Sukses

Lifestyle

23 Kutipan Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer

Fimela.com, Jakarta Gadis Pantai merupakan novel karya dari Pramoedya Ananta Toer. Novel ini juga diterbitkan dalam bahasa Inggris, dengan judul The Girl from the Coast. Cerita yang ditulis dalam novel ini adalah kisah nyata dari pernikahan neneknya.

Novel Gadis Pantai termasuk novel sastra, yang mengambil latar belakang Hindia-Belanda, dengan situasi feodalisme di daerah Jawa. Seorang gadis yang disebut dengan Gadis Pantai, lahir di sebuah kampung nelayan yang berada di kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pada saat usianya 14 tahun, Gadis Pantai terpaksa harus meninggalkan kehidupannya. Karena ia dipaksa menikah dengan penguasa wilayah tersebut yang disebut dengan Bendoro atau Priyayi.

Pernikahan yang terpaksa tersebut didasari karena keluarganya terikat hutang. Sepanjang hidup dalam pernikahan, ia hanya bekerja untuk melayani Bendoro. Hingga suatu ketika, ia diusir dari kediamannya di istana residen.

Dalam novel ini, Pramoedya Ananta Toer atau yang akrab dipanggil Pram, telah menuliskan banyak sekali kutipan yang penuh dengan inspirasi dan makna. Berikut kutipan novel Gadis Pantai:

Kutipan Gadis Pantai Penuh Makna

1. Kau mengabdi pada tanah ini, tanah yang memberimu nasi dan air. Tapi para raja dan para pengeran dan para bupati sudah jual tanah keramat ini pada Belanda. Kau hanya baru sampai melawan para raja, para pangeran, dan para bupati. Satu turunan tidak bakal selesai. Kalau para raja, pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru kau bisa berhadapan pada Belanda. Entah berapa turunan lagi. Tapi kerja itu mesti dimulai.

2. Laut tetap kaya takkan kurang, cuma hati dan budi manusia semakin dangkal dan miskin.

3. Bagi orang atasan ingat-ingatlah itu Mas Nganten, tambah tinggi tempatnya tambah sakit jatuhnya. Orang rendahan ini boleh jatuh seribu kali, tapi ia selalu berdiri lagi. Dia ditakdirkan untuk sekian kali berdiri setiap hari.

4. Kurang hati-hati sama juga tidak jujur.

5. Kalau tidak ada orang-orang rendahan, tentu tidak ada orang atasan.

6. Kau tidak mengabdi padaku man, tidak, man. Kalau kau cuma mengabdi padaku, kalau aku tewas kau tinggal hidup, kau mengabdi kepada siapa lagi? kau cari Bendoro baru, kalau dia juga tewas? Kau mengabdi pada tanah ini, tanah yang memberimu nasi dan air. Tapi para raja dan para pangeran dan para bupati sudah jual tanah keramat ini pada Belanda. Kau hanya baru sampai melawan para raja, para pangeran, dan para bupati. Satu keturunan tidak bakal selesai, man. Kalau para raja, pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru kau bisa berhadapan pada Belanda. Entah berapa turunan lagi. Tapi kerja itu mesti dimulai.

7. Seganas-ganasnya laut dia lebih pemurah dari hati priayi.

8. Di sana, di kampung nelayan tetesan deras keringat membuat orang tak sempat membuat kehormatan, bahkan tak sempat mendapatkan nasi dalam hidupnya terkecuali jagung tumbuk yang kuning. Betapa mahalnya kehormatan dan nasi.

9. Aku tak jadi kaya karena pemberiannya. Mereka pun tak jadi kaya karena pemberianku. Itulah kebijaksanaan.

10. Dengarkan sahaya punya cerita. Cuma satu yang dikehendaki Allah, Mas Nganten, yaitu supaya orang ini baik. Buat itu ada agama. Buat itu orang-orang berkiblat kepada-Nya. Tapi nyatanya kehendak Allah yang satu itu itu saja tidak seluruhnya terpenuhi. Di dunia ini terlalu banyak orang jahat.

Kutipan Gadis Pantai yang Sangat Berarti

11. Hanya orang dan binatang bodoh saja yang kena cambuk.

12. Orang tak bisa berhati-hati setiap saat buat seumur hidupnya.

13. Di sini tak ada rumah yang terkunci pintunya, siang ataupun malam. Di sini pintu bukanlah dibuat untuk menolak manusia, tapi menahan angin. Di sini semua orang tidur di ambin pada malam atau siang hari, termasuk para tamu yang tak pernah dipedulikan dari mana datangnya. Ia mendengar sekali lagi. Di kota setiap orang baru selalu ditetak dengan tanya: Siapa nama? Dari mana? Di sini orang tak peduli Mak Pin datang dari mana. Tak peduli Mak Pin gagu. Tak peduli sekalipun dia kelahiran neraka.

14. Bagi wanita muda, Mas Nganten, sebenarnya tak ada kesulitan hidup di dunia, apalagi kalau ia canti, dan rodi sudah tak ada lagi.

15. Di sini ada hukum. Kalau hukum tidak ditaati lagi, mari, mari kita panggil hakim.

16. Orang kampung seperti sahaya ini, bendoro muda, kelahirannya sendiri sudah suatu kecelakaan. Tak ada sesuatu yang lebih celaka dari nasib orang kampung.

17. Sejak jaman Nabi memang sudah ada hamba-hamba iblis. Maling. Siapa heran ada maling selama iblis ada? Tapi malingpun butuh kehormatan, semakin dia tidak punya kehormatan diri.

18. Mbok, kau mau lawan kejahatan nini dengantanganmu, tapi kau tak mampu. Maka itu kau lawan dengan lidahmu. Kaupun tak mampu. Kemudian kau cuma lawan dengan hatimu. Setidak-tidaknya kau melawan.

 

Kutipan Gadis Pantai Tentang Kehidupan

19. Aku tak suka pada priayi. Gedung-gedung berdinding batu itu neraka. Neraka. Neraka tanpa perasaan. Tak ada orang mau dengarkan tangisnya. Kalau anak itu besar kelak, dia pun takkan dengarkan keluh-kesah ibunya. Dia akan perintah dan perlakukan aku seperti orang dusun, seperti abdi. Dia perlakukan aku seperti bapaknya memperlakukan aku kini dan selama ini. Tapi lindungilah dia. Dia anakku yang tak mengenal emaknya, tak kenal lagi air susu emaknya.

20. Kita ini biar hidup dua belas kali di dunia, tidak bisa kumpulkan duit buat beli barang-barang yang terdapat dalam hanya satu kamar orang-orang kota.

21. Laut tetap kaya takkan kurang, cuma hati dan budi manusia semakin dangkal dan miskin.

22. Bagi orang atasan ingat-ingatlah itu Mas Nganten, tambah tinggi tempatnya tambah sakit jatuhnya. Orang rendahan ini boleh jatuh seribu kali, tapi ia selalu berdiri lagi. Dia ditakdirkan untuk sekian kali berdiri setiap hari.

23. Sejak jaman Nabi memang sudah ada hamba-hamba iblis. Maling. Siapa heran ada maling selama iblis ada? Tapi malingpun butuh kehormatan, semakin dia tidak punya kehormatan diri.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading