Fimela.com, Jakarta Masih teringat jelas pada awal pandemi sekitar bulan Maret 2020 lalu, banyak hal baru yang harus disesuaikan. Mulai dari soal belajar dari rumah hingga bekerja dari rumah. Belum lagi dengan pembatasan jarak yang diberlakukan. Ruang gerak makin terbatas, dan kita harus lebih banyak menghabiskan waktu dengan diri sendiri.
Menghabiskan waktu dengan diri sendiri apalagi bila terjadi dalam jangka waktu yang lama ternyata bisa menghadirkan kecemasan tersendiri. Bagi yang tadinya sering bepergian atau berlibur ke tempat-tempat baru, lalu harus menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, ada kesendirian dan kesepian yang harus dihadapi. Bagi banyak orang, kesendirian dan kesepian bagai hantu dan bayangan hitam yang senantiasa menghadirkan rasa was-was dan gelisah.
Advertisement
BACA JUGA
Advertisement
Apa yang Kita Pikirkan ketika Kita Sendirian
Judul: Apa yang Kita Pikirkan ketika Kita Sendirian
Penulis: Desi Anwar
Alih bhasa: Sofia Mansoor
Desain sampul: Aditya Putra
Desain isi: Fajarianto
Cetakan kedua: Maret 2021
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Salah satu pelajaran yang dapat kita petik dari pandemi adalah cara menyikapi kesendirian. Karantina dan Menjaga Jarak Aman, yang menjauhkan kita dari orang lain, memaksa kita untuk menghadapi sosok yang biasanya sangat jarang kita sediakan waktu baginya. Diri kita. Sosok Diri yang telah kita abaikan saat kita sibuk berinteraksi dengan dunia luar, tetapi yang saat ini tidak dapat lagi kita hindari karena kita menghabiskan lebih banyak waktu di rumah dan menghindari tempat umum.
Namun, kita dapat mengubah masa sulit ini menjadi pelajaran yang beragam dan bermanfaat. Dengan mengurangi interaksi sosial, kita jadi memiliki lebih banyak waktu untuk merenungi diri dan berhubungan kembali dengan diri sendiri. Menghabiskan waktu sendirian adalah kesempatan langka dan tak ternilai untuk menemukan hakikat diri kita yang sebenarnya. Kita juga dapat mengajukan pertanyaan mendasar tentang kehidupan dan keberadaan yang mungkin selama ini kita anggap remeh atau jarang kita pikirkan.
Dalam buku ini, yang berisi kumpulan renungan dan pikiran acak yang ditangkap penulis selama masa pandemi. Desi Anwar mencoba menunjukkan bahwa kesendirian bukanlah siksaan atau penderitaan yang harus ditakuti dan dihindari. Apabila dinikmati secara utuh, kesendirian menjadi seni yang mencerahkan sekaligus menyembuhkan
***
Buku Apa yang Kita Pikirkan ketika Kita Sendirian bisa menjadi salah satu buku yang sangat cocok dibaca bagi kita yang ingin menyikapi kesendirian dengan cara yang lebih bijak. Berisi kumpulan tulisan yang meliputi kontemplasi, refleksi diri, dan perenungan, buku ini menghadirkan berbagai sudut pandang baru tentang memaknai kesepian dan kesendirian. Kumpulan tulisan di buku ini lebih banyak berisi opini, dan tidak ada rujukan atau tambahan referensi untuk menunjang beberapa poin yang sebenarnya sangat penting.
Tidak semua orang bisa berdamai dengan kesepian. Tidak semua orang siap menghadapi kesendirian yang panjang. Nyatanyan orang yang paling menakutkan untuk dihadapi adalah diri sendiri. Menghadapi pikiran sendiri pun bisa menghadirkan berbagai macam kecemasan dan kegelisahan.
Ada kalanya kita sedih tanpa alasan sama sekali. Kita melakukan kegiatan rutin sehari-hari tanpa dipikir lagi, seperti menyikat gigi, dan tiba-tiba kita merasa diselimuti kesedihan yang datang tak diundang. Atau, kebetulan kita menatap keluar jendela tanpa ada sesuatu yang secara khusus diperhatikan, dan tiba-tiba pikiran terasa tidak enak, membuat kita gelisah. (Berdamai dengan Melancholia, hlm. 30)
Di tulisan berjudul Berdamai dengan Melancholia, kita akan mendapati situasi yang pastinya pernah kita rasakan di dalam kesendirian dan kesepian. Tanpa tahu alasan dan sebab yang pasti, tiba-tiba ada kesedihan yang menyusup. Ada kegelisahan yang datang begitu saja. Kesedihan yang menyesakkan itu datang tanpa pernah diminta. Hadir tanpa memberi aba-aba.
Ketika kita sendirian, ada situasi-situasi yang terasa begitu nyata dan kadang cukup rumit untuk dimengerti. Tentang melankolia, pencarian makna hidup, makna waktu, dan perjalanan-perjalanan yang kita lalui dalam hidup. Buku ini seakan mengajak kita untuk berhenti sejenak. Berhenti untuk mengutuk kesepian dan kesendirian. Lalu, perlahan membantu kita untuk memeluk diri sendiri.
Menyikapi ketidakpastian, memaknai kebebasan, menemukan ketenangan, hingga menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur. Semua itu pastinya butuh proses, dan proses yang dijalani tiap orang berbeda satu sama lain. Menghadapi diri sendiri tak selalu menakutkan. Justru dengan menyelami pikiran dan hidup sendiri, kita bisa menemukan hal-hal baru yang pada akhirnya akan membuat kita tersenyum.
#ElevateWomen