Fimela.com, Jakarta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) tengah menjadi polemik, banyak pro dan kontra serta berbagai spekulasi pun berkembang di tengah masyarakat tentang pengesahan RUU PKS ini. Spekulasi pun semakin mencuat setelah munculnya video ceramah ustadz Tengku Zulkarnain pada 2019 silam yang mengatakan bahwa dalam salah satu pasalnya berisi bahwa pelajar, pemuda, dan mahasiswa yang ingin berzina, maka pemerintah menyediakan kondom bagi mereka.
Walau pun setelah itu ustadz Tengku Zulkarnain meminta maaf karena telah keliru dengan pernyataannya, namun hoaks seputar RUU PKS ini masih berkembang, hingga beredarnya berita tak benar bahwa RUU PKS ini melegalkan zina, LGBT dan aborsi. Agar tidak keliru memahami RUU PKS ini, berikut adalah beberapa hoaks dan fakta seputar RUU PKS.
Advertisement
BACA JUGA
1. Apakah RUU ini hanya melindungi perempuan?
“Meskipun kekerasan seksual memang lebih banyak terjadi pada perempuan, tetapi RUU PKS melindungi setiap orang tanpa terkecuali, baik pria, perempuan dan anak-anak.” Jelas Siti Aminah Tardi (Komisioner Komnas Perempuan) dalam konferensi Komnas Perempuan bertajuk Hoax vs Fakta seputar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (24/06).
Anggapan RUU ini hanya melindungi perempuan karena banyak orang yang menafsirkan secara keliru ‘kekerasan seksual’ tersebut. Sebenarnya, definisi kekerasan seksual dalam RUU PKS ini sudah dijelaskan. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang merendahkan dan/ atau menyerang terhadap tubuh, keinginan seksual, dan /atau fungsi reproduksi seseorang, dengan memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan, atau ketergantungan seseorang berdasarkan jenis kelamin, yang dapat disertai dengan status sosial lainnya, yang berakibat atau dapat mengakibatkan penderitaan atau kesengsaraan fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/ atau politik.
Memahami dari definisi ini tidak ada makna yang mengacu bahwa RUU PKS ini hanya melindungi perempuan, karena RUU ini justru melindungi semua orang tanpa terkecuali.
Advertisement
2. Apakah RUU ini melegalkan zina dan LGBT?
Pada periode pembahasan 2014-2019, muncul banyak kekeliruan dalam memahami rumusan norma dalam RUU PKS. Kekeliruan bersumber dari ketidaktepatan cara berpikir dalam menafsirkan, rumusan norma dan keengganan membaca dengan cermat seluruh materi muatan serta disinformasi tentang berbagai rumusan norman yang pada akhirnya mendorong penolakan terhadap RUU PKS.
Orang yang menolak RUU PKS ini padahal belum tentu sudah membaca draf RUU secara keseluruhan. Padahal tidak ada satu pun pasal dalam RUU PKS yang melegalkam LGBT dan zina (baik secara agama atau sosial).” Ucap Siti Aminah Tardi dalam konferensi Komnas Perempuan pada Kamis (24/06).
Justru RUU PKS ini akan memberikan anak-anak dan masyarakat secara umum pendidikan tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi, yang pada akhirnya akan mencegah kekerasan seksual.
3. Apakah RUU ini melegalkan aborsi?
RUU PKS memang tidak mengatur pemidanaan aborsi, karena sudah diatur dalam KUHP (Pasal, 299, 346, 347, 348, 349), dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Pasal 75) serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Perlindungan Anak (Pasal 45A). Karena pengaturan aborsi telah tersedia di UU lain, maka tidak perlu diatur kembali dalam RUU ini sebab akan menyebabkan timpang tindih.
“Di samping itu, tidak ada satu pasal pun dalam RUU PKS yang menyatakan aborsi diperbolehkan. Tidak adanya norma yang melarang aborsi dala RUU ini, tidak berarti RUU ini memperbolehkan aborsi.” Tambah Siti Aminah Tardi pada Kamis (24/06).
Justru RUU ini menyadarkan bagaimana menjaga kesehatan organ seksual dan menjaga tubuh orang lain. Adanya pendidikaan seks juga akan mengajarkan tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan. Yang pada akhirnya akan menurunkan kehamilan tak diinginkan, menurunkan aborsi, dan perilaku seksual yang berisiko. RUU ini juga melindungi perempuan yang ingin mempertahankan kehamilannya.
4. Apakah RUU ini mempidanakan Poligami dan mengatur ranah rumah tangga?
Seperti yang disampaikan Siti Aminah Tardi dalam Konferensi Komnas Perempuan, Kamis (24/06) “RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak melarang perkawinan poligami, karena (a) tidak relevan dengan cakupan muatan materi kekerasan seksual, dan (b) ketentuan mengenai perkawinan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.”
Ia juga menambahkan “Justru, RUU ini tidak menoleransi pemaksaan perkawinan termasuk pada anak-anak dan korban perkosaan.”
Lalu, apakah RUU ini mengatur ranah rumah tangga? Pada konferensi Komnas Perempuan yang bertajuk Hoax vs Fakta Seputar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (Kamis, 24/06), Valentina Sagala, Pendiri Institut Perempuan Tim Substansi RUU PKS, ia menjelaskan “Memang dalam naskah 2017 RUU PKS terdapat pasal yang mengatur publik dan rumah tangga, tetapi dalam naskah yang sekarang tindak pidana diberlakukan bagi setiap orang yang melakukan unsur kekerasan seksual tanpa terkecuali.”
5. Apakah RUU ini bertentangan dengan Pancasila dan Agama?
“Kita harus memahami bahwa pemahaman Pancasila dalam perundang-rundangan, dia sifatnya sebagai asas, dan menjadi sumber dala segala hukum. Jadi tidak mungkin RUU PKS dibuat bertentangan dengan pancasila.” Jelas Valentina Sagala dalam konferensi Komnas Perempuan, Kamis (24/06).
Dalam konferensi tersebut, Masruchah selaku Sekretaris Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia juga menerangkan “Di dalam RUU ini tujuannya untuk melindungi manusia dari kekerasan, pelemahan, atau hal yang merugikan dan dalam agama juga kita diwajibkan untuk melinungi sesama manusia, ini berarti jelas bahwa RUU ini sejalan dengan Pancasila, agama dan menjadi pembahasan dalam Maqasid Syariah. Tandasnya.
Jadi, sebelum mengambil sikap terhadap RUU PKS ini baiknya kita membaca secara menyeluruh tentang isi dalam RUU PKS, jangan mudah termakan hoax dan cari tahu tentang kebenaran sesuatu. Dan yang tepenting, kita harus paham bahwa kekerasan seksual ini bukan masalah yang hanya dipikul oleh satu organisasi atau satu kelompok saja, tetapi ini adalah masalah kita semua, yang menjadi tanggung jawab semua orang. Sehingga kita harus untuk mendorong negara untuk menumpas segala bentuk kekerasan seksual yang ada dengan berkontribusi dalam segala kegiatan atau aktivitas yang mendukung pada hal tersebut, termasuk mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini.
#ElevateWomen