Fimela.com, Jakarta Persiapan pernikahan seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri, seperti kisah Sahabat Fimela dalam Lomba Share Your Stories Bridezilla: Perjalanan untuk Mendapat Status Sah ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Krisyanti Asri
Tak pernah kubayangkan dalam hidup ini akan menjadi seorang pengantin dan duduk di atas pelaminan bersama dengan seseorang yang kupilih untuk menjadi teman hidupku. Ya, tak pernah kubayangkan bahkan aku pun tidak ingin membayangkannya. Karena usiaku sudah terpaut lebih dari 30 tahun, kupikir pernikahan itu tidak akan pernah terjadi. Tidak ada seorang laki-laki yang mau menikahi perawan tua sepertiku.
Tapi di tahun 2018, pandanganku kemudian berubah seketika.
Singkat cerita, laki-laki yang kini sudah menjadi suamiku, memberanikan diri untuk melamarku. Ada dua tahapan yang harus dilaluinya, yaitu melamar pribadi kepada Papa. Kemudian dilanjutkan dengan acara lamaran resmi, yaitu mempertemukan kedua keluarga kami.
Papa tidak banyak bertanya kepada calon suamiku waktu itu. Dia hanya bertanya padaku, "Kamu senang dengannya, Nak?" Dan aku dengan mantap menjawab, "Ya, aku senang bersamanya." Tanggal 26 Agustus 2018, acara lamaran resmi pun diadakan. Setelah lamaran diterima, mulailah kami memproses pernikahan kami.
Agak sulit sebenarnya menentukan tanggal pernikahan. Di satu sisi, orangtuaku ingin pernikahan ini terlaksana secepatnya. Paling tidak selang 3 bulan atau menjelang akhir tahun pernikahan harus sudah terlaksana. Tapi pihak pengantin pria ingin anaknya genap berusia 25 tahun lebih dulu.
Advertisement
Mempersiapkan Pernikahan
Akhirnya diputuskan tanggal 31 Maret 2019 sebagai tanggal pernikahan kami. Sengaja dipilih bulan Maret karena itu adalah bulan kami berulang tahun. Jadi bulan Maret di tahun-tahun berikutnya akan menjadi bulan yang sangat istimewa untuk kami.
Perbincangan alot terjadi ketika kami hendak menentukan tempat pernikahan kami. Ini berkaitan dengan kondisi keuangan kami saat itu. Aku tidak punya tabungan, begitupula suamiku. Karena tidak ingin keluar uang banyak, kami mengajukan tempat pernikahan di kediaman pengantin wanita, yaitu di rumahku.
Tapi Papa menolak dengan alasan rumah kami kecil dan jauh dari perkotaan. Tidak ada lapangan parkir untuk para tamu yang datang dari jauh. Kami mencoba mendesak lagi untuk tidak mengadakan di mana pun kecuali di rumah.
Akhirnya Mama mengungkapkan alasan sebenarnya. Adikku menikah tahun 2014 di sebuah gedung. Karena tidak ingin timbul rasa iri, Papa ingin mengadakan pernikahan yang sama untukku juga, yaitu di sebuah gedung dan dihadiri banyak tamu.
Apa aku iri dengan adikku? Ah, untuk apa pula aku iri? Rezeki kami berbeda, kemampuan kami pun berbeda. Aku tidak ingin memaksakan diri untuk menikah di gedung dengan tamu yang banyak. Tapi karena orangtuaku sudah menyanggupi, akhirnya aku menuruti kemauan mereka. Pernikahan kami diadakan di sebuah gedung dan dihadiri banyak tamu.
Selanjutnya adalah masalah mahar atau emas kawin. Bagiku, mahar harus sesuai dengan kemampuan calon pengantin prianya.
Suamiku mengalami kendala karena orangtuanya ingin memberikan yang terbaik untukku. Tetapi orangtuanya tidak sedikit pun membantu suamiku memenuhinya. Mahar yang sudah kami tentukan, harus ditambah lagi karena bagi mereka nominal yang kami cantumkan tidak layak untuk disebutkan mahar.
Pernikahan sebagai Kado Termanis dari Sang Maha Kuasa
Suamiku bilang, alasan orangtuanya ingin nominalnya ditambah adalah karena kalau menikah di gedung dengan mahar kecil. Itu adalah sebuah penghinaan dan mereka tidak mau melanjutkan pernikahan jika ini tidak terpenuhi. Kami sudah mencoba meyakinkan kalau nominal yang kami sebutkan adalah sesuai dengan kesepakatan dan kemampuan kami.
Sayangnya, pendapat kami tidak didengarkan dan mereka tetap ingin menambah jumlah. Suamiku sempat stres dan tidak tahu harus mencari ke mana lagi uang untuk menambah mahar. Keuangannya sudah dibagi-bagi untuk membeli serah-serahan, biaya transportasi untuk keluarga besarnya, dan lain-lainnya yang harus dia tanggung.
Besar keinginan suamiku untuk bisa menuntaskan urusan pernikahan ini. Tapi dari pihak keluarganya tidak ada yang bisa membantu dari segi keuangan. Karena tidak ingin melihat dia terlalu larut dalam kegelisahannya, akhirnya aku menawarkan bantuan sebagai solusi terakhir.
Awalnya dia menolak karena aku sudah punya banyak urusan untuk diselesaikan. Dia tidak ingin menyusahkanku karena memberi mahar adalah kewajiban pihak pengantin pria. Setelah kudesak, akhirnya dia menerima tawaranku untuk memenuhi maharnya. Aku ikhlas memberikan bantuan ini supaya bisa melegakan hatinya dan menyemangatinya menjelang pernikahan nanti.
Alhamdulillah, proses pernikahan kami berjalan dengan lancar. Lika-liku persiapan sudah kami alami dan atas izin Tuhan YME segala kendala dan tantangan bisa kami hadapi satu per satu. Kami hanya perlu bersabar dan berdoa yang banyak karena apa pun usaha yang kami kerjakan tidak lepas dari campur tangan-Nya.
Aku menyebut pernikahan ini sebagai kado manis dari Tuhan. Layaknya kita sedang merayakan ulang tahun, pasti ada kado istimewa yang diberikan oleh orang-orang terdekat. Ulang tahun tidak dirayakan setiap hari, melainkan setiap tahun di tanggal lahir kita.
Tuhan memberikan rezeki di saat yang sudah Dia tetapkan. Bisa sekarang, besok, tahun depan, sepuluh tahun kemudian, kapan pun itu sampai nanti sudah tiba waktunya. Bentuk kado itu bermacam-macam, tapi yang menjadi ciri utamanya adalah dia berada di dalam wadah, dibungkus kertas warna warni, dan pita.
Kita perlu kerja keras membuka bungkusannya untuk mendapatkan isinya. Demikian pula dengan kado manis dari Tuhan ini. Ketika kita dengan sabar dan tekun menghadapi segala tantangannya, hadiah yang istimewa menanti di akhirnya.
Di akhir cerita, izinkan saya menyampaikan kepada teman-teman yang sedang mempersiapkan pernikahannya. Diskusikan pernikahan dengan kepala dan hati yang dingin. Selain uang yang cukup, bekali diri dengan kesabaran, keikhlasan, dan ketekunan. Jangan lupa berdoa yang banyak kepada Tuhan dan serahkan semua usaha kita kepada-Nya.
Kado yang manis menanti di ujung perjuangan.
#ElevateWomen