Fimela.com, Jakarta Setiap harinya kita berurusan dengan uang. Menghasilkan uang hingga mengatur uang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita. Bahkan masing-masing dari kita punya cara tersendiri dalam memaknai uang. Dalam tulisan kali ini, Sahabat Fimela berbagi sudut pandang tentang uang yang diikutsertakan dalam Aku dan Uang: Berbagi Kisah tentang Suka Duka Mengatur Keuangan. Selengkapnya, yuk langsung simak di sini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Meliana Aryuni
Setiap orang butuh uang, begitu juga denganku. Namun, bagiku uang bukanlah segalanya. Kebutuhan uang pada setiap orang akan berbeda, tergantung gaya hidup dan tempat tinggalnya.
Orang kota akan berbeda kebutuhan keuangannya dengan orang desa. Kedua keadaan itu sudah saya rasakan semuanya. Suka duka dalam mengelola uang terasa berbeda sekali.
Selama tinggal di kota, yang kehidupannya serba berpusat pada materi, uang menjadi sangat penting. Kebutuhan harian yang harus dipenuhi mengajak penduduk kota untuk bergiat mencari sumber pemasukan. Ketika sumber pemasukan hanya satu lubang, maka ada kebutuhan yang harus disingkirkan atau diminimalisir untuk sementara.
Nah, ini terjadi pada saya selama tinggal di kota. Keuangan keluarga kecil saya pada saat itu masih berpusat pada satu lubang. Penghasilan yang hanya pas-pasan membuat saya dan suami harus memutar otak dalam mencukupi kebutuhan. Entah, bagaimana akhirnya kami menemukan ide, yaitu berdagang.
Dengan berbekal modal yang kecil, saya mengambil produk herbal dari sebuah toko. Produk-produk itu saya tawarkan kepada para guru dan wali siswa. Seperti kebanyakan usaha awal, saya sulit sekali mendapatkan pelanggan. Namun, selalu saja ada ide untuk memperkenalkan dagangan saya. Bila saat itu saya tahu cara untuk berjualan online, maka akan saya lakukan. Hanya saja, saya masih menggunakan metode konvensional.
Metode yang saya lakukan adalah dengan menawarkan secara langsung kepada pelanggan. Produk yang saya bawa adalah produk yang hanya dipesan. Jadi, modal yang keluar pun tidak terlalu banyak.
Ketika saya membawa dagangan itu, saya sengaja menggunakan plastik bening. Harapan saya agar barang dagangan bisa dilihat oleh para guru dan wali siswa. Ah, ada saja rezeki, mereka yang ketemu dengan saya akan bertanya tentang dagangan saya. Mulailah dari sana dagangan saya bertambah jenisnya. Pesanan mulai berdatangan dan pelanggan mulai banyak.
Dengan berbekal sifat berani menawarkan dagangan itu, saya akhirnya mencoba mengirim pesan singkat kepada pelanggan saya. Ya, harapan selalu ada, saya berhasil merebut hati para pelanggan. Setiap bulan mereka selalu memesan herbal kepada saya.
Kehidupan ekonomi pun bergulir membaik, ada lubang baru yang membuat kami bisa sedikit bernapas. Kata orang, jika mau berusaha maka pasti ada jalan. Itulah yang kami lakukan. Tak disangka kebutuhan pun kian bertambah dengan pemasukan yang ada. Mulai dari kebutuhan bensin untuk mengambil barang dan kebutuhan lainnya.
Semakin bertambahnya kebutuhan hidup, maka semakin besar pengeluaran kami. Itulah yang terjadi. Suami saya mengatakan kita tidak perlu membatasi kebutuhan, tetapi menambah pemasukan.
Berbekal kemampuan berdiplomasi, akhirnya suami berhasil menggait orang untuk membeli rumah. Bagi kami, banyak atau sedikit hasil keringat yang kami keluarkan, itu semua akan terasa nikmat bila disertai rasa syukur yang besar.
Advertisement
Mencari Penghasilan Tambahan
Hingga anak pertama lahir, kami setidaknya merasa lega karena pemasukan dari berdagang herbal sudah sangat membantu. Anak pertama kami tidak merasakan kekurangan. Jadwal jalan-jalan menelusuri mall pun terjadi hampir setiap minggu.
Roda itu berputar. Masa-masa emas itu terasa membekas sekali. Pergantian itu terasa begitu cepat saat kami harus berdomisili di sebuah desa. Namun, rasa senang tinggal di sana tidak bisa saya pungkiri karena keindahan alam dan kepribadian penduduknya. Inilah nikmat lain yang harus kami syukuri.
Rasa syukur lain yang membuat saya senang tinggal di sini adalah saya bisa bercocok tanam. Dengan lahan yang tidak begitu besar, saya mencoba menanam sayur, cabai, dan ubi-ubian. Dengan begitu, kebutuhan harian tertutupi. Asal mau bercocok tanam, maka kebutuhan makan tidak terlalu menjadi masalah. Apalagi penduduknya suka berbagi sayuran.
Awalnya saya tidak menduga bila kebutuhan yang harus dikeluarkan saat tinggal di desa cukup besar. Pertama kali saya ke pasar mingguan untuk membeli kebutuhan seminggu, saya tercengang dengan harga ayam yang lumayan tinggi. Dulu, sekilo ayam tidak pernah lebih dari 25 ribu. Di sini, harga ayam bisa mencapai 38 ribu. Namun, saya pikir hal itu wajar karena desa saya lumayan jauh dari kota sehingga biaya transportasi pun menjadi perhitungan.
Sobat, sekeras apa pun kehidupanmu atau sebanyak apa pun kebutuhan yang kamu miliki, maka milikilah rasa syukur itu. Dengan rasa syukur yang tertanam kuat di dalam diri, saya yakin semua kesulitan dan kebutuhanmu akan terpenuhi.
Sebaliknya, bila kita hidup tanpa rasa syukur, maka yang ada kita akan merasakan kekurangan dan kesulitan hidup. Penyikapan terhadap kebutuhan hidup adalah pelajaran berharga agar kita bisa bertahan. Tidak usah meniru gaya hidup glamor bila akhirnya menimbulkan permasalahan baru. Cukup penuhi kebutuhan pokokmu dulu, lalu akan menyusul pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier lainnya.
#ElevateWomen