Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Pratiwi
Di dunia ini tidak ada yang kebetulan, melainkan sudah ditakdirkan. Sekeras apa pun menggenggamnya jika bukan milik kita akan lepas juga. Tentang jodoh aku memimpikan seorang suami yang mendekati sempurna sesuai impian masa remajaku. Tanpa aku sadar sampai kapan pun aku tidak akan menemukan di belahan bumi mana pun karena semua orang mempunyai sisi kelemahan.
Seorang lelaki tinggi, pintar, cerdas, kaya (lebih tepatnya realistis), sholeh, sukses, tampan dan terutama mempunyai banyak keahlian yang akan membuatku lebih mengaguminya. Aku rasa semua orang akan memingigikan tipe suami seperti itu.
Pertemuan yang tak disangka–sangka dengan seseorang merupakan awal kisah cintaku. Aku bertemu denganya tepat kenaikan semester kuliah, seorang dosen pindahan dari jurusan lain untuk pertama dan terakhir mengajar di fakultasku karena gedung fakultasnya sedang dibangun.
Pertemuan yang awalnya biasa seperti antara dosen dan mahasiswa, tetapi hari demi hari aku merasakan perubahan sikap yang ditunjukan kepadaku berlebihan. Aku banyak diperhatikan dan diperlakukan berbeda dengan temen–teman sekalas, bahkan dia tak segan untuk memujiku ketika persentasi membuat semua orang menatapku iri.
Advertisement
Perkenalan dengan Seorang Pria
Akhir semester telah selesai, aku tidak menyangka dia menawarkan pekerjaan part time di bimbel yang dikelolanya. Menjelang skripsiku dia tak segan menawarkan bantuan jika aku mengalami kesulitan. Siapa sangka orang yang selama ini sudah kuanggap sebagai kakakku, karena kami berasal dari daerah perantau yang sama ternyata menaruh hati padaku. Awalnya aku sudah menduga mungkin ada niat lain tapi aku tepis semua pikiran negatifku padanya.
Pertama kali dia menyatakan cinta menjelang wisuda dan aku menolak, bukan karena dia tak sesaui tipeku bahkan nyaris sesuai dengan suami impianku, tetapi dia memiliki satu kekurangnya yang membuat aku ragu untuk melangkah. Dia seorang duda beranak 2, anak pertama kelas 2 SMP dan kedua kelas 6 SD.
Berjalannya waktu aku rasa dia akan menyerah, nyatanya terhitung hampir 1 tahun lamanya dia tak pernah lupa menghubungi setiap saat, entah untuk menanyakan kabar atau pun mendengar semua kegiatan dan keluh kesahku.
Rasa itu semakin lama tumbuh tanpa diundang, nyaman itu satu kata yang mengambarkan perasaanku waktu itu. Tak menampik semua itu berjalan dengan sendirinya mulai tumbuh rasa rindu dan juga cemburu melihat dia sering kirim foto kegiatan seminarnya yang dikeliling para mahasiswi cantik dan muda.
Hari yang spesial tepat jatuh di bulan desember bertepatan H-1 ulang tahunku dia pergi ke Kota Bandung untuk menemui dan menyatakan perasaanya kembali di saat dia mengajakku makan malam. Berbekal restu kedua orang tua yang sudah aku kantongi, ya selama ini hanya ibu dan ayahku tempatku bercerita tanpa melewatkan dan mengarang sedikit pun tentangnya. Mereka sempat menolak, tapi melihat aku bahagia dengan pilihaku akhirnya mereka mengizinkannya asal dia tak pernah meyakitiku.
Malam yang sangat berkesan dengan semua lika-liku perjuangan yang kami lalui, kesabaran untuk menunggu hatiku menerima cintanya, semua terbayar sudah dan kujadikan dia kekasihku.
Kisah cintaku layaknya sepasang muda–mudi yang di mabuk asmara. Kami menjalani hubungan dengan LDR karena tempat kerjanya di Jakarta. 2 minggu sekali dia pasti mengunjungi ku romantasi bukan. Waktu terus berjalan sudah 3 bulan lamanya aku menjalin hubungan tanpa ada cekcok, yang kami rasa semakin nyaman dan yakin untuk melangkah bersama ke jenjang yang lebih serius.
Niat baik yang kutunggu selama ini terucap sudah dari mulutnya, tidak perlu waktu lama untuk kami menyakinkan satu sama lain. Setelah dia mengajukan cuti nyatanya dimanfaatkan untuk berkunjung ke rumahku dengan alasan bersilahturahmi sekaligus melamarku di depan keluarga besar.
Bahagia itu yang aku rasakan karena di tahun 2020, aku memang berniat mengakhiri masa lajang dan lebih bahagia karena semua seolah berjalan sempurna keluargaku menerima lamarannya, semua keputusan akhir tetap padaku asal aku bahagia mereka juga bahagia. Konsep pernikahan impianku sedikit banyak sudah kusampaikan mulai dari gedung mewah, staylist make-up terkenal, undangan, sovenir yang unik, serta jenis makanan apa saja yang akan dihidangkan dan dia menyetujuinya.
Aku lupa bahwa manusia hanya bisa berencana Indonesia dilanda Covid- 19 menyebakan lockdown di mana-mana. Hal tersebut juga berdampak pada hubungan kami semua berubah 180 %. Pertengkaran tak dapat dielakan mulai dari hal kecil hingga besar.
Setiap hari ada saja masalah yang harus kami hadapi. Pertama, dari rasa cemburuku ketika dia mengabaikanku dengan berkumpul bersama anak–anaknya dan keluarga. Kedua, dia yang tetap merespon baik sama mahasiswinya yang jelas–jelas pernah menyatakan cinta padanya.
Kami hanya menjalani hubungan ini secara diam – diam hanya orang terdekatlah mengetahuinya, alasan dibalik itu karena aku yang belum siap semua orang tahu mengigat dia salah satu dosen favorit di kampusku dulu. Ketiga, puncak kekecewaanku untuk pertama kali dia tak kunjung datang menemui keluargaku dengan alasan Lockdown. Dia sudah berjanji untuk datang kedua kalinya dengan membawa kelurganya karena sekali pun aku tidak pernah bertemu mereka hanya lewat foto saja yang aku ketahui selain itu juga untuk membahas dan menentukan tanggal, bulan, pernikahan kami
Keluargaku sangat mengerti keadaan yang sedang aku alami, mereka hanya bisa memberi nasihat dan menghiburku. Hilang sudah pikiran negatif tentangnya dan aku hanya bisa bersabar dan memahaminya. Lagi dan lagi cobaan terus saja menguji cinta kami, di bulan 10 dia mengabariku dengan memberikan hasil swap menyatakan positif Covid-19. Lemas seketika mendengar kabarnya tanpa diundang air mataku lolos sudah.
Doa untuk kesembuhan itulah yang selalu aku panjatkan setiap hari. Sudah hampir 3 minggu dia tidak mengabari dan terakhir kali dia berkata jangan ganggu aku, karena dia tidak ingin mendengar tangisanku yang akan berdampak buruk pada kondisinya.
Membatalkan Lamaran
Kepercayaan dan kejujuran, dua hal yang berubah akhir–akhir ini dan menjadi tanda tanya. Aku tidak pernah tahu di mana dia dirawat selama Covid-19, dia begitu tertutup padaku hanya sesekali dia mengabariku jika dia mulai down. Setia padanya, mengalahkan ego dan emosi untuk bersabar menanti kabar. Kata pepatah usaha tak akan pernah menghianati hasil tapi nyatakan tak berlaku padaku.
Universitas dia mengadakan seminar dan disiarkan secara live di youtube. Rasanya semua sia-sia dia berdiri di sana sebagai pemateri utama. Kadang rencana Tuhan itu tak terduga aku hanya iseng membuka IG Universitas tempat dia bekerja, awalya biasa saja sampai mataku tak segaja membuka postingan 1 hari yang lalu wajahnya terpampang di sana menjadi pematari. Kecewa untuk kedua kalinya karena dia mengabariku jika dia sudah pulang tetapi setelah acara itu berlangsung 1 hari sebelumnya.
Apa dia tidak punya hati, seegois itukah dirinya? Tak ada secuil rasa khawatir dan rindu padaku, aku dianggap siapa apakah seperti ini memperlakukan calon istri, bagaimana jika sudah berumah tangga, apa ini alasan perceraianya. Keraguan semakin muncul di dukung dengan perubahan sikap yang ditunjukkan dan kata–kata kasarnya padaku akhir–akhir ini.
Hubungan kami semakin hari semakin merenggang dia tidak terima jika aku menyalahkannya, ego, egois, tidak pengertian itulah kata–kata akhir – akhir ini yang aku dapat darinya. Tidak di WA tidak di telepon kami selalu bertengkar. Untuk kesekian kali aku mengalah karena cinta masih ada meski sesakit itu. Cobaan seperti enggan pergi dan inilah puncaknya. Tuhan banyak cara menunjukan siapa yang pantas untuk diperjuangkan dan bersanding di pelaminan.
Kuniatkan langkah menuju Kota Jakarta ditemani saudara yang kebetulan ada urusan di sana, ya Kota Jakarta tidak lagi lockdown dan itu mempermudahku bertemu denganya. Aku memang tidak mengabari sebelumnya berharap dia akan bahagia menyambutku. Kulangkahkah kaki ku menuju rumahnya sebaliknya akulah yang mendapatkan kejutan.
Seorang wanita yang sudah berumur menyapaku dan aku tahu siapa dia. Di balik pintu seorang laki–laki juga keluar dan tak kalah terkejut melihatku, tanpa kata-kata aku segera pergi meninggalkan rumah yang tak menyambutku dengan hangat.
Di sebuah resto makan yang tak jauh dari rumahnya kami duduk saling berhadapan. Walaupun sesakit ini aku masih gengsi dan malu untuk mengelurkan air mata apalagi orang yang sudah ku cap sebagai penghianat.
Pertengkaran hebat tak terelakkan kami sama–sama ego, aku tahu perempuan itu mantannya tapi untuk apa meraka tinggal serumah. Kenyataan pahit kudapat dia tetap tidak mau disalahkan dan menganggapku tidak mau memahaminya serta egois dan hanya mementingkan kebahagianku sendiri.
Anaknya sakit dan merindukan ibunya itulah yang terjadi dan dia tidak terima aku menyebutnya pengkhianat dan tukang selingkuh. Nyatanya dia tidak ada hubungan apa–apa lagi dengan mantanya. Semua murni untuk anaknya agar tidak terganggu psikis dan kehilangan kasih sayang kedua orang tuanya.
Kenyatanya selama ini ternyata dia belum pernah menyatakan niat menikah lagi terutama kepada kedua anaknya. Hanya sebagian keluarga yang tahu itupun hanya ibu dan kakak tertua serta pamanya.
Alasan semua bagiku tidak masuk akal karena anak–anak belum tahu mereka bercerai dan waktu yang belum tepat untuk mereka mengetahui itu semua lagi–lagi takut psikis anaknya terganggu. Sabar menunggu itu yang diucapkan sampai dia mencari cara untuk menyampaikan ke anak–anaknya agar mengerti.
Permainan macam apa yang dia tunjukkan? Kurasa aku sudah lelah dengan semua permainan teka-tekinya. Rasa itu pun mati seketika, menangis rasa nya sudah lelah entah berapa banyak air mata yang kukeluarkan dengan sia–sia. Keluargaku kecewa dan menyayangkan sikap egoisnya. Dia tidak adil menjaga hat. Bukankah hati ini juga sakit, tapi kenapa hanya hati kelurganya yang selalu diutamakan?
Semua rangkaian kejadian sudah kuputuskan bagaimana aku harus melangkah ke depan. Kelurgaku hanya bisa mendukung apa pun hasilnya asal itu membuatku bahagia dan tidak bersedih lagi.
Hari itu menjadi hari terakhir untuk kami bertemu. Kuhentikan semua agar tidak ada lagi yang tersakiti. Kusampaikan semua rasa sakit yang sudah tak terbendung lagi hanya penyesalanlah yang tersisa. Lamaran aku batalkan secara sepihak, bukan aku tidak cinta tapi bagiku menjalin hubungan tanpa adanya kejujuran dan saling keterbukaan tidak akan menciptakan kebahagian karena itulah yang paling utama. Akhirnya kami menjalani kehidupan masing–masing.
#ElevateWomen