Fimela.com, Jakarta Hujan Bulan Juni merupakan sebuah kumpulan puisi, yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono. Kumpulan puisi ini terbit di tahun 1994, yang ditulis mulai dari tahun 1964 hingga 1994. Dalam kumpulan puisi ini, terdapat 102 karya yang isinya sangat menyentuh hati.
Puisi berjudul Hujan Bulan Juni ini, sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Jepang, Arab dan Mandarin. Puisi ini memiliki makna tentang ketabahan, kesabaran dan cinta. Bulan Juni adalah bulan kemarau, sehingga tidak mungkin hujan muncul di bulan Juni.
Sapardi Djoko Damono menggambarkan hujan adalah kasih sayang. Bagaikan orang yang menunggu hujan di bulan juni, maka orang tersebut penuh dengan kesabaran dan ketabahan untuk menyampaikan perasaan kasih sayangnya dan menahan rindu. Dalam tiap bait puisi ini, juga menggambarkan tentang seseorang yang pandai menyimpan perasaan rindu pada orang yang dikasihinya.
Advertisement
Selain terkenal dengan puisi Hujan Bulan Juni yang penuh dengan makna, Sapardi Djoko Damono juga menuliskan banyak puisi dengan penuh kata-kata bijak, yang romantis dan memiliki banyak makna. Berikut kata-kata yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono:
BACA JUGA
Advertisement
Puisi Hujan Bulan Juni
Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Kata-Kata Sapardi Djoko Damono yang Romantis
1. "Aku mencintaimu. Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu."
2. "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikan tiada."
3. "Barangkali hidup adalah doa yang panjang, dan sunyi adalah minuman keras. Ia merasa Tuhan sedang memandangnya dengan curiga; ia pun bergegas."
4. "Aku musafir yang sedang mencari air, kamu sungai yang melata di bawah padang pasir."
5. "Kesepian adalah benang-benang halus ulat sutera yang perlahan-lahan, lembar demi lembar mengurus orang sehingga ulat yang ada di dalamnya ingin segera melepaskan diri menjadi kupu-kupu."
6. "Pada suatu hari nanti, jasadku tak akan ada lagi. Tapi dalam bait-bait sajak ini kau takkan kurelakan sendiri."
7. "Kita tak akan pernah bertemu; Aku dalam dirimu. Tiadakah pilihan Kecuali di situ? Kau terpencil dalam diriku."
8. "Lepaskan semua dari pikiranmu garis warna-warni yang silang-menyilang di benakmu itu."
9. "Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni, dibiarkannya yang tak terucapkan, diserap akar pohon bunga itu."
10. "Aku tidak punya hak memilihkan calon istri untukmu. Pilihan penuh ada di tanganmu."
Advertisement
Kata-Kata Sapardi Djoko Damono yang Bijak
11. "Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. Tapi, yang fana adalah waktu, bukan? tanyamu. Kita abadi."
12. "Tuhan merawat segala yang kita kenal dan juga yang tidak."
13. "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu."
14. "Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput."
15. "Dalam diriku meriak gelombang sukma, hidup namanya."
16. "MencintaiMu harus menjadi aku."
17. "Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami
yang telah menciptakan bayang-bayang."
18. "Cemaskan aku kalau nanti air hening kembali."
19. "Ia telah meletakkan hidupnya di antara tanda petik."
20. "Kita pun menyanyi selepas-lepasnya, sepasang kekasih yang tuli dan buta."
Kata-Kata Sapardi Djoko Damono yang Penuh Makna
21. "Mana ada hantu mau tinggal di kampung miskin yang kebanyakan warganya tidak doyan makan hantu?"
22. "Katamu dulu kau takkan meninggalkanku. Omong kosong belaka! Sekarang yang masih tinggal hanyalah bulan yang bersinar juga malam itu dan kini muncul kembali."
23. "Dalam diriku mengalir sungai panjang, darah namanya."
24. "Kemiskinan adalah hantu yang setia menjaga kebanyakan rumah di desa."
25. "Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk memecahkan cermin membakar tempat tidur."
26. "Nasib memang diserahkan kepada manusia untuk digarap, tetapi takdir harus ditandatangani di atas materai dan tidak boleh digugat kalau nanti terjadi apa-apa, baik atau buruk."
27. "Cemaskan aku kalau gugur daun demi daun lagi."
28. "Barangkali sudah terlalu sering ia mendengarnya, dan tak lagi mengenalnya."
29. "Waktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakang."
30. "Sesaat adalah abadi. Sebelum kau sapu taman setiap pagi."
31. "Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik di lorong sepi pada suatu pagi."
32. "Baiklah, hari ini kita namakan saja ia ketakutan, atau apa
sajalah."
33. "Pohon-pohon masih tegak, mereka pasti mengerti dendam manusia yang setia tetapi tersisih ke tepi."
34. "Dalam diriku menggenang telaga darah, sukma namanya."
35. "Lalu senyap pula. Berapa zaman telah menderita semenjak ia pun mengusir kita dari sana."