Fimela.com, Jakarta Selalu banyak cinta dan hal istimewa dalam hubungan seorang anak dan ibu. Mungkin tak semuanya penuh suka cita, sebab ada juga yang mengandung duka lara. Masing-masing dari kita pun selalu punya cerita, seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela untuk mengikuti Lomba Ungkapkan Rasa rindu pada Ibu di Share Your Stories Bulan Desember ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Afifah Nikma
Sembilan belas tahun yang lalu, seorang wanita hebat bertaruh nyawa demi membuat putri kecilnya menyaksikan indahnya hiruk pikuk dunia. Dia adalah ibuku yang tak pernah lelah merawat dan mendidikku dengan penuh cinta kasih tiada tara.
Dalam setiap detiknya selalu ada cinta yang ia berikan dan selalu ada cinta yang aku rasakan. Membangunkanku di pagi hari untuk beribadah adalah salah satu wujud cintanya. Memandikanku dengan penuh kesabaran, menyisir helai demi helai rambutku, mengancingkan bajuku, segalanya ia lakukan untuk melihatku tampil cantik dan menawan. Begitupun dengan masakan lezat yang ia masak dengan tangan lincahnya, penuh dengan gizi yang ia pastikan seimbang bagi pertumbuhan putri kecilnya. Sungguh wujud cinta yang tak dapat diungkapkan meski dengan ribuan kata.
Saat aku beranjak dewasa, menjumpai berbagai masalah yang sangat pelik, ibu adalah tempat pulang terbaik untuk mengeluhkan segala persoalan. Dukungannya tak pernah berhenti bahkan di titik terlemahnya, ia tetap berusaha untuk pasang badan demi aku, putrinya.
"Ibu, banyak sekali persoalan yang menjadi hambatan bagi perempuan. Banyak sekali diskriminasi dan pelecehan yang terjadi, wahai ibu. Ibu, aku tidak mengerti harus bagaimana," begitulah jeritku di kala itu sembari bercucuran air mata. Pelukan ibu adalah pelukan paling hangat yang menenangkan aku kala itu. Tanpa kata, ia hanya mengeratkan tangannya pada badanku yang mungil. Hanya damai yang kurasakan saat itu.
Advertisement
Menjadi Perempuan Berpendidikan Tinggi
Ibu adalah sosok yang paling mengerti segala kebutuhanku juga segala yang aku ingin dengar darinya. Sedikit pesannya, tapi sangat dalam maknanya. Bermula dari aku yang selalu merasa tidak secantik teman-temanku.
"Kamu cantik, Nak," begitu kata ibuku. Kemudian ia melanjutkan, "Cantikmu harus menjadi penopang peradaban bangsa. Bukan hanya sekadar cantik parasmu, tetapi cantik juga perilakumu. Jadilah wanita yang berpendidikan tinggi, berwawasan luas, beragama dengan baik, hingga putra putri pemimpin bangsa dapat lahir dari rahimmu. Peradaban ini harus semakin maju, jadilah kamu salah satu yang berperan besar bagi peradaban."
Aku terdiam, memaknai setiap ucapannya. Dalam hati aku ingin berkata, "Wahai ibu, engkaulah yang berperan besar bagi peradaban, engkaulah yang berhasil mendidikku menjadi wanita sekuat saat ini. Terima kasih banyak, ibu."
Bulan depan, aku akan meninggalkan rumah untuk melanjutkan pendidikan ke tempat baru, untuk mewujudkan keinginan ibu agar putrinya berpendidikan tinggi. Saat aku sedang berdua saja dengannya, ia berpesan lagi kepadaku, "Jaga diri, nak!" Aku tidak mengerti apa maksud yang sebenarnya dari ucapan itu.
Ibu melanjutkan pesannya, "Jaga dirimu, bukan dari kejahatan secara fisik saja, tetapi jaga juga kehormatanmu sebagai perempuan, Nak. Jaga kesehatanmu di tempat baru. Jaga ibadahmu karena Ibu dan Ayah jauh darimu. Jaga kesehatanmu juga, karena penopang peradaban hanya akan lahir dari seorang ibu yang sehat. Terlebih lagi, tetaplah belajar kapan pun dan di mana pun. Janji ya, jaga diri." Begitu pesan ibu yang akan selalu aku ingat.
Menjadi perempuan haruslah pandai menjaga diri karena cantikmu adalah penopang peradaban. Terima kasih kuucapkan untukmu ibu, atas segala kesabaran dalam mendidikku dan mengajarkanku hal hebat yang tak pernah kutemui sebelumnya. Aku sangat mencintaimu, ibu, sang wanita terhebatku.
#ElevateWomen