Fimela.com, Jakarta Cabang olahraga bulutangkis telah berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah olahraga internasional, yakni Olimpiade Tokyo 2020. Keberhasilan para atlet bulu tangkis dalam meraih kemenangan, seperti pasangan ganda putri Greysia Polii dan Apriyani Rahayu yang berhasil menyabet emas, dan tunggal putra Indonesia Anthony Sinisuka Ginting, yang juga berhasil menyabet perunggu, telah mengharumkan nama bangsa Indonesia.
Namun, ternyata tak hanya para atlet saja yang berprestasi. Seorang guru asal Yogyakarta, tepatnya dari pedalaman Gunungkidul yang bernama Wahyana (53), juga berhasil mengharumkan nama Indonesia karena dipercaya menjadi wasit laga final tunggal putri cabang olahraga bulutangkis di Olimpiade Tokyo 2020 tersebut.
Advertisement
BACA JUGA
Dilansir dari Merdeka.com, Wahyana merupakan seorang guru olahraga di SMP Negeri 4 Patuk Gunungkidul dan juga menjabat sebagai wakil kepala sekolah untuk bidang kurikulum di sekolah tersebut. Perlu diketahui, sebelum akhirnya dipercaya menjadi wasit cabang olahraga bulutangkis di ajang Olimpiade Tokyo 2020, ia telah memiliki banyak pengalaman di dunia perwasitan, baik nasional hingga dunia.
Perjalanan yang cukup panjang telah ia lalui sebelum akhirnya mencapai puncak kariernya saat ini. Lalu, bagaimana kisahnya dalam meniti harier hingga akhirnya memimpin laga final bulutangkis pada ajang Olimpiade Tokyo 2020? Simak ulasan selengkapnya.
Advertisement
Pernah menjadi pemain voli
Dilansir dari Liputan6.com, Wahyana memang sudah menggemari olahraga sejak lama. Pria kelulusan fakultas olahraga di IKIP atau UNY ini awalnya bergelut di cabang olahraga voli.
Wahyana bahkan sempat menjadi anggota voli DIY. Namun, karena cedera engkel yang serius akhirnya ia memilih berhenti dan memilih jalan lain untuk mendapatkan peruntungan di cabang olahraga lain, yakni bulutangkis, tetapi bukan sebagai atlet, melainkan sebagai wasit.
Asah kemampuan jadi wasit
Dalam meniti kariernya sebagai wasit ia sangat serius menjalankan profesinya dengan mengasah kemampuannya secara terus menerus. Sejumlah sertifikasi kompetensi ia lalui untuk memaksimalkan potensi menjadi juru adil di tengah laga. Hingga akhirnya kiprah Wahyana sebagai wasit diperhitungkan di kancah internasional.
Pada tahun 1998 hingga 2000, ia sempat menjadi hakim garis di setiap pertandingan. Kemudian, ia mengikuti ujian kompetensi di tingkat DIY dengan hasil terbaik, dan akhirnya ia kembangkan lagi di tingkat nasional hingga Asia.
“Di tingkat nasional A, saya mendapatkan capaian terbaik. Kemudian saya dikirim mengikuti Asia Accreditation di Kuala Lumpur pada tahun 2006 silam. Lalu, lanjut lagi Asia Certification di Johor,” ujar Wahyana, dikutip dari laman Liputan6.com, pada Jumat (6/8).
Setelah itu, ia kembali mengikuti BWF Accreditation dan mendapatkan sertifikasi atau lisensi tertinggi pada tahun 2016. Sehingga, debutnya di dunia perwasitan badminton semakin diperhitungkan di kancah internasional, karena jam terbangnya dalam mengikuti pertandingan juga semakin tinggi.
“Dari 36 wasit yang ada, 11 di antaranya dari Asia dan saya satu-satunya dari Indonesia yang dipercaya memimpin jalannya pertandingan tim tunggal putri memperebutkan medali emas. Tentunya ada sebuah kebanggaan tersendiri, sebab dalam final itu hanya dicari wasit terbaik dari seluruh yang ada. Alhamdulillah,” ucapnya.
Advertisement
Jadi wasit di pertandingan besar
Selain Olimpiade Tokyo 2020, ternyata Wahyana telah melalui banyak pertandingan di turnamen olahraga bergengsi seperti SEA Games, Asian Games, Kejuaraan Dunia, Paralympic, Piala Thomas, Piala Sudirman, World Tour Finals, dan turnamen lainnya.
Selain itu, pria kelahiran September 1967 ini telah memimpin pertandingan badminton di 77 negara yang berbeda, sehingga kemampuannya semakin terasah hingga saat ini.
“Menjadi wasit dalam partai final memang dipilih yang terbaik dan harus memiliki lisensi tertinggi,” tambahnya.
Misi Wahyana untuk Indonesia
Sebagai salah satu pengurus PBSI di Jakarta, saat ini Wahyana memiliki program mencetak wasit muda dari seluruh penjuru Indonesia. Saat ini, program tersebut perlahan mulai berjalan dan minat anak-anak muda dalam menjadi wasit muda juga sudah mulai banyak. Walaupun begitu, ada kendala yang dihadapi, yakni wasit-wasit muda ini tak memiliki kemampuan berbahasa inggris.
“Banyak yang belum bisa sampai ujian kompetensi internasional. Banyak sebenarnya yang minat, tapi bahasa menjadi kendalanya. Jadi saat ini, kami merekrut yang memiliki basic bahasa inggris terlebih dahulu,” ujar Wahyana.
Penulis: Chrisstella Efivania
#ElevateWomen