Fimela.com, Jakarta Membahas kisah dan cerita tentang ayah memang tak ada habisnya. Begitu banyak momen tak terlupakan yang kita miliki bersama ayah tercinta. Mulai dari momen paling bahagia hingga momen paling sedih. Setiap hal yang berkaitan dengan ayah selalu berkesan seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2021 Surat untuk Ayah berikut ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Tita Widya
Teruntuk Bapak yang aku sayangi. Ketika aku kecil, aku selalu ingat apa yang dikatakan Mama padaku. Beliau berkata, "Nak, kalau ingin bicara pada Bapak, jangan teriak-teriak, Bapak nggak akan dengar. Kamu cukup, colek Bapak, lalu berkata lewat mulut bukan suara. Insha Allah, Bapak mengerti apa yang akan kamu sampaikan padanya." Aku pun menggangguk dan melakukan apa yang diinstruksikan oleh Mama, jika aku berbicara pada Bapak.
Saat itu, aku pun mengerti bahwa Bapak itu tuli. Bahkan sejak aku lahir, Bapak sudah tidak dapat mendengar lagi. Ini merupakan takdir dari Yang Maha Kuasa. Mempunyai penyakit genetik yang menyebabkan Bapak tidak dapat mendengar ketika mempunyai anak. Sangat langka. Namun, ada.
Orang-orang berkata bahwa Bapak mempunyai kekurangan, cacat dan lain sebagainya. Tapi aku tidak pernah berpikir demikian. Aku bangga pada Bapak. Bapak selalu bertanggung jawab padaku dan keluarga. Menempuh keheningan malam, mengantarkan penumpang untuk mendapatkan uang.
Bapak, orang yang mengajarkan banyak hal padaku. Bapak yang mengajariku membaca dan berhitung, padahal Bapak tak dapat mendengar suaraku. Bapak menemaniku bermain. Membuatkanku mainan kayu berbentuk ikan. Lalu, semua kerajinan tangan yang Bapak kerjakan sungguh berarti bagiku. Bapak sangat luar biasa dibalik ketidakmampuan Bapak mendengar suara dari dunia ini.
Advertisement
Kenangan Bersama Bapak
Masih ingat kah Bapak? Dahulu, ketika aku kecil, kita sering sekali berjalan-jalan bersama, mengunjungi tempat barang bekas dan toko buku. Pernah suatu waktu, aku sempat kehilangan Bapak di dalam toko buku yang luas itu. Namun, aku dapat menemukan Bapak yang sedang berdeham sambil membaca buku otomotif kesukaan Bapak.
Kupikir, aku akan hilang dan rasanya ingin menangis. Aku takut bapak tidak dapat menemukanku, karena tak bisa mendengar suaraku. Sungguh kenangan yang berkesan namun cukup membuat jantung deg-degan. Setelah kejadian itu, aku selalu menempel pada Bapak. Dan Bapak selalu bilang, jangan kemana-mana sebelum Bapak menjemputmu. Biasanya, aku ketika di toko buku, aku akan duduk dan membaca di rak buku dongeng anak-anak.
Beranjak SD, aku masih selalu dekat dengan Bapak. Bapak selalu setia mengantar dan menjemputku menggunakan motor GL Pro miliknya. Motor tersebut adalah tumpuan Bapak dalam mencari nafkah di malam hari untuk mengantar para penumpang. Saat itu, profesi tukang ojek sangatlah menguntungkan. Belum banyak warga yang memiliki kendaraan, sehingga Alhamdulillah, Bapak bisa menghidupi aku dan Mama, hasil dari meng-ojeg. Namun, profesi Bapak yang sebagai tukang ojeg, kerap kali membuatku diejek oleh teman-temanku.
Beruntunglah aku yang memiliki sikap cuek dan tegas seperti Bapak. Sehingga, teman-temanku tidak berbuat lebih jauh padaku. Hanya sekadar mengejek, dan biasanya aku ejek balik atau didiamkan saja. Mereka tidak berani mengusikku, karena aku saat itu merupakan juara kelas, sehingga mereka menjadi malu dan tidak berani mengejekku lagi.
Tidak ada yang berubah ketika aku SMP dan SMA. Kehidupan sekolahku, cukup menyenangkan.Walaupun terkadang, aku tidak dapat mengikuti aneka kegiatan, karena keterbatasan keuangan yang dimiliki oleh Bapak. Tapi, tak lantas membuatku jadi minder. Aku tahu kemampuan Bapak.
Aku tak ingin menuntut apa-apa. Menurutku, dengan aku bersekolah, aku sudah bersyukur sekali. Mama, selalu memberikan pengertian atas kondisi Bapak. Aku tahu, Bapak tak mungkin berkata apa-apa padaku. Tapi aku tahu, hati dan perasaan Bapak. Bapak pasti ingin memberikan yang terbaik untuk pendidikanku. Pak, aku sangat bahagia Bapak bisa menyekolahkanku. Buatku, kesehatan dan keberadaan Bapak, sudah lebih dari cukup.
Aku tak pernah menyangka, ketika aku lulus SMA dan mulai bekerja konflik diantara kami mulai menyala. Kami mulai sering sekali bertengkar, berselisih paham dan berbeda pendapat. Apalagi ketika Bapak memutuskan tidak lagi jadi tukang ojek. Akhirnya, Mama memutuskan untuk berjualan kue, untuk dimasukan ke warung-warung terdekat.
Terkadang, Mama sering menangis dan mengadu padaku akan sikap Bapak yang sering ketus dan marah-marah. Kian hari, kekecewaanku pada Bapak semakin memuncak. Apalagi ketika Mama sakit dan harus dilarikan ke rumah sakit. Bapak memarahi Mama karena bersikap cengeng akan sakitnya.
Ayah yang Mulai Berubah tapi Dia Tetap Kebanggaanku
Sampai akhirnya, aku yang membawa Mama ke rumah sakit untuk dirawat. Tak sekalipun, Bapak menunjukkan batang hidung Bapak di rumah sakit. Sakit sekali hatiku. Entah mengapa Bapak menjadi seperti ini. Berulang kali, pertengkaran antara Mama dan Bapak terjadi di hadapanku. Aku yang selalu mendengar keluh kesah dari Mama, menjadi benci pada Bapak.
Namun, ketika aku tersadar, aku selalu mengucap istighfar karena telah membenci Bapak. Aku meminta maaf pada-Nya, karena meminta satu hari saja Bapak bisa mendengar, agar tidak terjadi kesalahan pahaman lagi antara Bapak, aku dan Mama.
Aku sangat menjadi emosional bila berkaitan dengan kondisi Mama. Belum lagi, sikap Bapak yang selalu berpikiran buruk terhadapku. Bapak selalu berkata bahwa aku menjadi manusia yang sombong karena sudah bisa mencari uang sendiri. Padahal, aku tak pernah berpikir demikian. Aku bahkan tidak pernah mengingat-ngingat semua uang yang kukeluarkan demi kebutuhan hidup Bapak dan Mama. Aku ikhlas lahir batin demi keluarga. Aku tak pernah mengharap apapun dari Bapak atau Mama.
Waktu pun semakin berlalu. Tiba-tiba, kami dihadapkan pada kenyataan bahwa kami kehilangan Mama untuk selamanya. Biasanya, Bapak tak pernah sekalipun menjenguk Mama ketika Mama di rumah sakit. Anehnya, Bapak menjadi rajin sekali menemui Mama. Mungkin, memang itu sudah menjadi pertanda bahwa kami bertiga akan berpisah.
Kini, hanya tinggal aku dan Bapak. Terkadang, aku tak pernah menyangka bisa bersama dengan Bapak saat ini. Aku ingat ketika, hari pernikahanku, Mama bilang bahwa aku harus baik-baik bersama Bapak, karena bisa saja ia dipanggil duluan oleh Yang Maha Kuasa, begitu katanya sambil tertawa. Ternyata, itu sudah jadi firasat Mama.
Pak, aku tahu bahwa sebagai anak, aku belum bisa membahagiakan Bapak secara utuh. Aku belum bisa menjadi apa yang Bapak inginkan. Terkadang, aku pun masih sulit memahami segala hal yang menjadi keinginan Bapak.
Selama aku hidup, aku tak pernah meminta apa pun dari Bapak. Aku hanya ingin dimengerti dan dukungan dari Bapak sebagai orang tuaku satu-satunya saat ini. Kami memang sering sekali berselisih paham, bertengkar dengan hebat, saling memaki karena tidak bertemu titik terang atas permasalahan kita. Walaupun begitu, aku sangat menyayangi Bapak.
Di balik kata-kata kesalku, Bapak tetap menjadi yang utama bagiku. Bukan sebagai seorang lelaki yang menjadi tanggung jawabku dan berstatus seorang Ayah. Namun, seorang lelaki yang merupakan kebanggaan dan kesayangan dalam hidupku.
Selamat Hari Ayah untukmu dan semua Ayah di dunia.
#ElevateWomen