Fimela.com, Jakarta Setiap harinya kita berurusan dengan uang. Menghasilkan uang hingga mengatur uang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita. Bahkan masing-masing dari kita punya cara tersendiri dalam memaknai uang. Dalam tulisan kali ini, Sahabat Fimela berbagi sudut pandang tentang uang yang diikutsertakan dalam Aku dan Uang: Berbagi Kisah tentang Suka Duka Mengatur Keuangan. Selengkapnya, yuk langsung simak di sini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Nova Ulya
Aku dan keuanganku. Aku memiliki cerita tersendiri saat aku memutuskan untuk mengikuti suami yang sedang kuliah di luar negeri. Di tahun pertama masa studi suami, uang beasiswa turun tanpa tunjangan keluarga. Itu artinya, uang tersebut hanya cukup untuk hidup satu orang saja. Sementara kami, aku dan si kecil juga harus bertahan hidup di sana. Kebutuhan si kecil pun tidak sedikit. Lalu bagaimana kita bisa bertahan hidup di negeri orang? Bagaimana kita harus bayar sewa rumah, belanja untuk kebutuhan sehari-hari, atau beli tiket bus saat ada acara yang jauh dari rumah. Awal tahun terasa berat bagi kami. Kami pun berpikir bagaimana solusinya?
Akhirnya kami memutuskan untuk share home. Memilih untuk ikut tinggal satu atap dengan keluarga teman kami. Segala kebutuhan rumah dibagi, ini cukup membantu keuangan kami. Memilih berhemat dalam berbelanja dan berjalan kaki kemana-mana tanpa harus naik bus adalah cara kami untuk bertahan hidup. Semua ini berlangsung hingga uang tunjangan keluarga turun. Selang satu tahun, uang tunjangan pun turun. Bersyukur alhamdulillah, kami bisa lewati semua itu.
Sedikit bernapas lega dengan kucuran dana beasiswa untuk keluarga. Kami pun memutuskan untuk menyewa rumah sendiri. Tidak terbuai dengan uang yang ada, aku tetap berusaha berhemat dan menabung. Uang beasiswa ini turun tak menentu, kadang tepat waktu kadang meleset dari target. Lumayan bikin deg-degan. Inilah mengapa, aku selalu sisihkan uang untuk jaga-jaga.
Advertisement
Mencari Penghasilan Tambahan
Di saat suami berjuang menjalani masa studinya, aku tidak melulu hanya berdiam diri di rumah. Aku mencoba jualan. Menjajakan hasil masakan khas Indonesia kepada para pelajar Indonesia yang juga sedang belajar di sana. Membuat pesanan menu harian hingga kue-kue jajanan untuk camilan. Senang rasanya bisa produktif dan menambah keuangan rumah tangga. Sedikit demi sedikit hasil jualan aku kumpulkan. Aku berharap ini bisa menjadi tabungan atau dana darurat saat kebutuhan mendesak.
Hingga akhir masa studi, dana beasiswa yang awalnya lancar tiba-tiba tersendat. Satu minggu, dua minggu, satu bulan hingga hampir dua bulan tidak ada notifikasi dana masuk ke rekening. Dag-dig-dug rasanya. Bagaimana kita bertahan? Akhirnya aku putuskan menggunakan uang tabungan dari hasil jualan untuk bisa bertahan hidup hingga akhir masa study suami.
Sementara tabungan suami untuk membeli tiket pulang Indonesia. Membeli tiket perjalanan dari Eropa ke Indonesia tidak seperti beli tiket Semarang-Jakarta. Teliti, dan harus pintar-pintar milih maskapai, jarak tempuh hingga harga yang disesuaikan dengan isi tabungan.
Sekelumit kisah bagaimana kami bertahan di negeri orang dengan berbekal uang beasiswa yang kadang tak menentu, mencoba mengatur keuangan seefisien mungkin, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depan.
#ElevateWomen