Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Nandika Yss
Cinta masa SMP yang terus kubawa sampai aku memasuki perguruan tinggi dengan orang yang sama tidaklah satu hal yang mudah. Dua karakter manusia yang berbeda, dua latar belakang yang berbeda sering kali membuat hubungan ini sedikit rumit.
Aku yang lebih ekspresif dalam hampir semua hal, dan dia yang lebih nerima dalam banyak hal pula. Aku anak pertama yang apa pun maunya selalu dituruti oleh keluarga, sedangkan dia kebalikanku. Dikabulkan ya bersyukur, kalau tidak ya tidak ada masalah. Dua pribadi yang sangat bertolak belakang, bukan?
Selayaknya anak sekolah pacaran, kami pun selalu menghubungi satu sama lain setiap hari. Bertemu jika rindu, menghibur jika salah satu bersedih, bahkan berlibur bersama dengan teman-teman ketika kami kuliah. Kebetulan dia ini seniorku di satu lingkup yayasan sekolah. Aku kelas 3 SMP dia kelas 2 SMA. Dan kisah ini kita rajut mulai dari sana.
Meskipun kami berbeda perguruan tinggi, hubungan ini tetap berjalan. Sampai suatu saat aku dan dia jenuh dengan hubungan yang stagnan. Meminta sebuah kejelasan adalah sebuah keharusan yang aku pertanyakan. Mau dibawa ke mana hubungan ini?
Di tahun kedelapan kami pacaran, dia memutuskan untuk memintaku kepada kedua orang tuaku. Orang tuaku memberikan persetujuan dengan mudah karena sudah percaya dan sayang dengan dia. Tapi bagaimana dengan kedua orang tuanya? Apakah juga sama perlakuannya terhadapku? Ternyata mereka juga setuju, asal setelah menikah nanti aku dibawa ke keluarga laki-laki.
Awalnya aku mantap, "Iya aku mau," tapi semakin dekat waktu pernikahan semakin hal ini membuatku bingung. Bisakah aku beradaptasi dengan keluarga baru? Latar belakang baru? Lingkungan baru? Terlebih untuk urusan acara pernikahan di rumahku, hampir 90% aku yang mengurusnya sendiri.
Advertisement
Menuju Hari H
Memang kalau mau melaksanakan hal yang baik, setan akan selalu mengganggu karena ia benci itu. Semakin dekat hari H, semakin ragu hati ini. Teman-teman laki-lakiku tiba-tiba saja banyak yang mengutarakan perasaannya kepadaku. Orang jauh tak dikenal tiba-tiba meminta untuk menjadi suamiku. Kondisi keuangan calon suami yang tiba-tiba saja memburuk. Ibuku yang jatuh sakit. Ah. Banyak sekali cobaannya kalau diingat.
Untungnya aku selalu terbuka kepada pasangan. Aku ceritakan semua yang mengganjal di hati. Dia menguatkanku, berjanji untuk selalu memperjuangkan hubungan kami, menyayangi keluargaku seperti menyayangi aku, mengusahakan yang terbaik untuk finansial, dan mempelajari ilmu agama bersama denganku.
Sambil terus berdoa dan salat Istikharah, aku meminta petunjuk Allah untuk dimantapkan hatinya. Dan mengikhlaskan jika sesuatu hal buruk terjadi. Tapi Allah memberi jawaban dengan memantapkan hatiku untuk melanjutkan pernikahan ini.
Dan di hari H acara pun berjalan khidmat dan lancar. Setelah suamiku mengucap bacaan akad, semua beban seperti hilang. Pundak terasa ringan, hati terasa tenang. Jadi inilah kisah cintaku, cinta monyet SMPku yang jadi cinta beneran di tahun kedelapan hubungan kami.
#ElevateWomen