Fimela.com, Jakarta Seiring berkembangnya zaman, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semakin banyak. Hal ini disebabkan karena masih ada pandangan mengenai kesenjangan gender antara perempuan dan laki-laki. yang mana perempuan dipandang lebih rendah daripada laki-laki.
Sebagian masyarakat masih menjunjung tinggi budaya patriarki, yaitu menganggap laki-laki lebih berkuasa dan lebih kuat daripada perempuan. Padahal seharusnya perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2021, kasus KDRT yang dilaporkan paling banyak terjadi di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Namun ada juga banyak kasus yang tidak terlaporkan, sehingga korban KDRT tidak mendapatkan perlindungan yang semestinya.
Advertisement
Penyebab KDRT yang pertama yaitu karena faktor ekonomi. KDRT ini paling banyak dialami perempuan atau istri yang masih usia produktif. Untuk mencegah dan menangani kasus KDRT ini, simak artikel berikut ini mengenai penyebab KDRT dan cara melaporkannya, yang dilansir dari berbagai sumber:
BACA JUGA
Advertisement
Penyebab KDRT
1. Faktor Ekonomi
Penyebab KDRT yang paling umum adalah karena adanya faktor ekonomi, yang tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Karena pandangan budaya patriarki yang menganggap perempuan tidak bisa bekerja, maka suami memiliki kuasa penuh dalam mencari nafkah. Jika merasa kekurangan secara finansial, suami akan menyalahkan istri dan melakukan tindakan kekerasan fisik maupun seksual.
2. Adanya Perselingkuhan
Adanya perselingkuhan dalam rumah tangga, menyebabkan hubungan suami istri menjadi tidak sejahtera dan memicu terjadi konflik rumah tangga, yang berisiko terhadap kekerasan fisik, kekerasan verbal maupun kekerasan seksual. Perempuan akan dibanding-bandingkan dengan selingkuhannya, dan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas oleh suami. Hal ini dilakukan oleh suami, karena suami menganggap memiliki hak penuh atas istri dan berhak melakukan segala macam hal terhadap istrinya, sehingga terjadi perlakuan yang semena-mena.
3. Faktor Depresi
Saat suami mengalami depresi dan tidak dapat mengelola emosinya dengan baik, maka hal ini bisa memicu terjadinya KDRT di dalam rumah tangga. Depresi atau frustasi ini sering dialami pasangan yang belum siap menikah, sehingga saling menyalahkan satu dengan yang lainnya, dan adanya persaingan ego dalam hubungan.
4. Faktor Pengangguran
Seorang istri yang memiliki suami pengangguran, akan mengalami risiko KDRTÂ 1,34 kali lebih besar daripada istri yang suaminya bekerja. Pengangguran bisa menyebabkan penurunan ekonomi secara drastis, dan suami akan frustasi karena tidak dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga yang terus bertambah.
5. Faktor Pendidikan
Dengan adanya budaya patriarki, maka ada yang menganggap bahwa pendidikan perempuan tidak boleh lebih tinggi daripada laki-laki. Sehingga suami dapat memberdayakan istri dan melakukan kekerasan terhadap istri, demi memenuhi ego suami.
Bentuk KDRT
1. Kekerasan Emosional
Bentuk KDRT yang pertama adalah kekerasan emosional. Sering kali tindakan ini tidak disadari oleh pelaku, dan menganggap hal ini lumrah terjadi dalam sebuah hubungan. Kekerasan emosional ini bisa juga disebut sebagai kekerasan verbal. Contoh kekerasan emosional adalah memberikan kritikan menyakitkan terhadap korban, menghina korban di depan umum, melarang berbagai macam tindakan yang dilakukan pasangan, menuduh pasangan dengan emosi.
2. Ancaman
Ancaman atau intimidasi juga termasuk perilaku KDRT yang dilakukan pelaku kepada korban. Pelaku akan mengancam korban melakukan segala hal yang diinginkannya, tanpa persetujuan korban. Jika korban tidak menurut, pelaku akan melakukan tindakan kekerasan kepada korban. Contohnya, pelaku mengontrol tindakan korban di depan umum, jika korban tidak melakukannya, pelaku akan membunuh korban.
3. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah bentuk KDRT yang paling sering ditemukan. Kekerasan fisik ini dilakukan pelaku terhadap korban dengan cara memukul, menampar, menendang, mencekik, menjambak, atau membakar anggota tubuh korban.
4. Kekerasan Seksual
Walaupun suami istri diperbolehkan melakukan hubungan seksual, tetapi KDRT juga dapat terjadi saat melakukan hubungan seksual, yang disebut dengan kekerasan seksual. Contohnya, suami melakukan tindakan seksual terhadap istri dengan memaksa, menyakiti organ intim istri, memaksa pasangan melakukan hubungan seksual dengan orang lain, dan semacamnya.
Advertisement
Cara Melaporkan Tindakan KDRT
Kasus KDRT banyak terjadi di negara Indonesia, dan masih banyak kasus KDRT yang belum terlaporkan. Jika kamu menemukan korban KDRT, sebaiknya jangan takut untuk melaporkan kasus KDRT kepada pihak yang berwajib.
Segera laporkan kasus KDRT kepada unit layanan pengaduan setempat, seperti pihak kepolisian, P2TP2A atau Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak, Komnas Perempuan dan semacamnya.
Jika kamu adalah korban KDRT, sebaiknya segera beri tahu kondisimu kepada orang terdekat atau orang yang bisa dipercaya. Kemudian dokumentasikan bukti-bukti KDRT yang dilakukan pasanganmu, catat semua tindakannya dengan waktu yang sama, jangan melawan balik dengan kekerasan, dan hubungi pihak berwajib untuk pengaduan kasus KDRT.