insecure lagi. Aku berpendapat mungkin Allah memberi hal seperti ini agar aku bisa mengambil sesuatu di dalamnya. Memang benar, pelajaran yang kuambil adalah jangan sampai sebuah cobaan menjadikan kita putus asa dan hanya mengurung diri.
Aku mencoba mengikhlaskan segalanya, menerima semua, berusaha juga tentu. Bukan suatu hal yang mustahil namun perlahan akan berhasil. Semua tidak instan dan berubah total. Masih terdapat beberapa masalah pada diriku, tapi aku selalu mensyukurinya.
Semua orang tentu tidak sempurna, mungkin ini keburukan yang kupunya, aku juga punya keindahan yang aku usahakan untuk mengimbangi keburukanku, yaitu prestasi. Sekarang aku bisa percaya diri, meskipun fisikku tidak dapat membangkitkan percaya diriku tetapi prestasiku bisa melakukannya.
#WomenforWomen