Fimela.com, Jakarta Selalu banyak cinta dan hal istimewa dalam hubungan seorang anak dan ibu. Mungkin tak semuanya penuh suka cita, sebab ada juga yang mengandung duka lara. Masing-masing dari kita pun selalu punya cerita, seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela untuk mengikuti Lomba Ungkapkan Rasa rindu pada Ibu di Share Your Stories Bulan Desember ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: RKW
Setiap kali menulis tentang hal ini, selalu ada rasa sesak yang menyeruak hingga ke dalam dada. Setiap cerita yang aku tuliskan, selalu penuh dengan kisah kasih yang terkadang mengharu biru. Meski demikian, menarasikan dirinya dalam ratusan lembar kertas tetap tidak akan pernah cukup. Yang jelas, aku sungguh sayang padanya.
Ibu—satu-satunya wanita tangguh yang pernah aku kenal selama hidupku. Banyak hal yang selama ini ingin aku sampaikan padanya, tapi kelu sampai di tenggorakan. Beberapa kali aku harus berpikir ulang agar tidak membuatnya kecewa karena ucapan yang aku katakan. Dan beberapa kali itu juga, aku masih memendam banyak cerita yang sampai detik ini belum bisa aku ceritakan.
Hari ini, biarlah deretan kalimat yang aku tulis menjadi saksi, bahwa engkau sangat berarti. Bahkan, lebih berarti dari berbagai mimpi yang pernah aku tulis dalam buku diary. Semoga, sepucuk surat yang tak akan pernah terbaca ini menjadi media, untuk mengungkapkan segala rasa yang memang tak seharusnya engkau tahu.
Tangerang, 29 Desember 2021
Untuk: Ibu
Kadang, aku merasa bahwa Allah tidak adil. Mengapa harus aku yang menjadi yatim? Padahal, saat itu usiaku masih terlalu kecil untuk menyadari bahwa ayah telah pergi. Aku merasa separuh dari hidupku telah hilang. Bagaimana tidak? Laki-laki yang begitu menyayangiku—bahkan sayangnya melebihi Ibu—telah pergi untuk selamanya. Aku merasa, bahwa bisakah aku hidup tanpa ada Ayah yang akan selalu membelaku?
Kadang, aku merasa bahwa aku adalah anak yang kurang beruntung. Di saat masa kecil aku bermimpi untuk punya hp seperti teman-teman yang lain, Ayah justru meninggalkanku untuk selamanya. Padahal, Ayah pernah berjanji kalau aku masuk SMP favorit, aku akan dibelikan hp. Dan aku yakin, pada saat itu aku pasti mampu. Dan mimpi yang sederhana itu pun hilang.
Advertisement
Setelah Kepergian Ayah
Kadang, aku merasa bahwa aku adalah anak yang kurang kasih sayang. Di saat anak-anak seusiaku mendapatkan pelukan hangat dari ayahnya, aku justru sebaliknya. Tidak ada lagi sosok laki-laki yang begitu aku banggakan. Tidak ada lagi pelukan yang selama ini menguatkanku.
Ternyata, semua perasaanku itu salah. Benar-benar salah!
Justru Allah begitu adil. Jika aku mengulang kembali prasangkaku yang buruk pada saat itu, aku begitu malu. Bagaimana bisa, seorang Hamba yang lemah menyalahkan Tuhannya?
Ibu, narasiku mungkin terlalu panjang. Biarkan! Sepanjang itulah perasaan yang selama ini aku pendam.
Semenjak kepergian Ayah, kehidupanku seperti berbalik arah. Aku yang dulu menganggap ibu hanya sebatas orang tua, kini lebih dari itu. Ibu adalah bagian dari tubuhku. Jika ada satu yang terluka, maka akan terasa sakit bagian yang lainnya. Jika ibu merasa kecewa, seluka itu juga perasaanku. Kepergian Ayah sungguh menyadarkanku, bahwa Ibu adalah satu-satunya harta terpenting dan paling berharga yang saat ini aku miliki.
Ibu…
Aku bersyukur, karena hingga detik ini aku hidup, hubungan kita sangat baik dan begitu dekat. Kedekatan ini semoga menjadi ladang ibadah agar kelak kita sama-sama menempati surga-Nya. Ah, aku belum siap berbicara tentang masa yang akan datang. Aku hanya ingin, kita terus bersama. Entah sampai kapan itu.
Ibu…
Sadar atau tidak, ada banyak mimpi yang harus aku sampingkan demi kebersamaan kita. Dulu, aku harus rela menempuh pendidikan di tempat yang sebetulnya aku sendiri kurang suka. Namun, aku tau—inilah jalan terbaik yang telah Allah pilihkan.
Di tempat kuliahku saat itu, memungkinkan kita tetap bertemu setiap hari. Kita bisa saling berbagi cerita di malam hari sebelum tidur. Apa sanggup jika waktu itu kita harus terpisah oleh jarak yang jauh? Entah, aku tidak bisa membayangkannya.
Ingin Tetap Dekat dengan Ibu
Beberapa kali ibu selalu memintaku untuk mendaftar jadi ASN. Dan sebanyak itu juga aku menolaknya. Aku paham betul, ada raut kekecewaan yang begitu dalam di wajahmu. Tapi tahukah? Jika Allah memberiku kesempatan untuk diterima, maka saat itu juga aku harus siap ditempatkan di mana saja. Bisakah kita kembali membuat jarak? Aku yakin, ibu pasti berat meski katanya ikhlas.
Oh iya, terakhir kali aku sampai berlinang air mata di saat ibu memintaku untuk menikah dengan lelaki yang begitu baik menurutmu. Aku menolaknya. Aku khawatir, jika setelah menikah nanti, aku akan kembali berpisah karena kemungkinan aku akan tinggal di provinsi seberang. Jelas sekali rasa kecewa itu nampak dari raut wajahmu. Dan itulah momen yang membuatku terasa tertekan. Di satu sisi, aku belum siap untuk menikah. Di sisi lain, aku tidak ingin membuatmu kecewa. Tapi terpaksa, harus aku sampaikan agar kita selalu bersama.
Ibu,
Mimpiku berderet di dalam dream list ku. Satu per satu aku uraikan dengan begitu panjang. Seiring berjalannya waktu, satu persatu aku hapus dengan ikhlas. Bukan karena aku tidak bisa menggapainya, tapi aku lebih memilih untuk tetap bersamamu.
Kebersamaanku denganmu saat ini adalah momen yang paling penting dan begitu berharga. Aku yakin, ketika aku rela mengorbankan mimpi-mimpiku untuk berbakti padamu, Allah akan memberikannya jauh lebih banyak dari apa yang telah aku tuliskan. Aku meminta maaf jika sebagai anak, aku belum sempurna. Bahkan, di setiap detik perbuatanku selalu menimbulkan luka pada hatimu.
Ibu,
Selama ini aku tidak pernah meminta apa pun. Yang aku harapkan hanyalah kasih dan sayang dari ibu yang tidak akan pernah putus. Aku sadar bahwa sedekat apa pun kita, kelak kita akan berpisah juga. Biarlah saat ini, aku menikmati kebersamaan waktu bersama Ibu.
#ElevateWomen