Fimela.com, Jakarta Kenangan pada masa kecil takkan pernah terlupakan. Hari-hari dan waktu yang kita lewati saat masih anak-anak akan selalu membekas di hati. Masing-masing dari kita pun pasti punya kisah atau cerita paling membekas soal masa kecil itu, seperti pengalaman yang dituliskan Sahabat Fimela dalam Lomba My Childhood Story: Berbagi Cerita Masa Kecil yang Menyenangkan ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Siti Mukhayyaroh
Aku tinggal di desa yang sunyi nan asri. Suasana desa kala itu yang belum mengenal teknologi masih teringat jelas dalam memori ini. Aku tinggal bersama nenek dan sepupuku. Sudah menjadi tradisi jika para orang tua merantau ke kota besar untuk memenuhi kebutuhan hidup saat itu. Hal itu juga berlaku untukku. Orang tuaku merantau ke Jakarta. Karena itulah, masa kecilku, kuhabiskan dengan nenek dan sepupuku.
Kami hidup dengan mengandalkan satu sama lain. Kebiasaan rutin yang selalu terulang seolah menjadi suatu kebiasaan.
Setiap hari, aku sekolah dengan memakai pakaian khas putih merah saat Sekolah Dasar dan berangkat dengan berjalan kaki bersama-sama tetangga. Suara saling bersahutan memanggil nama satu sama lain tanda waktu berangkat bersama dan agar tak ada yang tertinggal.
Di jalan, kami saling bercanda dan seolah tak kehabisan topik pembicaraan. Antusiasme saling bertukar cerita tentang segala hal hingga kami merasa waktu berjalan cepat sekali. Sepulang sekolah dilanjutkan bermain di pekarangan depan rumah sampai tidak ada waktu tidur siang. Kemudian dilanjutkan dengan TPA sampai sore hari.
Malam harinya, makan bersama di meja bundar beralaskan tikar sepertinya adalah hal wajib yang kami lakukan. Terkadang jika terjadi mati listrik, kami biasanya menyalakan satu lilin dan mengobrol di teras rumah sambil tiduran dan menatap bintang di langit. Bulan yang benderang seakan mengerti dan melaksanakan tugasnya menjadi cahaya kegelapan. Momen saat itu sepertinya akan sangat sulit ditemui pada zaman sekarang ini.
Advertisement
Masa Kecil yang Penuh Keakraban
Banyak pengalaman saat masih kecil yang sangat tak bisa dilupakan. Aku ingat kehadiran teknologi saat itu mulai muncul saat aku kelas 5 SD. Saat pelajaran olahraga, temanku satu-satunya yang memiliki handphone di kelas menitipkan handhonenya padaku. Aku gemetaran memegangnya.
Sampai aku sangat malu untuk mengingatnya karena aku memegang HP temanku dengan kedua tanganku karena takut terjatuh dan bisa dibilang harga HP saat itu tergolong sangat mahal. Kemudian ada juga pengalaman saat guruku selalu menyuruh mengerjakan tugas ketika pagi saat pintu kelas baru dibuka.
Jadi, guruku sudah menulisnya sebelum pulang sekolah agar anak didiknya dapat mengerjakan saat pagi. Aku terkadang harus memanjat dan mengintip di jendela soal apa yang telah ditulis sehingga dapat segera aku kerjakan karena saat itu berangkatku memang cenderung selalu kepagian.
Pengalaman lainnya adalah saat kenaikan harga BBM hingga menyebabkan bus tidak beroperasi seharian. Aku harus jalan kaki dari sekolah sampai rumah bebarengan dengan teman masa smp dengan jarak yang lumayan jauh yakni sekitar 2 km. Hal itu sangat seru dan menyenangkan jika diingat-ingat kembali.
Hidup tanpa teknologi saat itu bukanlah hal yang menakutkan. Walaupun perkembangan informasi tak semudah didapatkan seperti sekarang, tapi justru rasa toleransi yang begitu besar dapat saya temukan saat itu. Bagaimana kita mengabarkan satu sama lain dari pintu ke pintu jika ada kabar apa pun di desa. Hal itu tentu menjadikan kita mengenal semua tetangga bahkan yang ada di ujung desa sekalipun. Sepertinya itu menjadi hal langka di dunia serba modern di mana kebanyakan orang hidup secara individual bahkan terkadang tak kenal tetangga yang ada di samping rumahnya sekalipun.
Tapi, kita tak perlu menyalahkan perubahan zaman. Karena kebahagiaan berbeda setiap masanya. Mari bersyukur dengan apa yang telah kita lalui dan kita dapatkan sekarang ini.
#ElevateWomen