Fimela.com, Jakarta Gaya hidup sehat lewat minuman dan makanan menjadi tren yang digandrungi beberapa tahun belakangan ini. Dibarengi dengan munculnya banyak bisnis minuman dan makanan yang melabeli diri healthy food and beverages.
Di balik healthy lifestyle yang merangsek segala lapisan dan usia, sayangnya minuman tradisional khas Indonesia justru kurang mendapat panggung dan sorotan. Adalah jamu, minuman sehat yang sudah teruji berkhasiat ini justru terasa semakin jauh dari jangkauan anak muda baik generasi milenial atau gen z.
Advertisement
BACA JUGA
Kegelisahan itu dirasakan oleh salah seorang perempuan yang bercokol dalam industri film tanah air sebagai art director, yang terbaru sebagai assistant art director Ali & Ratu Ratu Queens Dita Gambiro. Sebagai generasi milenial, Dita yang juga seorang lecturer FTV Department Universitas Multimedia Nusantara ini beruntung bisa mengenal jamu sejak kecil dan langsung menyukainya tanpa ada paksaan.
Padahal keluarga Dita bukan penggemar apalagi fanatik jamu. Rupanya perkenalan pertama dengan jamu datang dari asisten rumah tangganya yang rutin membeli jamu dari mbok keliling di daerah tinggalnya.
"Dari kecil suka ikutan Mbak beli jamu dan suka bikin lalu setok di rumah. Sampai ART-ku tiga bulan enggak masuk dan pengin minum jamu karena udah kebiasaan jadinya mulai coba bikin sendiri," ujar Dita saat ngobrol bareng FIMELA lewat telepon.
Ia pun mencoba meracik resepnya sendiri yang diuji coba pada suami dan anak lelakinya. Untuk membuatnya menarik, Dita berinovasi mencetak jamu lewat popsicle.
"Pertama ngeracik itu kunyit asem, pas dicoba, kok rasanya cocok dan enak. Nah, pengin tahu respons orang dimulai dengan suami dan anak yang ternyata juga suka dan bikin pede untuk dijual setelah mulai ada yang pesan," lanjut lulusan ITB dan Kingston University ini.
Advertisement
Nama yang Menyamarkan Jamu
Hingga akhirnya Dita membawa jamu untuk diperkenalkan lebih luas lagi lewat bazaar Holy Market yang digagas Gudskul Ruangrupa dengan nama 'Mamu & The Yellow Hands'. Mamu sendiri berasal dari kata jamu yang terucap dari putranya yang saat itu berusia dua tahun.
"Saat masuk ke branding inginnya enggak pengin nama yang jamu banget. Sebab mau menghapus rasa ketakutan orang terhadap jamu yang pahit dan enggak enak," sambung Dita.
Selama perjalanannya hingga tercipta Mamu & The Yellow Hands, selain selalu mendapati tangan yang menguning setelah meracik rempah ia juga banyak menemui orang dengan trauma jamu. Hal itu membuatnya semakin semangat untuk membuktikan jamu adalah minuman sehat yang tidak perlu ditakutkan.
"Ternyata banyak banget orang yang punya trauma sama jamu, dari cium baunya aja udah takut. Biasanya pas kecil suka dicekokin jamu dan kebayang rasanya yang pahit dan enggak enak yang berujung trauma padahal sayang banget kalau karena alasan takut enggak sebanding dengan khasiat baik jamu," lanjutnya.
Dita mengakali rasa jamunya agar lebih enak dan tidak terlalu pahit. Seperti menambahkan pandan dalam jamu temulawaknya, atau memasukkan cengkeh dan sereh agar rasa jamu kunyit asemnya lebih nikmat.
Dibantu suami dalam memasarkannya, ia mengaku sempat kewalahan dengan pesanan di awal pandemi. Di mana pamor temulawak terdongkrak karena baik untuk imunitas tubuh serta empon-empon yang ikut dipopulerkan Presiden Jokowi kala itu.
"Tahun lalu jadi berkah banget karena orderan rame banget. Banyak orang yang pesan untuk diminum sendiri dan kirim ke teman atau keluarga," kenangnya.
Jamu jangan Sampai Punah
Di antara banyaknya pelanggan Mamu & The Yellow Hands, Dita merasa masih belum bisa menjangkau anak muda terutama generasi Z. Ia tak ingin anak muda generasi selanjutnya malah tidak mengenal jamu sama sekali.
"Sebenarnya dari generasi aku saja yang milenial udah banyak yang enggak suka jamu karena memang enggak pernah minum atau ya trauma dicekokin pas masih kecil. Padahal untuk jangka panjang jamu adalah minuman enak yang menyehatkan," tekannya.
Ia juga sekaligus ingin meluruskan anggapan jamu di luaran dan pemikiran awam adalah untuk menggemukkan atau justru kebalikannya menguruskan. Sebaliknya, jamu bisa menjadi teman minum siapa saja baik yang ingin menambah atau mengurangi berat badan.
"Banyak orang yang anggap minum beras kencur bikin gemuk karena mendongkrak nafsu makan atau minum jamu tertentu bisa bikin kurus. Sejauh ini jamu memang membantu memperlancar dan membetulkan pencernaan, dan efek rempah sendiri yang masing-masing punya khasiatnya jika diminum secara teratur," ujarnya lagi.
Sambil terus melancarkan misinya, Dita tak lupa mencoba mempraktikkan konsep zero waste dalam usaha rumahannya. Seperti menggunakan botol kaca dan memberikan stimulus bagi para pelanggan untuk mendukung programnya.
"Untuk mengurangi sampah produksi rumahan kami pakai botol kaca. Serta menggratiskan 1 botol jamu untuk setiap orang yang mengembalikan 5 botol Mamu & The Yellow Hands," kata Dita.
Selain itu ia juga mencoba bisnis baru dari sampah organik rumah tangga dari rempah yang dihasilkan untuk membuat jamu lewat komposter. Yang setelah diuji coba membuat tanaman-tanaman tumbuh lebih subur.
"Kami juga ingin mendukung zero waste yang ternyata bisa jadi jenis usaha baru. Tapi yang utama tetap putar otak gimana biar orang yang trauma dan belum kenal jamu jadi suka sama jamu karena khasiatnya," tutup Dita.
Advertisement
Simak Video Berikut
#Elevate Women