Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Nony Erau Nurtia
Kembali mengenang empat tahun lalu saat mempersiapkan pernikahan, seperti orang pada umumnya pernikahan menjadi tahapan yang penting bagiku. Tidak ingin terlewat begitu saja, aku mempersiapkan agar hari sakral itu bisa meninggalkan banyak hal berkesan, tidak hanya untuk aku dan pasangan tapi juga keluarga dan tamu undangan. Tapi ternyata mewujudkan impian tidak pernah mudah ya.
Sejak awal aku ingin mewujudkan pernikahan yang berjalan lancar, sebab itu rasanya aku tidak pernah sedikit pun menyulitkan keadaan. Mulai dari proses lamaran, menetapkan mahar dan hantaran, tidak pernah ada permintaan khusus yang aku sampaikan. Melihat perjuangan dari pasanganku hingga detik itu sudah cukup untuk menerima lamarannya.
Kami sepakat untuk tidak saling memberatkan, karena tidak seperti pasangan lain yang memiliki waktu mempersiapkan hari spesial bersama, aku dan pasangan sedang dalam kondisi long distance relationship. Bagiku berjarak jauh seperti itu saja sudah cukup sulit, lalu untuk apa pernikahan dibuat rumit. Namun kondisi itu membuat aku bekerja lebih ekstra, karena banyak hal harus aku persiapkan sendiri di sela jam kerja sebagai karyawan swasta.
Mulai dari mengurus berkas ke KUA, mencari vendor, menyiapkan hantaran, menyebar undangan, hingga mencari konsumsi, rasanya aku sudah seperti wonder woman yang bekerja dengan seribu tangan. Ini semua karena acara pernikahan akan dilangsungkan di kota tempat kami tinggal, sementara pasanganku bekerja di kota lain.
Advertisement
Menahan Ego HIngga Memaknai Setiap Perbedaan dengan Kesabaran
Berkeliling mempersiapkan ini dan itu seorang diri, sesekali ditemani calon ibu mertua, dan beberapa sahabat membuat aku selalu bersemangat. Ya, aku seorang yang mandiri sejak kepergian ibuku, sementara ayahku seorang pelaut yang bekerja di luar negeri. Aku tidak punya banyak orang yang bisa kuandalkan.
Tapi syukurlah, aku menikah di era yang modern, banyak vendor yang bisa membantu proses pernikahanku berjalan dengan baik. Proses ini menjadi kenangan berkesan, bagaimana aku dan pasangan mempersiapkan pernikahan hanya melalui video call, kita bertukar pikiran dan saling menenangkan agar semua berjalan baik.
Jangan dikira tidak ada kerikil yang menghempas, begitu banyak selisih paham yang terjadi. Beda pendapat dan nesehat silih berganti datang dari banyak pihak. Benar-benar hal yang menguras emosi. Bahkan semangat dan lelah datang bersamaan.
Mulai dari keluarga yang tiba-tiba ingin mengubah konsep, lalu ada permintaan-permintaan aneh yang sebelumnya tidak ada dalam pikiranku mulai merecoki. Bagiku itu adalah hal yang lumrah terjadi, bahkan beberapa teman bilang bahwa hubungan kami sedang diuji. Tapi karena aku mengambil banyak peran dalam proses itu, aku mendapat banyak pelajaran.
Ada sebuah pesan yang aku tangkap, mempersiapkan pernikahan adalah perihal menahan ego, memudahkan jalan tanpa perlu membebankan, menguatkan tujuan dalam doa dan saling percaya, serta memaknai setiap perbedaan dengan kesabaran. Tak henti bersyukur, pernikahan kami berjalan dengan baik sekalipun masih terdapat kekurangan, aku bisa melihat kelurga besarku datang, teman-temanku memberikan selamat.
Ada ayah dan saudara yang atas izin Allah bisa hadir menjadi wali dan melepasku kepada suami. Aku memaknainya dengan rasa syukur, hari itu aku resmi menjadi seorang istri dengan pernikahan yang hikmat dan penuh berkat.
#ElevateWomen