Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Mutiara Diah Saraswati
Minggu, 6 Januari 2019 adalah hari yang sangat penting bagiku. Kebahagiaan yang telah ditunggu akhirnya akan segera terlaksana pada hari itu. Memori sakral yang terus mengingatkanku pada waktu itu ketika aku memandangi foto dua tahun lalu ini.
Ingatan tentang masa putih abu-abu menjadi masa paling indah kita sebelum hari bahagia itu datang. Sahabatku, orang yang paling baik yang aku punya di dunia ini. Orang yang paling mengerti diriku. Masih ingatkah waktu awal kita bertemu? Berkenalan di balik jendela karena kelas kita yang berseberangan. Masih ingat saat kita terlambat masuk sekolah dan kita harus dihukum bersama menghadap tiap bendera? Iya, konyol sekali rasanya waktu-waktu itu, waktu di mana kita mulai mengenal satu sama lain.
Saat ini aku berdiri di hadapanmu, melihatmu telah menemukan bahagia dalam hidupmu. Air mataku tak sanggup kututupi, mereka ingin menyapamu juga, mendoakanmu agar hidupmu berlimpah kebahagiaan saat nanti kau sudah memiliki kehidupan yang baru.
Aku masih ingat betul saat kita berlarian dari satu toko pakaian ke toko perhiasan agar kau tampil sempurna layaknya bidadari surga yang sedang berjalan menggunakan gaun putih. Aku tahu meski langkahmu berat namun keyakinanmu kuat tak mampu terhalang oleh apapun.
Meski langkah baikmu belum mendapat restu dari orang tuamu tetapi niat baikmu semoga dapat menjadi ibadah di muka bumi ini. Kadang ketika aku melihat foto bahagiamu, jelas dari sorot matamu restu itu masih terus kau inginkan, air matakupun lagi-lagi harus merindukan untuk jatuh di pipiku.
Advertisement
Membersamaimu Hingga ke Pelaminan
Aku masih ingat ketika semua orang harus tahu akan kejadian yang seharusnya tidak terjadi sebelum hari bahagiamu. Kejadian yang membuat kau, sahabatku, harus kehilangan restu dari orangtuamu dan harus berjuang sendiri untuk hari bahagiamu.
"Kau anak yang tangguh!" Kupeluk dirimu ketika diriku pun tahu kejadian itu setiap aku ingat waktu itu, rasanya aku ingin memelukmu lagi bahkan waktu ini, detik ini, saat aku mengeja huruf demi huruf mengenai perjalananmu.
Ketika aku melihat perempuan yang selalu tangguh, bijaksana, tak pernah aku melihatmu bersedih sekali pun. Namun, siang hari itu, di depan jendela kamarmu ketika aku masuk ke kamarmu. Kau luapkan seluruh amarahmu dan aku melihat ketidakberdayaan, keputusasaan, dan hidup yang tanpa arah ada di setiap tatap matamu.
Belajar ikhlas memang lebih sulit dari mengeluarkan amarah yang tidak ada ujungnya. Hingga akhirnya kita bangkit bersama meskipun cukup sulit untuk meyakinkanmu memilih hidup baru ini. Perlahan kita mulai membicarakan mengenai konsep pernikahan bersama pasangan sahabatku meskipun banyak sekali kendalan waktu itu.
Kami bertiga yang masa itu masih berusia 18 tahun merasa cukup asing dengan pemikiran seperti ini apalagi adanya keterbatasan biaya karena dari pihak keluarga sahabatku masih belum memberi restu hingga saat itu. Namun, kami tidak menyerah, aku terus berusaha mencari beberapa Wedding Organizer, katering, cetak undangan, baju pengantin, fotografer, MUA, perhiasan, dan lainnya yang cukup sesuai dengan budget diawal.
Sebenarnya untuk aku pribadi, hal ini baru pengalaman pertama aku untuk menyiapkan segala hal yang berhubungan dengan pernikahan di usia 18 tahun. Dengan waktu singkat dan keterbatasan biaya jadi kami bertiga waktu itu memilih untuk menikahkan sahabatku dengan pasangannya di KUA dan menggelar resepsi sederhana di rumah sahabatku dengan mengundang keluarga kedua mempelai saja.
Sebenarnya, hawa sakral pada waktu itu sangatlah terasa meskipun rasa sedih tentunya tidak dapat ditutupi. Namun, nasi sudah menjadi bubur, hal yang seharusnya tidak terjadi sudah harus terjadi.
Alhamdulillah, dengan banyaknya rintangan yang ada, pernikahan sahabatku dapat terlaksana dengan lancar tanpa kurang satu apa pun. Aku sangat bersyukur karena aku dapat menjadi saksi bagaimana perjuangan sahabatku dapat melewati semua ini terutama masalah uang. Kami sama sekali tidak meminjam kepada siapa pun karena sahabatku dan pasangannya ingin menggelar pernikahan yang sederhana saja.
Kebahagiaanku bertambah ketika saat ini aku sering mendengar kabarnya yang baik dan kehidupannya bahagia. Meskipun jalan yang ia pilih sangatlah beresiko dan ia harus mengikhlaskan masa mudanya untuk menimang anaknya dan berbakti kepada suaminya, tetapi yang terpenting bagiku adalah dirimu yang selalu bahagia bersama keluarga kecilmu. Akan selalu aku ingat perjuangan kita waktu itu, Sahabatku.
#ElevateWomen