Fimela.com, Jakarta Kenangan pada masa kecil takkan pernah terlupakan. Hari-hari dan waktu yang kita lewati saat masih anak-anak akan selalu membekas di hati. Masing-masing dari kita pun pasti punya kisah atau cerita paling membekas soal masa kecil itu, seperti pengalaman yang dituliskan Sahabat Fimela dalam Lomba My Childhood Story: Berbagi Cerita Masa Kecil yang Menyenangkan ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Khuswatun Khasanah
Sebagai generasi tahun 90-an pasti merasakan bagaimana serunya bebas bermain tanpa gadget. Menyatu dengan alam. Ternyata kenangan itu benar-benar sangat membekas. Sampai-sampai masih ingat dengan jelas seperti apa sensasi rasanya momen-momen masa kecil dulu. Seperti baru kemarin sore, padahal sekarang usia sudah mendekati kepala tiga.
Dulu waktu masih SD, ada masa-masa yang paling ditunggu kawula anak-anak di desa. Adalah ketika masa panen padi atau tebu tiba, musim tanam padi dan ketika air sungai naik.
Kebetulan dari kecil sampai sekarang tinggal di daerah yang mewah, mepet sawah. Jadi, area bermain kadang tak jauh dari seputar persawahan. Permainan yang setelah beberapa tahun kemudian kita tahu, bukan sekadar bermain, tetapi sebenarnya yang kita lakukan bermain sambil belajar. Bahkan, sampai ada sekolah alam yang konsepnya kurang lebih seperti masa bermain kita dulu. Canggih,bukan? Baik, untuk mempersingkat waktu, mari masuk ke dalam traveler pada masa kecil dulu.
Yang pertama keseruan bermain di atas jerami. Pada saat musim panen padi, anak-anak sibuk bermain di atas tumpukan jerami yang menggunung. Meloncat-loncat hingga berguling-guling dari puncak tumpukan jerami sampai ke bawah. Seolah-olah terjatuh dan berteriak minta tolong kepada teman yang berada di puncak bukit jerami. Hitung-hitung latihan main sinetron. Hehe, canda, sinetron. Yah, meskipun pada akhirnya, badan memerah dan gatal-gatal. Belum lagi amarah mamak yang meledak saat mendapati kita yang garuk-garuk sepanjang jalan sampai rumah. Tetapi, tetap saja rasanya ingin lagi, lagi dan lagi.
Advertisement
Masa-Masa Penuh Warna bersama Teman-Teman
Beralih ke keseruan berikutnya, yaitu saat panen tebu. Tebu yang dipanen, sebelumnya dibakar terlebih dahulu. Jadi, kami mencari tebu yang tercecer ketika diangkut ke truk. Alhasil, badan kami cemong terkena kulit tebu yang gosong. Siapa yang paling dapat banyak tebu, dialah pemenangnya. Tebu-tebu itu diangkat di atas kepala. Ketika di rumah kami kupas kulitnya, dan kereti (digaris pakai pakai pisau), agar mudah untuk dimakan. Sensasi ketika makan tebu luar biasa. Karena keras, kami kadang kesusahan untuk mengunyah dan menyesap dari gulanya. Belum lagi, lengket ketika sudah selesai dengan urusan pertebuan.
Ah, ya bicara soal tebu jadi ingat ciplukan. Ternyata, di dalam kebun tebu banyak sekali tanaman ciplukan. Hal itu kita temukan secara tidak sengaja. Ketika sedang asyik main-main di sekitar kebun tebu, lihat ciplukan di pinggiran. Karena penasaran, masuklah kita ke dalamnya. Tak disangka, banyak ciplukan yang bertebaran hampir di tiap baris tebu. Ambillah yang matang dengan wadah kaos di depan. Kalap sudah. Tidak kenal apa itu takut, khawatir atau apapun. Sekarang, kalau dipikir-pikir, kenapa dulu seberani itu, yah? Gak mikir barangkali ada ular? Kelabang? Hihii. Ternyata (lagi) belasan tahun kemudian, ciplukan naik kelas dong. Masuk supermarket.
Lanjut nggak, lanjut nggak? Oke lanjut, lanjut. Keseruan yang berikutnya. Adalah ketika masa tanam tiba. Lebih tepatnya saat traktor tangan mulai unjuk diri. Suara khas traktor tangan yang paling kami nantikan, ketika sudah dekat, kami berebut menaikinya. Kemudian pemandangan yang paling epik adalah saat traktor mulai membajak sawah, kami kadang berdiri tepat di pojokan sawah. Saat traktor mendekat, terlihat seperti traktor akan menabrak. Pada saat itulah, histeris. Padahal sudah tahu, traktor akan berbelok saat itu juga. Jangan tanya bagaimana rasanya.
Sebagai tambahan, ini sih rahasia. Dulu, saking tomboynya dan nggak mau kalah sama anak laki, diam-diam saya mengambil layangan punya adik. Pinjam, meski izinnya dalam hati. Kebetulan lapangan dekat rumah, dekat dengan menara sutet. Angin sedang lumayan kencang. Tanpa membuang-buang kesempatan, langsung kunaikkan layangan. Wus. Lancar, bahkan cepat sekali membumbungnya. Kebahagiaanku sirna berganti dengan rasa panik yang mendera. Karena ternyata layanganku nyangkut di label sutet. Lebih panik lagi karena tidak ada orang lain. Untungnya, tak lama kemudian, ada orang yang lewat. Dan, entah bagaimana cerita dan caranya, layangan akhirnya lepas dari jeratan kabel sutet.
Sebenarnya masih banyak lagi keseruan masa kecil generasi 90-an. Termasuk saat main ayunan di pelepah daun kelapa yang di tepi sungai atau naik rakit bambu di sungai, dan lain-lain. tetapi karena keterbatasan space, jadi segitu saja ceritanya. Sekarang giliranmu, ya. Apa cerita my adventure my treasure-mu?
#ElevateWomen