Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Cynthia Der Waskuri
Pernikahan. Entah mengapa aku belum ada bayangan akan hal itu di saat usiaku hampir 40 tahun. Dahulu saat aku berusia duapuluh lima tahun ke atas, ada bayangan tentang pernikahan tapi aku buntu memikirkannya. Lalu pada awal usia tigapuluhan aku sudah memiliki konsep pesta pernikahan seperti apa yang aku impikan, tapi bukan berarti aku akan memutuskan untuk segera menikah. Semakin usiaku bertambah, aku merasa belum mau menikah dan terikat seumur hidup dengan seorang pria dan keluarga besarnya.
Aku masih ingin bebas menjalani kehidupanku sendiri dan juga masih ingin mewujudkan harapanku tentang kehidupan apa yang ingin aku jalani di dunia ini, tapi saat ini tetap jawabannya adalah bukan suatu pernikahan. Aku tidak anti pria ataupun anti pernikahan, tapi memang sampai saat ini aku memilih untuk menjadi seorang single woman. Aku dilangkahi kedua adik laki-laki aku, dan itu bukanlah masalah. Aku bersyukur mereka telah menikah dan memiliki istri sholehah serta anak-anak yang menggemaskan.
Ada cerita berkesan tentang baju seragam pernikahan yang sempat dihiasi drama kecil dalam pembuatannya untuk pesta pernikahan salah satu dari adikku pada tahun 2017. Tanteku yang memiliki ide awal desain baju dan warna serta bahan yaitu berwarna biru muda cerah dengan bahan yang jatuh, bersinar lembut dan dihiasi kain brokat berwarna biru lebih terang keemasan. Kami sangat antusias akan hal itu dan segera memikirkan desain apa yang sesuai keinginan masing-masing karena ada orang tua dan anak-anak remaja yang menginginkan desain yang sesuai selera pribadi.
Advertisement
Pengalaman di Pernikahan Adikku
Kami menjahit baju seragam pernikahan itu di penjahit langganan. Keluarga besarku adalah langganan beliau meskipun berada di luar kota. Untuk ukuran baju dari anggota keluarga yang berada di kota-kota lain sudah dikirim dengan desain yang sudah disiapkan masing-masing.
Selang beberapa hari aku dan tanteku mengecek sejauh mana pembuatan baju-baju itu. Dan kami langsung shocked ternyata desain yang sudah ditetapkan sangat berbeda dan intinya gagal karena sudah terlanjur dipotong-potong kainnya. Aku tertegun dan kecewa melihat kain-kain itu sudah terlanjur berbentuk pola yang siap untuk dijahit. Bahkan model bajuku jauh berbeda dari yang aku sampaikan.
Protes dari anggota keluarga lain juga berdatangan, aku merasa tidak enak karena sudah diamanatkan untuk mempersiapkannya. Setelah berdiskusi akhirnya keputusannya adalah dilakukan perubahan dan penyesuaian desain meskipun juga kami sudah pasrah. Hampir setiap hari aku mengecek kemajuannya, takut ada kekecewaan tambahan. Jika masih ada model baju yang bisa diselamatkan maka diselamatkan atau dirombak agar lebih mirip dari desain awal yang diinginkan. Dan akhirnya kami benar-benar pasrah saat hari pernikahan adikku tinggal menghitung hari.
Pada hari H kami memakai baju seragam pernikahan itu dengan perasaan lega, melupakan sejenak rasa kecewa ataupun berusaha komplen kepada sang penjahit yang juga ikut hadir.
Menjahitkan Baju
Hari itu kami fokus menyaksikan pernikahan anggota keluarga kami. Kami berfoto bersama dan terlihat kompak dengan baju seragam biru muda dihiasi kain brokat biru keemasan. Kami selalu tersenyum dan menikmati setiap momen. Bahkan sampai saat ini keluargaku sering memakai baju itu untuk acara tertentu seperti hari lebaran, pengajian, mengunjungi kerabat atau ke pesta pernikahan orang lain.
Kabar terbaru yang kami terima adalah penjahit langganan kami telah berpulang karena sakit. Aku cukup kaget beliau akan secepat itu meninggalkan kami, dulu aku pernah beberapa kali mampir ke rumahnya dan melihat keadaan beliau yang sedang sakit. Kami tidak menyangka bahwa baju seragam di pernikahan adikku adalah karya terakhir beliau untuk keluarga kami yang sangat mengagumi hasil karyanya sejak dahulu karena selalu awet bertahan beberapa tahun bahkan puluhan tahun karena beliau memilih bahan yang bagus dengan model yang tidak lekang waktu.
Aku memakai baju jahitannya dari kecil sampai usiaku hampir 40 tahun. Aku memiliki koleksi jahitannya yang sesuai dengan rancanganku sendiri seperti baju lebaran, kebaya wisuda sampai sandalnya, baju kerja, baju main serta baju pesta.
Kini aku belum menemukan penjahit yang seperti beliau. Mungkin jika beliau berumur panjang maka aku akan menjahit kebaya pernikahanku juga, dan aku yakin itu adalah salah satu impian beliau karena sudah mengiringi setiap fase kehidupanku melalui hasil karyanya yang membuatku merasa menakjubkan setiap memakainya.
#ElevateWomen