Fimela.com, Jakarta Setiap harinya kita berurusan dengan uang. Menghasilkan uang hingga mengatur uang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita. Bahkan masing-masing dari kita punya cara tersendiri dalam memaknai uang. Dalam tulisan kali ini, Sahabat Fimela berbagi sudut pandang tentang uang yang diikutsertakan dalam Aku dan Uang: Berbagi Kisah tentang Suka Duka Mengatur Keuangan. Selengkapnya, yuk langsung simak di sini.
Oleh: Ayu Diah Nur'azizah
Agustus lalu aku sempat ikut kelas online tentang Money and Abundance. Di antara segala cinta Tuhan untuk aku (read:persoalan hidup), aku bisa menemukan benang merah. Tapi tidak untuk persoalan keuangan dan keberlimpahan. Bukan karena kekurangan, bukan karena kelebihan, bukan karena tidak bersyukur, bukan karena memilih 'jalan' yang berbeda. Tapi aku belum mendapat benang merah dari konsep keuangan dan keberlimpahan yang efektif.
Advertisement
Aku merasa tidak sejalan dengan yang tertulis dalam Al-Qur'an. Kata Allah: "Setiap yang bernyawa Ku jamin rezekinya", "setiap makhluk yang bergerak punya tempat minumnya masing-masing", "akan Ku cukupi....", dll.
Tuhan tidak mungkin bohong, bukan? Tapi selama aku hidup, aku merasa rezeki yang kata Allah, dijamin-Nya itu sepertinya patut dipertanyakan. Maksudku, aku melihat untuk mendapatkan rezeki saja, manusia bukan sekadar banting tulang, pontang-panting, bekerja keras, menyakiti dirinya dengan beban pekerjaan yang mengambil sebagian besar waktu bersenang-senangnya. Tapi juga melakukan tindakan yang merugikan banyak orang seperti korupsi, mencuri, merampok, berbohong, dll.
Bagiku ini aneh sekali, Tuhan yang Maha Cinta, tidak mungkin memberi rezeki kepada makhluk-Nya dengan cara yang berlawanan sifat dengan-Nya. Dia Maha Baik, tapi kok makhluknya menjemput rezekinya dengan cara mengambil hak orang lain? Aneh bukan?
BACA JUGA
Advertisement
Mulai Belajar Memahami Konsep Rezeki
Lalu ketika mengikuti kelas itu, aku sedikit tercerahkan. Banyak hal/konsep perihal rezeki khususnya keuangan yang selama ini dijalani banyak manusia termasuk aku dan generasi sebelum aku adalah konsep hasil penjajahan, penindasan, ketakutan, dan sejenisnya.
Setidaknya dalam hidup, kita pasti pernah mendengar kalimat-kalimat ini:
1. Kerja tuh capek, karena capek makanya kamu dibayar.
2. Kalau mau punya uang banyak, kamu harus bekerja lebih keras dari manusia lainnya.
3. Rezeki itu gak bisa dateng sendiri, kamu harus bergerak ke luar rumah, harus bekerja keras.
4. Kamu pikir dapetin uang itu gampang? Susah!
5. Mumpung masih muda, kerja keras biar pas tua gak hidup susah.
6. Gak ada orang kaya yg hidupnya santai, mereka bekerja lebih keras dari orang miskin.
7. Kamu kalau pendidikannya gak seberapa, masa depan kamu juga gak akan bagus.
Kalimat-kalimat itu yang secara tidak sadar sudah tertanam di dalam diri kita. Konsep ini juga yang dijalani oleh generasi sebelum kita dan karena banyak menyaksikan hal tersebut jadinya kita yakin kalau rezeki itu jalannya seperti itu. Padahal tidak sama sekali.
Rezeki itu jalannya manis dan indah sekali. Sebulan belakangan ini aku lagi merhatiin bagaimana rezeki bekerja dan yang aku dapat, luar biasa sekali cara kerja rezeki itu.
Aku melihat rumput hijau tumbuh di celah trotoar, aku kagum sekali. Di celah trotoar dengan sinar matahari yang terik, di atas tanah yang volumenya tidak seberapa saja dia bisa tumbuh sejahtera. Aku melihat pohon besar sekali, yang terpikir olehku "ini pohon sebesar ini, akarnya sepanjang dan sedalam apa ya? Orang-orang melihat pohonnya besar, rindang, teduh, pernah kepikiran gak sih seberapa hebat akarnya sampai jadi pohon yg segagah itu?" Aku juga memperhatikan semut, kucing liar, dan kagum dengan cara rezeki bekerja untuk mereka.
Merasa Cukup Membuat Jalan Hidupku Lebih Tenang
Dari situ aku tercerahkan, semua yang ada di bumi ini tercukupi, saling mencukupi. Semuanya selaras. Semuanya ada karena cinta-Nya. Tidak mungkin ada yang kekurangan, semuanya lebih dari pada cukup. Hanya saja diri kita, pemikiran kita, konsep yang melekat di diri kita, keyakinan kita, semuanya saling berbenturan sehingga sulit untuk kita terima semua rezeki, keberlimpahan, kesejahteraan. Yang ada kita selalu merasa kurang, sulit, nekat melakukan tindakan yang sebenernya tidak terlalu penting hanya karena takut tidak tercukupi.
Jika saja manusia yakin dan percaya sepenuhnya bahwa rezekinya telah dijamin, kita tidak akan pernah gusar, kita akan menyambut rezeki datang kepada kita dengan senang hati dan rezeki yang datang kepada kita juga datangnya dengan cara yang menyenangkan.
Aku sampai di titik, kesejahteraan adalah hakku. Aku layak menerima kesejahteraan, uang, keberlimpahan, dan segala rezeki yang baik.
Pagiku selalu dengan, "Wow, rezeki apa yg akan kuterima hari ini?"
Sejak membenahi segala persepsi rezeki dengan tepat, setiap hari selalu saja dibuat kagum oleh kedatangan rezeki. Sampai sering senyum-senyum sama cara kerja rezeki itu, "kemarin kemana aja kamu tuh? Kenapa sekarang datengnya mulus banget kayak gak ada hambatan dan datangnya dari cara yang gak ketebak?"
Sebelum 2021 berakhir, akhirnya tercerahkan juga untuk yg satu ini.