Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Bangun Ambar Ekowati
Wanita mana yang tak ingin tampil cantik di hari pernikahannya? Tentu semua wanita ingin tampil cantik di hari yang sakral itu. Hari pernikahan merupakan hari sakral yang hanya terjadi sekali seumur hidup. Hari saat pengantin menjadi pusat perhatian. Hari saat para tamu akan berjabat tangan dan ucapkan selamat kepada pengantin.
Selama aku memakai riasan wajah jarang sekali aku tampil dengan cantik. Banyaknya aku tampil seperti waria. Termasuk ketika aku wisuda. Padahal aku sudah merogoh kocek yang cukup tinggi (menurutku) untuk dirias oleh teman yang cukup profesional. Namun, tetap saja wajahku seperti waria, karena aku bukan dirias oleh temanku itu, tapi oleh rekannya.
Balik lagi ke make up hari pernikahan. Karena aku ingin tampil cantik ketika hari pernikahan itu, maka aku harus cari perias jauh-jauh hari. Tanggal pernikahanku cukup cantik yaitu tanggal 9 bulan 9 tahun 2017. Oleh karena itu, tidak mudah untuk mencari perias yang bagus dan available di tanggal pernikahanku.
Awalnya aku dan calon suamiku (saat itu) memilih teman kami sebagai perias (MUA) profesional yang sudah tak diragukan lagi keahliannya dalam make up pengantin. Namun, budget yang kami miliki tidak masuk alias kurang. Calon suamiku pun tak berani untuk menawar kepada temannya. Padahal aku sudah berharap untuk dirias olehnya jadi aku tak perlu khawatir dan tidak seperti waria lagi ketika di make up.
Ya sudah aku mengalah, aku mencari perias yang dekat dengan rumahku. Dia menawarkan Rp5.000.000,- sudah dapat paket rias, ganti baju dua kali, dan dekorasi panggung pelaminan. “Peminjaman alat masak untuk makanan? Nanti bisa dipikirkan untuk bonusnya,” ujarnya. Harga yang sangat murah sekali. Tentu saja orang tuaku langsung setuju. Walau aku melihat hasil make up yang dia tunjukkan di foto seperti waria juga.
Advertisement
Mencari Perias yang Tepat
Aku ajak calon suamiku bertemu perias itu. Sesampainya di sana, calon suamiku mencoba baju pengantinnya. Dari baju, suamiku sudah tak cocok. Dari foto dekor yang ditunjukkan oleh periasnya, sangat tak cocok. Ya sudah, tak jadi untuk menggunakan jasa perias itu.
Katanya teman orang tua calon suamiku ada yang membuka jasa Wedding Party sebut saja Bu Ii. Kita akan mencoba jasa Bu Ii tersebut. Calon suamiku berikan media sosial Bu Ii supaya aku mendapat gambaran bagaimana hasil riasannya, baju pengantinnya, dan dekornya. Riasan? ya tak jauh beda. Terlalu menor dan aku khawatir riasannya membuat aku seperti waria. Baju pengantin dan dekorasinya aku cukup suka.
Aku diajak oleh calon suamiku untuk fitting baju pengantin ke rumah Bu Ii. Fitting baju pun berjalan lancar. Tiba saatnya negosiasi harga. Bu Ii mematok harga Rp 60.000.000,- sudah all in (baju, rias, dan dekorasi). Menurutku itu harga yang sungguh fantastis. Tempat nikahan kita hanya Balai RW yang ruangannya pun tak cukup luas dan tak megah juga. Jadi menurutku itu terlalu mahal.
Dari angka Rp 60.000.000,- saja aku sudah bingung untuk menawarnya. Namun, aku dan calon suamiku meminta untuk memberikan keringanan harga lagi. Ya. Nego lagi. Sampai akhirnya kami sepakat untuk membayar Rp 20.000.000,- dan Bu Ii pun setuju.
Ternyata tepat satu bulan sebelum tanggal pernikahan, Balai RW tak bisa digunakan. Aku dan calon suamiku berikut keluargaku juga mulai kalang kabut untuk mencari tempat. Untungnya kartu undangan belum naik cetak.
Bapakku mencoba menghubungi temannya yang memiliki kosan dengan lahan parkir yang sangat luas. Lahan parkir itu mungkin bisa dimanfaatkan untuk tempat pernikahanku. Alhamdulillah teman bapakku itu memberikan izin untuk menggunakan lahan parkirnya.
Aku informasikan ke Bu Ii bahwa ada perubahan tempat. Bu Ii dapat menyesuaikan dekorasinya. Bu Ii datang ke lahan parkir itu. Aku mencoba untuk mengajukan nego harga lagi atas perintah orang tuaku. Namun, Bu Ii tak menurunkan harganya juga. Bu Ii bersikeras bahwa harga yang diberikannya itu sudah sangat murah.
Hari-hari selanjutnya aku ada usulan untuk kerudung yang akan kupakai di hari pernikahan. Aku mengusulkan untuk menggunakan kerudung bahan voal karena saat itu bahan voal sedang tren. Pemakaian kerudung bahan voal itu menurutku cukup simpel dan tetap elegan. Namun, Bu Ii tak setuju karena katanya kurang bagus dan sulit untuk dicari. Ya kalau Bu Ii susah cari, biar aku yang cari. Bu Ii menolak, Bu Ii tetap ingin aku gunakan kerudung yang sudah disediakan olehnya. Baiklah, aku tau bahwa apa yang kubayar ini harga nego. Jadi aku bisa berbuat apa?
Tibalah hari pernikahanku, aku dirias oleh Bu Ii langsung. Alisku dicukur, masih mending dicukurnya pakai pencukur alis, ini langsung pake silet. Sadis memang, padahal alisku sudah dirapikan oleh temanku yang jago membuat alis. Tetap saja salah di mata Bu Ii. Sampai akhirnya alis kanan dan kiriku beda sebelah. Perbedaannya pun sangat jelas sekali.
Riasan wajah sudah hampir selesai tinggal lipstik. Aku tak suka lipstik warna merah merona itu membuat aku makin tua dan sangat terlihat seperti waria. Aku nego untuk dipakaikan lipstik warna pink, Bu Ii setuju. Ketika aku diambil foto, Bu Ii bergunjing dengan teman-temannya bahwa aku terlihat pucat dengan lipstik itu. Selera ibu-ibu beda dengan anak muda, mereka inginnya lipstik warna merah merona.
Saat acara pernikahan berlangsung banyak yang memujiku, “Cantik," “Cantik, Bangun," “Bagus make up-nya, Bangun," “Cantik banget sih, Bangun.” Ah rasanya itu hanya sebagai pelipur lara saja karena aku merasa tak cantik. Riasanku sangat menor sekali dan yang aku firasatkan sebelumnya, aku terlihat seperti waria. Aku tak suka. Meski demikian, aku harus tetap terlihat tersenyum.
Acara pernikahan telah usai. Aku buka handphone dan melihat foto diriku yang telah dirias. Ya ampun, cantiknya dari mana? Aku saja yang mau update foto di media sosial rasanya malu. Sampai aku harus edit berlebih di foto itu supaya terlihat cantik. Ibu dan adikku juga bilang bahwa aku tak cantik di acara pernikahan itu.
Beberapa bulan berlalu, fotografer memberikan hasil foto-foto pernikahan. Ah, betapa sangat jelas shading make up di mukaku itu tak tersamarkan. Betapa riasan mata tak ada rapi-rapinya. Aku sedih dan terpukul. Di hari sakralku itu, aku sangat berantakan. Cantik dari mana? Ah risiko harus terima nikahnya dibayar nego.
#ElevateWomen