Fimela.com, Jakarta Kenangan pada masa kecil takkan pernah terlupakan. Hari-hari dan waktu yang kita lewati saat masih anak-anak akan selalu membekas di hati. Masing-masing dari kita pun pasti punya kisah atau cerita paling membekas soal masa kecil itu, seperti pengalaman yang dituliskan Sahabat Fimela dalam Lomba My Childhood Story: Berbagi Cerita Masa Kecil yang Menyenangkan ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Langit
Hai, aku Langit. Sebutan untuk diriku saat aku menulis sekarang dan ini cerita masa kecilku.
Aku terlahir dari keluarga yang sederhana dan penuh perjuangan untuk bisa menjalani setiap kehidupan luar biasa ini. Kala aku kecil ibuku bukan seorang pekerja kantoran. Dia hanya sebagai ibu rumah tangga yang sangat luar biasa bagiku.
Sedari aku sekolah TK, ibu sudah mengajariku untuk menjadi anak yang mandiri. Mungkin kalian yang membaca saat ini berpikir bagaimana bisa anak TK mandiri?
Waktu pertama sekolah aku pernah berpikir bahkan berharap seperti anak-anak yang lain, kalau sekolah diantar dan dijemput dengan ayah atau ibunya atau bahkan sepulang sekolah diajak untuk beli mainan. Nyatanya aku hanya berharap saja. Jadi waktu kecil aku diantar hanya di hari pertama saja, selebihnya ibu menyuruhku berangkat dan pulang sendiri tanpa diantar-jemput.
Bahkan aku sering tidak diberikan uang jajan. Walau tanpa uang jajan, ibu tak pernah lupa untuk membawakanku gemblong. Gemblong adalah makanan yang terbuat dari ketan, tepung terigu dan gula merah. Menurut ibu, uang tidak begitu penting. Yang terpenting adalah anaknya makan dan tidak kelaperan. Karena kata ibu, kalau perut kenyang jadi punya tenaga, jadi bisa berpikir maksimal.
Setelah lulus TK, aku masuk ke SD. Hal yang sama dilakukan ibu tetap sama bahkan jadi meningkat menurutku, karna sewaktu Aku SD sebelum berangkat ke sekolah ibu selalu membawa ku untuk ikut jualan donat keliling komplek bahkan kesekolah dan jelas makanan yang ku bawa saat SD lebih sering donat. Dari sini ibu ngajarin Aku klo mau sesuatu aku selalu harus berusaha dulu gak bisa segampang membalikkan telapak tangan terus langsung ada yang ku ingini. Inilah salah satu pelajaran mengenai kemandirian yang Ibu selalu ajarkan dan masih banyak lagi pastinya.
Keberadaan di SD banyak memberi ku cerita yang unik dan luar biasa yang justru membuat dewasaku penuh makna. Ketika masuk SD ibu dan ayahku mewajibkan anak-anaknya setidaknya harus bisa baca dan berhitung.
Bagiku masa-masa sekolah dasar mempunyai memori yang sulit dilupakan. Terutama bagi diriku sendiri. Saat ada di SD aku punya wali kelas yang menurut aku dan teman-teman mungkin guru ini sangat killers dan menakutkan. Dia lebih sering mengajar mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia dan IPA.
Saat kelas 2 kami sudah harus bisa menghafal perkalian, 1-10. Hal ini selalu ia lakukan ketika kami pagi berbaris depan kelas dan sebelum masuk dia selalu meminta kami mengingat perkalian yang dia minta secara acak. Setelah bisa perkaliannya, kami pikir bisa langsung masuk kelas. Ternyata tidak semudah itu, ada lagi pengecekan kuku.
Advertisement
Masa-Masa Sekolah
Jika terdapat kuku panjang, atribut tidak lengkap, pakaian tidak rapi, tidak heran penggaris kayu melayang atau yang paling aa sering lakukan adalah mencubit bagian pinggir perut yang banyak lemak atau yang berglambir. Dia pegang bagian perut penuh daging itu, menjepitnya kecil kemudian memutarnya setengah lingkaran aja. Bagaimana rasanya, ah sungguh nikmat, tak jarang dari kami yang kena cubit ia tidak biru/gosong. Hal ini selalu ia lakukan ketika kami tidak mengerjakan PR, jari kuku panjang, dan tidak disiplin saat peraturan sudah dibuat.
Pernah suatu ketika aku lupa untuk mengerjakan PR matematika yang dia kasih. Hari itu sepanjang aku berangkat kesekolah perasaanku sangat tidak tenang, gelisah, panik dan sudah terbayang akan kena cubitan maut itu. Sungguh hari itu ingin rasanya cepat berlalu.
Setibanya aku di sekolah, tidak ada yang bisa kulakukan selain menundukkan kepala, dan menghindari pertanyaan semua teman-teman akan tugas. Bel berbunyi, aku dan teman-temanku langsung bersiap pada barisan seperti biasannya sebelum masuk dalam kelas. Masuk kelas dan pelajaran pertama dimulai, masih mencoba santai dan berharap tiba-tiba ada rapat guru sehingga aku bisa segera pulang dan terhindar dari pemeriksaan tugas.
Harapan pun musnah seketika, ketika ketua kelas maju dan memberi buku PR tersebut ke guru itu, tak lama teman-teman yang lain mengikutinya. Setelah  semua maju, dihitung bukunya dan hanya berjumlah 24 sementara siswanya ada 25. Tanpa berlama dia langsung berdiri dan bergeser dari mejanya kemudian bertanya dengan suara nyaringnya, “Siapa yang tidak mengerjakan PR, maju!"
Aku yang tidak punya jalan menghindari kesalahan yang kubuat pun maju dengan kepala tertunduk, takut, dan keringatpun bercucur di badan tanpa henti. Tak menunggu pertanyaan atau penjelasan lain dariku lagi tangan tersebut melayang ke perutku. Sungguh itu adalah momen malu dan payah yang tak telupakan untukku. Sesampainya di rumah aku ceritakanlah masalahku tadi di sekolah, berharap akan diberi dukungan dan dikasihani nyatanya yang ada malah dimarahi juga.
Kalau diingat momen dulu suka kesal tapi ya haru, lucu, sampai bikin ketawa-ketawa sendiri. Dari kejadian waktu aku kecil itu banyak memberikan pelajaran hidup yang luar biasa saat dewasa ini. Dari ibu aku belajar untuk tidak berfokus pada uang, walau memang kita membutuhkan uang. Berusaha yang diiringi doa setiap mau sesuatu, hingga uruku yang mengajariku untuk selalu disiplin, dan bertanggung jawab atas tugas yang sudah diberikan. Masa kecil memang masa yang menyenangkan sekaligus memberi pelajaran kehidupan untuk masa depan yang penuh kejutan.
#ElevateWomen