Fimela.com, Jakarta Putri Mako dari Jepang mengumumkan pernikahanya dengan kekasih semasa ia kuliah, Kei Komuro, seorang rakyat biasa berusia 30 tahun.
Menikahi rakyat biasa, pernikahan Putri Mako dilakukan tanpa ritual tradisonal yang meriah dan pertama kalinya dalam sejarah pascaperang.
Menjelang pernikahan, publik Jepang dan media tabloid telah memberikan penilaian negatif terhadap pernikahan tersebut karena kontroversi keuangan yang melibatkan keluarga Komuro. Kritik tanpa henti di media sosial telah menyebabkan sang putri menderita gangguan stres pasca-trauma.
Advertisement
BACA JUGA
Meski begitu, sang putri yang juga berusia 30 tahun pun rela melepas gelarnya sebagai bangsawan Jepang. Ia pun menolak pembayaran sekitar US$1,35 juta atau sekitar Rp19,4 milliar yang biasanya diberikan kepada perempuan yang meninggalkan keluarga kerajaan.
Meski tidak ada perayaan yang meriah, tayangan TV menunjukkan Mako meninggalkan Kediaman Kekaisaran Akasaka dan mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya, membungkuk kepada orangtuanya dan pers, dan memeluk saudara perempuannya.
Dalam konferensi pers resmi pada Selasa sore, mempelai pria, Kei Komuro, melihat ke kamera dan menyatakan: “Saya suka Mako. Saya ingin menghabiskan satu hidup saya dengan orang yang saya cintai," ujarnya.
Konferensi pers, yang diadakan di sebuah hotel kurang dari satu mil dari Istana Kekaisaran, pasangan itu duduk berdampingan di meja panjang dan menghadapi ruangan penuh wartawan dan barisan kamera. Pengantin wanita mengenakan sheath soft blue dan jaket dengan untaian mutiara, sementara Tuan Komuro mengenakan setelan bergaris biru tua. Ia pun membawa slin bag putih dan buket bunga.
Dalam sambutan yang telah disiapkan, sang putri berkata: “Saya mengakui bahwa ada berbagai pendapat tentang pernikahan kami. Saya merasa sangat kasihan kepada orang-orang yang kami beri masalah. Saya berterima kasih kepada orang-orang yang diam-diam mengkhawatirkan kami, atau mereka yang terus mendukung kami tanpa dibingungkan oleh informasi yang tidak berdasar.”
Setelah itu, Putri Mako akan berangkat ke AS untuk memulai hidup baru di New York City bersama pujaan hatinya. Diketahui, jika Kei Kumuro bekerja untuk sebuah firma hukum AS.
Advertisement
Hubungan asmara yang penuh lika liku
Melansir the new york times, tidak lama setelah sang putri dan Pak Komuro mengumumkan pertunangan mereka empat tahun lalu, publik mulai mempertanyakan pilihannya.
Sebuah tabloid mengungkapkan bahwa ibunya telah gagal untuk membayar kembali pinjaman hampir Rp 500 juta dari mantan tunangannya. Membuat kritikus menyarankan bahwa Mr. Komuro mencoba menikah dengan keluarga kekaisaran demi uang atau ketenaran. Bahkan, ayah Putri Mako menahan persetujuan pernikahan.
Bangsawan Jepang memegang standar yang ketat, dan Badan Rumah Tangga Kekaisaran baru-baru ini mengatakan Mako telah mengembangkan gangguan stres pasca-trauma yang kompleks karena perhatian media.
Pasangan itu menunda pernikahan dan Komuro pindah ke New York untuk sekolah hukum pada tahun 2018, sebuah langkah yang dilihat sebagai upaya untuk meredakan perhatian negatif.
Komuro pun kembali ke Jepang dengan gaya yang absurd, media dan publik pun terkejut mengetahui fakta bahwa Kumuro tiba dari New York dengan rambut kuncir kuda. Salah satu tabloid mingguan melaporkan bahwa seorang pejabat istana telah mencemooh pilihan Mr. Komuro untuk mengenakan setelan bergaris-garis – bukan yang berwarna hitam pekat atau biru tua – untuk bertemu calon mertuanya.
Dalam beberapa survei, sebanyak 80 persen responden menyatakan menentang pernikahan tersebut.
Namun setelah lika liku yang dihadapi dan menunggu tiga tahun untuk Komuro menyelesaikan sekolah hukum dan mulai bekerja di sebuah firma hukum New York, pasangan yang sabar ini akhirnya mendaftarkan pernikahan mereka pada Selasa pagi.
Sang putri memegang gelar master dalam studi museum dan galeri seni dari Universitas Leicester di Inggris dan telah bekerja di sebuah museum di Tokyo selama lebih dari lima tahun, jadi dia mungkin dapat menemukan pekerjaan di dunia seni New York.
Mungkin keputusan pasangan itu untuk mengukir kehidupan mereka sendiri di luar Jepang yang telah mengundang kehebohan publik. Bahkan jika dia harus meninggalkan keluarga, sang putri diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan konsep kewajiban tradisional.
#elevate women